Bagian 37

39 1 0
                                    

"Lo nggak masak lagi?" Kalimat itu menyambut Tasya yang baru saja masuk rumah dengan sebuah totebag ditangannya.

"Kemarin aku masak."

"Sekarang?"

"Kamu kira aku mau masak lagi? Kamu minta aku masak kemarin dan berakhir aku buang. Kenapa aku harus masak lagi?"

Anas menatap Tasya tak percaya. Cuman karena masalah itu. Bagi Anas itu masalah sepele, kenapa gadis itu mudah sekali tersinggung.

"Gua mau makan sekarang."

"Pesan online bisakan? Jangan kudet, internet sekarang udah canggih." Tasya tak menghiraukan perubahan ekspresi Anas, gadis itu berlalu menuju kamarnya. Tak sabar menikmati buku yang baru saja dia beli.

Haruskan Tasya berterima kasih kepada Arga. Pemuda itu sudah dengan baik hati menemaninya membeli buku-buku itu.

•••

"Hallo?"

Anas mengernyitkan alisnya tak paham, apalagi mendengar suara Kakeknya yang cukup tenang. Anas tahu tabiat Kakek, mencoba tenang saat ada sesuatu masalah yang cukup sulit.

"Apa hubungannya sama Anas, Kek?"

Anas diam cukup lama mendengar jawaban kalimat dari Kakek.

"Harus banget sekarang? Anas lagi males keluar rumah."

•••

Nyatanya meskipun malas, pemuda itu tetap mengunjungi Kakeknya di rumah sakit.

Pemuda itu melajutkan jalannya saat melihat sosok yang sangat familiar di matanya.

"Kenapa?" tanya Anas sesaat setelah berhadapan langsung dengan Kakek.

Kakek Suryo menghela napas, memilih menepuk pundak Anas daripada menjawab pertanyaan cucunya. Kakek menggerakkan dagu pada belakang Anas.

Anas menoleh.

Brenda mengusap kasar air matanya saat melihat tatapan datar Anas. Wanita itu berdiri, sedikit menunduk. "Saya mohon, kali ini saja. Penyakit Starla kambuh, dia punya permin–"

"Kakek, Anas pamit." Pemuda itu sudah akan melangkah meninggalkan rumah sakit.

Anas sedikit terhuyung, memegang perutnya yang baru saja ditendang Fajar.

"Manusia macam apa kamu? Hewan? Serangga? Nggak punya hati!" sentakkan itu membuat Kakek Suryo memijat keningnya.

Astaga. Mereka melakukan kesalahan besar. Kakek sudah mewanti-wanti agar mereka berdua bisa membicarakan permintaan mereka kepada Anas secara baik-baik.

Dirinya sudah bersedia menelpon Anas dan menyuruhnya ke rumah sakit, tanpa menyebutkan keperluan ataupun alasannya. Karena Kakek yakin, jika Anas tahu bahwa dia diperintah datang kesini demi Starla, pasti pemuda itu akan menolak keras.

Dan sekarang Fajar membuat Anas semakin sulit menuruti perintahnya.

Anas menggeleng dengan kekehan sinis. "Begini cara seekor anjing meminta bantuan? Bahkan anjing sungguhan akan memohon dengan baik saat kelaparan."

Fajar menggeram kesal. "Jaga ucapan kamu!"

Kakek menghela napas pelan, melangkah maju di antara Fajar dan Anas. "Kalian berdua itu anak dan Ayah, apa tidak bisa akur? Kamu juga Brenda bukannya dipisah malah diam."

"Anas bukan anak anjing, Kek."

"ANAS!"

Anas melengos, bentakan Brenda masih menjadi sesuatu yang membuat hatinya berdenyut. Sampai kapanpun, Anas tetap selalu salah di mata Brenda.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang