Bagian 42

46 1 0
                                        

Hei yo!🤩

Makasih yang udah sempetin buat baca. I am proud of you❤️‍🔥

Have fun and here we go!
•••

Anas menatap dirinya sendiri aneh. Dia sadar seratus persen sedang mengemudi motornya tadi. Dia juga sadar bahwa dia harus menuju mansion Arendra.

Tapi kenapa justru ke sini.

"Anas kenapa diam? Ayo masuk," tawar Tasya.

Kenapa ke rumah Tasya!

Oh, mungkin tadi setengah sadar, bukan sepenuhnya sadar. Tapi masih tetap sadar. Gimana sih?!

"Sorry, gue ganggu. Gue ba–"

"Nggak sama sekali! Kamu juga berhak pulang ke sini. Ini rumah kamu, Anas."

Anas terdiam sejenak. Pikirannya kacau setelah meninggalkan markas, dan entah hatinya atau pikirannya meminta untuk bertemu malaikat penyembuhnya. Tasya.

Rumah gue itu lo!

Andai Anas mampu berkata demikian, nyatanya lidah pemuda itu masih kelu untuk sekedar berucap.

Tasya rumah Anas untuk berpulang. Bukan banggunan yang mereka tinggali.

Anas duduk di sofa yang biasa diduduki. Rasanya agak berbeda, padahal baru beberapa hari dia tidak menempati rumah ini tapi kenapa suasananya terasa berbeda?

Apa karena kehadiran Anas membawa suasana seperti neraka bagi rumah ini?

Ya kalo bukan Anas siapa lagi? Tidak mungkin Tasya.

"Aku kemarin buat nastar, aku ambilin ya." Gadis itu berdiri, menuju dapur. Sebenarnya dia tanpa sengaja ingin membuatkan itu untuk Anas. Waktu Tasya buka pintu kamarnya ternyata kosong, dan gadis itu baru sadar jika Anas sudah tidak tinggal serumah dengannya lagi.

"Ada yang mau gue omongin sama lo."

"Hm, soal apa?" Tasya menaruh toples nastar di depan Anas, menatap fokus pada pemuda di sampingnya. "Soal kemarin sama Feral?"

"Bukan!" Anas menggeleng tegas. Pemuda itu sudah melupakan hal yang kemarin, lagian itu juga salahnya yang meminta untuk tidak dibela. Jadi kenapa dia harus marah saat Tasya membela Feral dan Starla.

"Waktu lo minta pisah itu karena Brenda?" Anas memejamkan matanya sejenak, merasa tak pantas memanggil Brenda. "Maksud gue, Mama."

"Katanya lo pernah ketemu sama dia?"

Tasya terdiam mencoba mengingat, "Iya. Aku sempat ketemu sama Mama Papa kamu."

"Dan lo minta pisah karena janji mereka?"

Tasya tersentak pelan, apa maksud suaminya ini. "Aku nolak ajakan itu, aku minta pisah karena memang kita udah nggak cocok aja."

"Cocok? Kunci rumah tangga itu harus cocok?" Anas terkekeh ringan membuat Tasya menggenggam erat celananya.

"Mama bilang lo ngajak pisah gue karena lebih tertarik sama tawarannya, itu benar?"

Tasya menggeleng tegas. "Enggak! Aku nolak tawaran itu, aku benar-benar nolak itu, Anas."

"Terus kenapa lo minta pisah?" tanya Anas lugas.

"Karena .... " Tasya terdiam kaku. Kenapa dia meminta pisah dulu. Tasya tidak berpikir panjang saat meminta hal itu. "Aku tau dari awal kehadiran aku udah menghalangi jalan kamu. Pernikahan terpaksa yang tidak disetujui kedua pihak–"

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang