Bagian 13

28 2 0
                                    

Tasya menoleh ke kiri kanan, menanti motor yang dia kenal berhenti di depannya. Setelah Anas mengirimkan dua kata kepadanya, Tasya tersenyum hingga kini. Apalagi mengingat sudah satu minggu lebih Alda tidak membullynya. Bukan berarti dia kangen, hanya saja dia sedikit merasa aneh.

Tidak mungkin gadis itu melepaskan Tasya begitu saja.

"Hai," sapa Arga. Pemuda itu sudah berdiri di samping Tasya.

"Oh, Arga. Nunggu jemputan juga?" tanya Tasya masih memperhatikan jalan, menunggu motor Anas.

Pemuda itu seminggu ini selalu bersamanya, menemaninya ke segala tempat. Meskipun tidak sekelas, namun Tasya selalu menemukan pemuda itu sudah bersedia di depan kelasnya. Basa-basi akan menemaninya kemana saja tempat yang Tasya inginkan di sekolah ini.

Awalnya juga aneh, selama dua tahun tidak ada seorangpun yang mendekat untuk berteman dengannya. Namun pemuda itu terlihat gencar menemaninya kemana saja. Bahkan menawarkan diri untuk selalu memesankan makanan.

Mulai saat itu juga, Arga, Tasya anggap sebagai temannya. Berkat dia juga Tasya terhindar dari Gamma, tidak terhitung berapa kali saat Tasya berpapasan dengan Gamma, Arga selalu membisikan kalimat yang tidak Tasya ketahui.

Gamma memasang wajah masam setelah mendengar itu. Menunjuk Tasya dengan muka merah padam. "Awas aja lo kalo berani!" ancamnya kala itu pada Tasya, menunjuk Arga dan Tasya dengan menantang. Setelahnya dia pergi sebelum sempat menghina atau merendahkan Tasya.

Itu terlalu aneh. Namun sangat Tasya syukuri.

"Enggak. Gue bawa motor, lo nunggu jemputan?"

Tasya menatap ponselnya, mengecek apakah ada pesan baru dari Anas. "Iya. Tapi kok belum ada ya," herannya.

"Mau bareng gue?" tawar Arga.

Tasya tersenyum cerah, menoleh pada pemuda di sebelahnya sebelum jarinya teracung menunjuk sebuah motor yang berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Itu motor Anas.

"Itu udah di jemput, aku duluan. Hati-hati ya!" Tasya melambai, sebelum berlari kecil ke arah Anas.

"Tumben kamu mau jemput ak–" Tasya menutup mulutnya. "Muka kamu kenapa bisa babak-belur begini?" tanyanya kala melihat muka Anas penuh luka saat pemuda itu sudah membuka helmnya.

"Lo tunggu sini dulu, gue ada urusan sebentar." Anas menepuk kepala Tasya sekali, berjalan menghampiri Arga yang menatapnya heran.

"Anas? Lo ada hubungan apa sama Tasya?"

Anas tersenyum miring, mendekatkan mulutnya ke telinga Arga. "Gue suruh lo ngelindungin dia, bukan ngedeketin dia!"

"Gue?" Arga menunjuk dirinya sendiri sebelum menengok melihat Tasya yang sudah duduk di jok motor Anas. "Lo nyuruh gue jagain Tasya tapi lo cemburu gue deketin dia." Arga terkekeh sinis. "Jangan suruh gue kalo gitu." Pemuda itu berlalu setelah melambai kepada Tasya. Gimana dia bisa ngelindungin Tasya kalau dilarang mendekati gadis itu.

"Gue cemburu?"

•••

"Kenapa bro?"

"Apanya?"

"Muka lo masam banget, what happen?"

Pemuda yang ditanya itu mendengus malas, menatap beberapa orang yang duduk di sana.

"Gue kehilangan mangsa," keluhnya malas.

Rendy menghembuskan asap rokok yang tersemat di bibirnya. Pemuda itu menatap Gamma intens sebelum terkekeh ringan. "Lo bisa kalah juga ya."

"Sialan kalo bukan karena Anas, dia pasti udah jadi budak gue selamanya." Gamma mengeluh. Ucapannya barusan membuat Rendy membuang puntung rokoknya dan menginjak hingga api yang membakar, padam seketika.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang