Bagian 4

35 2 0
                                    

Anas menjadikan kedua telapak tangannya menjadi bantal kepala. Badannya dia rebahkan di jok motor, sementara tatapannya meneliti setiap siswa siswi yang memasuki gerbang ataupun yang sekedar stand by di koridor.

Setelah libur beberapa minggu menyambut tahun pelajaran baru, kini mereka harus menjalani kehidupan normal sebagai siswa. Meluangkan waktu untuk melihat guru mengejar gaji. Kenapa juga siswa tidak mendapat gaji, padahal sama-sama meluangkan waktu di sekolah.

Suara motor yang bersahutan memasuki halaman sekolah, berbondong merapikan rambut dan menebar senyum mempesonanya. Seorang siswa yang berbaju putih biru terlihat linglung mencari teman pertama mereka di lingkungan baru. Setelah menghabiskan 3 tahun berada di Menengah Pertama. Menghadapi kerasnya dunia pertemanan dan persaingan. Mereka mulai berdoa supaya teman pertama mereka selama MPLS bisa menjadi teman sekelas nanti.

Anas menghela napas pelan dan mulai menutup matanya, mengabaikan siswa siswi yang berlarian kesana-kemari untuk salam sapa dengan teman setelah lama tidak berjumpa.

Mengabaikan posisi yang kapan saja bisa membuatnya jatuh, daripada itu Anas lebih mementingkan seseorang yang sedari kemarin mengganggu pikirannya.

"WOY!" Teriakan menggelegar itu berhasil membuat mereka menghentikan kegiatan, dan menoleh kepo pada si penarik perhatian, setelahnya mereka kembali pada kegiatan awal.

"Halo, pa kabar bro, kangen sama gue nggak?" Ucapan penuh percaya diri membuat Awan berakting seperti orang muntah.

"Kita nggak seluang itu buat ngangenin lo!" Dian mendengus kesal menerima hinaan dari Abigail.

"Gue kangen," celetuk Anas tiba-tiba.

Dian tersenyum penuh haru, "Anas gue makin sa--"

"Kangen pempek lo. Bagi gue satu!" palak Anas santai. Pemuda itu hanya menoleh tanpa mengubah posisinya.

"Asem!" gumam Dian tersenyum miris. Teman nggak ada akhlak itu mereka. Abigail yang dingin tapi menusuk. Hendra yang bijak tapi penurut, Awan yang jelas nggak waras, dan Anas cuek-cuek tapi bikin emosi.

"Di rumah, kalo kalian mau nanti ke rumah gue, sekalian gue nebeng pulang." Dian menduduki jok belakang motor Hendra, sementara pemuda itu hanya menjadikan motornya sebagai sandaran.

"Motor lo kemana?"

"Di bengkel, nggak tau kenapa tadi nggak bisa nyala," ucap Dian menjawab pertanyaan Hendra.

"2 minggu lebih nggak lo panasin," ucap Anas membuat Dian mengangguk mengerti.

"Iya, tadi pemilik bengkelnya juga bilang gitu makanya gue dianter."

"Cuy, dekel kita cantik-cantik." Awan berdecak kagum membuat mereka menoleh ke arah barisan siswa MPLS putri yang dibina oleh osis putri.

Anas hanya menguap pelan tak tertarik.

"Percuma lo bilang cantik tapi nggak lo pacarin." Ucapan Abigail membuat Awan menggeleng serentak beberapa kali.

"Nggak, nggak. Ada nama yang harus gue jaga."

Dian nampak menahan tawanya, "Nama bukan hati. Berarti cinta bertepuk sebelah tangan." Pemuda itu cekikikan geli saat raut wajah Awan menunjukkan persetujuan terhadap ucapannya.

"Carnia ya?" Awan menggeplak kepala Hendra.

Anas terkekeh pelan mendengar itu meskipun matanya tertutup, tetapi telinganya mendengar pembicaraan temannya.

"Cuy-cuy si bos dateng, sama ceweknya lagi, cih." Lagi, ucapan Awan membuat mereka menoleh termasuk Anas yang kemudian duduk di jok motornya.

Adit bersama dengan satu perempuan berjalan mendekati mereka.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang