BAB 6: Perasaan Lama

28 4 0
                                    

Upacara bendera pagi ini lumayan menguras tenaga. Pagi ini Matahari sangat cerah bersinar.

Berkali-kali Bella menyeka keringatnya. Bedak Vania pun sudah luntur karena keringat. Sedangkan Verra sudah dari tadi pingsan dan nongkrong di UKS.

Melihat Vania diam saja, Bella bertanya. "Tahan gak bro?"

Vania tak sanggup melirik Bella lantaran tinggi gadis itu yang jika mendongak sedikit saja, maka mata akan silau oleh cahaya matahari yang tepat di samping Bella.

"Lo pura-pura pingsan aja dah. Gue yang bantu angkat, habis itu kita ngadem di UKS." Bisik Vania.

"Gak minat, makasih."

Bella sangat malas untuk ke UKS, apalagi ada Indra di sana.

Sedari tadi, jantung Bella berdegup kencang. Ia bingung ada apa dengan dirinya sendiri hari ini. Terlebih saat mengingat kata-kata Bara tempo hari.

Ingat, Bell. Ikhlasin Bara. Belum tentu dia suka gue kan? Lebih baik gue milih Vania yang udah baik banget ke gue.

Ada begitu banyak pertimbangan yang Bella pikirkan. Kalaupun dia memilih Bara, dia tak akan bahagia karena sahabatnya pasti membencinya.

Mengingat betapa baiknya Vania selama ini, Bella mengurungkan niat nya untuk jujur ke Bara.

Jujur, gue gak sanggup bahagia di atas penderitaan orang lain.

Sebagai seorang perempuan, gue juga gak tega rebut kebahagiaan perempuan lain.

Cukup gue egois sekali aja, dan itu yang terakhir. Gue gak sanggup lagi liat orang lain sengsara gara-gara gue.

"Bell."

"Huh?" Bella seperti orang linglung.

"Lo kenapa diem-diem bae sih? Kalau gak kuat mending ke UKS. Lo kan masih belum sembuh total." Vania berusaha membujuk Bella.

Bella memicingkan matanya. "Bilang aja lo mau numpang ngadem kan? Jadinya gue di jadiin alasan."

Vania nyengir lebar seolah tak berdosa.

"Tangkep gue kalo gue pingsan." Vania memberikan mandat.

"Y."

Bella bertanya-tanya dalam hati, kenapa ada orang yang hobinya pidato panjang lebar seperti kepala sekolahnya?

Sedari tadi kepala sekolahnya selalu bilang. "Paham kan? Terakhir. Jadikan bla bla bla ... " Seolah tak ada tanda-tanda akan diam dalam waktu dekat.

Tapi Bella salut dengan dirinya sendiri.

Dahulu dia sering pingsan, tapi sekarang daya tahan tubuh Bella meningkat drastis.

Sekarang Bella kuat. Sekuat iron men.

30 menit kemudian ...

Akhirnya Vania tumbang di detik-detik terakhir kepala sekolah menutup pidatonya yang sepanjang rel kereta api.

Bella berjalan tertatih-tatih menuju UKS untuk menyusul kedua sahabatnya yang enak-enakan tiduran di sana.

"Waduh, kaki gue kebas."

Saat masuk ke dalam UKS, Bella dikejutkan dengan keberadaan Bara di dalam yang sedang bercanda dengan Vania.

Bella menundukkan kepalanya.

Mungkin inilah hari Barra. Dan gue bisa apa? Barra gak suka gue, dia sukanya Vania. Bella membatin.

Gadis itu menghela nafasnya, mencoba menguatkan hatinya.

DIARY WITH DANIEL [LENGKAP]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang