Bagian 40

59 1 0
                                    

Anas memetik senar gitarnya lambat. Meneliti nada yang pas untuk menemaninya menikmati malam.

Bulan yang sempurna berbentuk bulat menemani di atas langit. Bintang bertabur yang nampak kecil menjadi pengawal setia.

Pemuda itu mengusap kasar wajahnya. Melepas baju atasan saat merasakan gerah. Melempar asal pakaian atasnya.

Anas menghela napas perlahan. Masih teringat perkataan Brenda beberapa hari lalu.

Jika memang Tasya meminta pisah karena dijanjikan pendidikan lebih baik oleh Brenda, apa yang bisa Anas janjikan pada gadis itu?

Kebahagiaan? Anas sendiri saja tak bisa berjanji akan membuat hidupnya sendiri bahagia bagaimana bisa dia menjanjikan kehidupan itu kepada istrinya.

Jadi mungkin, setelah berpikir panjang. Keputusan Tasya untuk berpisah, itu lebih baik.

Anas tidak tahu akan dibawa kemana masa depan Tasya jika bersamanya. Dan hubungan mereka.

Pemuda itu masih labil untuk dihadapkan tanggung jawab menjadi kepala keluarga.

•••

Anas menyampirkan tasnya di punggung sebelah. Pemuda itu menatap pantulan dirinya di depan cermin.

Baru saja Anas membuka pintu, wajah dan suara melengking milik Starla memenuhi setiap inderanya.

"Pagi Kakak!" Gadis itu tersenyum lebar, menarik sebelah tangan Anas menuruni tangga.

Jika saja ini bukan di wilayah Arendra, Anas akan dengan senang hati menyentak dan mendorong tubuh mungil itu hingga menggelinding di tangga.

"Pagi semua!" sapa Starla di meja makan. Menyapa semua orang yang sudah duduk di kursi masing-masing.

"Pagi sayang."

"Pagi."

"Pagi, Dek."

"Pagi cucu Oma yang cantik."

Starla tersenyum malu mendengar pujian dari Omanya, mengabaikan Anas yang menatapnya jijik.

Pemuda itu duduk di tempatnya. Memakan makanan di depannya saat melihat kepala keluarga sudah menikmati hidangannya.

"Kakak Starla nanti mau berangkat bareng Kakak."

Sepupu perempuan Anas mengangguk mantap. "Biasanya juga gitu kan, Dek?"

"Bukan Kakak." Starla menggeleng, "Tapi Kak Anas."

"Ogah!"

Starla menatap sendu Anas yang berucap tanpa meliriknya. Pemuda itu masih tetap menikmati makanannya, mengabaikan banyak tatapan tajam menghunus padanya.

"Anas! Antar Starla dengan selamat sampai sekolahnya. Lagian sekolah kalian sama. Jangan buat saya marah!"

Anas memejamkan matanya saat hendak mengeluarkan protes namun Brenda tetap nyerocos.

"Starla nanti mau pamer sama teman-teman Starla. Kalo Kak Anas itu Kakak Starla. Dan Starla bisa boncengan berdua sama Kak Anas." Anas itu banyak fansnya. Memiliki penggemar yang hampir ada disetiap sudut sekolah, jadi tak heran jika ada perasaan bangga bagi Starla saat bisa membuat mereka iri.

Tapi meskipun begitu, Tasya tetap perempuan pertama yang bisa membuat gempar satu sekolah karena berangkat berdua dengan Anas. Apalagi gadis itu yang mampu membuat Anas tertawa di parkiran.

•••

Benar. Kehadiran Starla bersama dengan Anas menuai banyak perhatian dari siswa-siswi sekolah. Mereka saling berbisik, entah itu positif atau negatif.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang