Bagian 32

32 1 0
                                    

Anas memasuki ruangan markas, disambut dengan tatapan datar dari teman-temannya. Pemuda itu mengernyitkan alisnya tak paham. Abigail menyuruhnya ke markas tiba-tiba. Meskipun sempat bertanya dan tidak mendapat jawaban, malam hari ini, Anas tetap pergi menuruti keinginan Abigail.

"Kenapa?" tanya Anas, pemuda itu duduk di sebelah Abigail yang menatap datar ke depan.

"Mereka tahu."

Jawaban singkat dari Abigail membuat Anas paham, dia juga sudah membicarakan perihal informasi bocor kepada Samuel. Dan Samuel juga menyarankan untuk memberitahukan hal ini kepada seluruh inti Cornelord.

"Yaudah, naik." Anas menaiki tangga menuju salah satu bilik kamar.

Abigail memastikan tidak ada anggota yang menginjakan kaki ke lantai dua, jika mereka belum turun. Perintahnya itu mutlak.

Anas menghela napas pelan sebelum berbicara. "Kalo kalian udah tahu semua informasi ini, gue mau lanjut bahas Gurgle."

"Tunggu dulu," sela Awan.

"Apa?"

"Informasi itu bener?"

"Perlu gue jelasin ulang? Gue tau detailnya." Anas tersenyum miring penuh arti. Tanpa mereka sadari jika perkataan Anas tadi sedikit menekan mereka untuk mengetahui sebuah fakta.

Adit adalah pembunuh. Imposter di Cornelord.

"Gue sebenernya nggak percaya sama itu semua, kenapa kita nggak coba cari tau? Setidaknya kita memastikan kalo Adit nggak akan mencoreng citra Cornelord."

Anas tersenyum miring mendengar ucapan Awan. "Jadi maksud lo, mau gabung bela Adit?"

"Bela gimana maksud lo? Jelas Adit pemimpin Cornelord, di luar pikiran buruk kita tentang dia. Bayangin, kita cari bukti buat Adit, bukannya sama aja kita menyelamatkan citra Cornelord?"

"Tapi Adit pembunuh, Wan!"

"Oke lo boleh bilang begitu. Tapi apa menurut lo dengan kita nyembunyiin informasi ini, citra Cornelord tetap aman? Enggak! Sekarang Gurgle udah tau, besar kemungkinan mereka bocor info. Cara satu-satunya buat nyelamatin citra Cornelord dengan cari bukti bahwa Adit nggak bersalah!" Awan tetap ngotot pada pendiriannya.

"Nggak akan ketemu! Karena Adit jelas bersalah!"

"Kenapa lo yakin banget Adit bersalah?" Abigail menyerukan pertanyaannya, membuat ruangan senyap beberapa detik.

Anas merutuki dirinya sendiri. Emosi membuatnya kelepasan, sekarang Anas harus menanggung kesalahannya.

"Karena gue tau kejadiannya."

•••

Beberapa tahun silam, lebih tepatnya saat Adit berusia 10 tahun dengan kepemimpinan Cornelord dipegang Samuel. Kejadian itu bermula saat ada geng yang mengajak Cornelord bertarung di daerah yang cukup jauh, keluar kota.

Cornelord menyanggupi hal itu karena ini mempertaruhkan harga diri dan citra Cornelord.

Sebelumnya ajakan itu disertai dengan beberapa aturan yang wajib ditaati oleh anggota Cornelord maupun anggota penantang.

Awalnya memang terdapat aturan untuk tidak menggunakan benda tajam, namun Samuel kecolongan, hingga benar-benar menuruti apa keinginan lawan tanpa tahu bahwa mereka sendiri yang membawa benda tajam.

Segala macam benda tajam berada di tangan masing-masing anggota lawan. Pisau, pistol, tongkat bisbol, tulang, dan paku kecil. Semua itu digunakan untuk melawan Cornelord yang menggunakan tangan kosong.

Adit memang tidak diajak oleh Samuel, setelah mempertimbangkan bahwa adiknya itu masih kecil. Tidak mungkin Samuel membawa adiknya dalam bahaya, namun siapa yang mengira jika Adit menyelinap di mobil salah satu anggota.

Mobil yang mereka gunakan untuk membawa korban yang terluka cukup parah, dan mobil itu juga yang digunakan Adit.

Puncaknya saat Cornelord mulai terpojok dan Samuel yang terkurung di bawah lawannya yang membabi buta. Adit panik, anak 10 tahun itu merampas barang yang tergeletak tak jauh dari posisinya, mencoba mengamati sebelum menarik pelatuk ke sembarang arah.

Kejadian itu terjadi selama beberapa detik, lapangan luas yang tandus itu lenggang sepersekian detik sebelum mereka menyadari jika tembakan itu mengenai korban yang mencoba sembunyi di semak.

Keadaan berbanding terbalik, ricuh dan riuh di mana-mana. Saling berteriak dan mendorong. Mencoba melarikan diri.

Samuel yang sudah diambang kesadaran, berjalan sempoyongan menggendong Adiknya yang sudah menutup mata terkejut, tangannya terlihat gemetar dengan lirihan kecil. Bocah 10 tahun itu menggeleng kuat saat Samuel mencoba menarik lengannya.

Sebelum mereka tertangkap polisi, Samuel menarik paksa adiknya untuk masuk mobil, membiarkan korban tak bersalah tergeletak tak bernyawa.

•••

Anta mendengus malas, apalagi melihat wajah-wajah mirip abangnya ada di dalam diri pemuda itu.

"Mau apa lo?"

Anas tersenyum miring, menatap Anta penuh intimidasi. "Santai dong, cil!"

"Sekali lagi lo hina fisik gue, gue jamin keluarga lo runtuh."

Anas hanya mengangkat bahunya acuh, tidak terlalu mengindahkan ucapan Anta.

"Gurgle kenapa bisa tau tentang Cornelord?"

Anta tertawa terbahak, bahkan pemuda pendek itu sudah terbatuk sendiri, tak sengaja menelan ludahnya.

"Gurgle lo bilang? Yang tau itu gue! Dan yang chat lo itu gue, atas nama Gurgle."

"Kan sama aja!"

"Beda! Karena Gurgle nggak tahu apapun tentang ini, cuman gue, Cornelord sama satu orang yang kasih tau gue soal masalah itu."

Anas semakin menatap bingung pemuda itu, sedikit gemas melihat ekspresi serta rambut depannya yang bergoyang. Apalagi bibir pemuda itu persis seperti perempuan.

"Siapa yang kasih tau lo?"

"Gue nggak tau namanya, dia cuman bilang itu dan suruh Gurgle buat nantang Cornelord."

"Ciri-ciri?"

Anta menaikan bola matanya ke atas, sedikit memincing mata untuk berpikir.

•••

"Berarti ada penghianat?"

Anas mengedikkan bahunya tak acuh. Dia hanya menceritakan pertemuannya dengan Anta, dan apa yang Anta ucapkan.

Sebenarnya Anas juga sedikit bingung, selama ini tidak ada gerak-gerik mencurigakan dari anggota Cornelord. Sedikitnya Anas tidak percaya tentang penghianat itu.

"Kalo memang ada penghianat, siapa?" tanya Awan. Pemuda Itu menggigit jari jempolnya, berpikir keras.

•••

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang