Bagian 34

43 1 0
                                    

"Kakak!"

Anas semakin menggenggam erat sendok dalam genggamannya, muak mendengar panggilan itu.

Dia tidak memiliki adik.

Starla bertumpu tangan dengan lutut, mengatur napasnya yang memburu. Gadis itu mengangkat wajah dengan senyum tipis, menyodorkan bekal bergambar mickey mouse kearah Anas.

"Starla ada sandwich buat Kakak, dimakan ya?"

Anas mendecih sinis kearah samping, menatap tak minat wajah lugu Starla.

"Kak?"

Starla mengerutkan dahinya, apalagi melihat tatapan teman Anas yang menatapnya segan.

Abigail menatap Starla lamat-lamat. Sementara Awan dan Dian memandang Starla dengan canggung, takut berbuat salah hingga terkena imbas dari keluarga Arendra. Hendra sendiri hanya fokus makan, tak berniat ikut campur.

Starla mengulurkan tangannya, hendak menyentuh pundak Anas, namun segera dihentikan oleh pertanyaan Abigail.

"Nama lo Starla, kan?"

"Iya."

"Bisa pergi, kita nggak nyaman sama kehadiran lo." Bukan, Abigail tidak menginginkan berkata seperti itu. Pemuda itu hanya takut Starla terkena luapan amarah Anas, namun pemilihan katanya tidak pas.

Starla terdiam, gadis itu justru duduk di sebelah Anas.

"Kalian siapa ngatur-atur? Kak Anas yang Kakak aku aja nggak pernah komen."

Mereka terdiam, Kakak?

Anas berdesis geram. Berusaha menahan amarahnya. Pemuda itu menekan sendok ke mangkok baksonya.

"Kak dimakan ayo, apa mau Starla suapin?" Tangan Starla terangkat, menyodorkan sandwich ke depan wajah Anas.

Tangan Anas terkibas. Menyentak bekal dan tangan Starla.

"Diam!" bentaknya.

"Lo siapa? Kita nggak kenal! Jangan pernah berani nunjukin muka di depan gue lagi, si****!"

Starla terdiam mendengar ucapan Anas, gadis itu menggeleng lirih.

"Starla udah bujuk Mama sama Papa. Mereka mau, keinginan Kakak akan terkabul. Starla udah berusaha mati-matian untuk itu, jadi ayo Kak Anas, pulang," rayunya.

Anas terkekeh sinis. Daripada dirinya disiksa secara batin di mansion Arendra lebih baik Anas direpotin sama Tasya.

Yah setidaknya lebih baik, bukan benar-benar baik.

"Ogah! Gue nggak kenal, jadi kenapa gue harus mau?"

"Semua. Semuanya udah nerima Kakak, mereka mau Kak Anas pulang. Mereka udah Starla bujuk, mereka  nggak akan nyakitin Kakak lagi." Starla sudah meneteskan air matanya, dan Anas membenci itu. Air mata palsu! Air mata yang menggantikan perannya. Anas anak mereka dan itu tersisih oleh kehadiran Starla.

Hendra maju, pemuda itu berhadapan langsung dengan Starla. Apalagi kondisi sudah tidak teratur. Hendra hanya khawatir Anas kumat. "Lo bisa pergi nggak? Atau mau gue cariin meja kosong?"

"NGGAK! Kalian semua nggak tau apapun! Starla itu adiknya Kak Anas. Kak Anas bagian dari keluarga Arendra, dia anaknya Mama sama Papa! Dan kal–"

Suara tamparan terdengar disegala penjuru kantin.

"S***** JANGAN SEBAR FITNAH AN****!"

Gadis itu terduduk di lantai. Memegang pipinya yang terasa perih. Mendongak sendu memandang Anas. "Kak?"

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang