Bagian 33

37 1 0
                                    

"ANAS!"

Suara teriakan nyaring itu berhasil mengalihkan perhatian seluruh penghuni kantin, mereka berbondong menoleh demi melihat siapa gerangan yang berani berulah di wilayah kantin, wilayah yang  digunakan untuk bersantai.

Meja yang Anas tempati serempak mengedikkan bahu, tak peduli dengan Feral yang berjalan tergesa menghampiri Anas.

Gadis itu menarik paksa kerah leher Anas, membuatnya berdiri berhadapan.

Suara tamparan membuat warga kantin menutup mulut shock.

"Maksud lo apa?" tanya Anas datar. Tidak berpaling meskipun wajahnya sudah merah karena tamparan.

"Lo apain Saquel ba*****!"

"Lo ke sini marah-marah dan nanyain hal nggak jelas sama gue?" Anas terkekeh sinis. "Lawak!"

"Tinggal jawab aja kenapa? Lo buat Saquel nangis di belakang dan sekarang lo berlagak nggak bersalah?!" Feral menunjuk Anas tepat di dada, menyalahkan. "Cowok gila!"

Warga kantin kembali dikejutkan dengan suara tamparan. Kali ini berasal dari Tasya. Gadis yang sedari tadi diam itu kini bergerak, tak terima suaminya ditampar di depan umum.

"Ada masalah sama gadis yang kamu bilang tadi? Semua itu bukan  salah Anas. Kalo kamu marah dan nggak terima, lawan aku, karena aku yang buat dia nangis!"

"Lo–!"

"Apa? Berani tampar cowok, biar apa coba aku nanya? Biar nggak dapet balasan, oh atau biar Anas bales dan kamu bisa ngatain Anas pengecut yang berani main tangan sama perempuan?" Tasya menarik sebelah bibirnya, tersenyum mengejek. "Trik murahan!"

"Si***n!"

Tasya menggenggam tangan Feral yang melayang diudara siap menampar pipinya. "Kenapa sih marah-marah? Bilang baik-baik sini."

Feral mengatur napasnya yang memburu, gadis itu menatap Tasya penuh benci. Berusaha mengendalikan emosinya yang kembali membara karena ucapan Tasya barusan. Harga dirinya tercorang.

"Kenapa Saquel bisa nangis sampai demam? Lo apain dia?!"

Tasya menaikkan satu alisnya, mengabaikan tatapan kaget dan kagum dari Anas, Abigail, Hendra, Awan, Dian, Carnia, Aril, Fero dan Giral. Mereka berkumpul bersama saat ini.

Gadis itu bersedekap dada sebelum menanggapi. "Aku buat dia nangis atau dia sendiri yang merasa tersakiti?"

Feral terdiam, tak terlalu mengerti arah pembicaraan Tasya. Apalagi dia memang tidak mendengar penjelasan Saquel, hanya langsung menyalahkan Anas yang memang selama ini paling banyak menyakiti hati sahabatnya.

"Aku jelasin dari awal. Dia ngajak aku taruhan buat dapetin Anas, padahal dia sendiri tau kalo aku pacarnya. Gimana kalo kamu diposisi aku, pasti kamu tolak, kan? Kalo orang yang ngajak taruhan sama kamu ngeyel kamu marah, kan? Aku cuma membela hak aku, mempertahankan hubungan aku sama Anas!"

Belum sempat Tasya mendapat jawaban dari Feral, gadis itu sudah ditarik Anas keluar kantin.

Apakah Tasya salah, membela suaminya?

Kenapa raut Anas terlihat menyeramkan. Wajah pemuda itu mengkerut dalam, memerah menahan amarah. Tangannya mencengkram erat pergelangan tangan Tasya, sementara tangan sebelahnya mengepal erat.

"Jangan buat ulah si****!"

Tasya menatap tak percaya kearah Anas. "Aku bela kamu. Apa itu salah?"

"Salah besar! Lo tau, ngurusin manusia kayak dia nggak guna justru lo akan semakin diincar sama Feral!"

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang