Bagian 53

16 1 0
                                    

Suasana kembali hening, setelah ucapan Britta membuat mereka semua terdiam.

Tangan Anas melemah. Tatapan mereka semua kosong sesaat. Isakan Ella yang mendominasi tadi kini juga berhenti mendadak. Gadis itu masih mencoba mencerna.

Ella menggeleng pelan. "Nggak. Nggak mungkin."

"Gimana perasaan Mira saat tahu lo lebih belain orang asing daripada dia yang sahabat lo sendiri?!" Britta semakin menarik kerah Ella hingga tercekik.

Namun Ella seolah mengabaikan rasa sakitnya dan menatap Amirati dengan tatapan tak percaya.

Gadis di atas brankar itu masih menunduk sembari meremat selimutnya.

"LO YANG NGGAK BISA PAHAM PERASAAN SAHABAT LO SENDIRI SI****!" teriak Britta menghempas tubuh Ella. Membuat tubuh ringan itu hampir timbun jika tidak ditahan oleh Anas.

"Mir, bener?" tanya Galaksi tak kalah shock.

Nolan dan Jendra membuang wajahnya. "Kita udah janji buat nggak bawa perasaan di sini. Lo ngehianati perjanjian itu, Mir."

"Nolan bener. Lo udah buat perasaan yang terlarang di sini," sahut Jendra.

"Terserah, deh. Mau Morgan geng bubar juga gue udah nggak peduli! Gue bener-bener kecewa!" Vino menendang tempat sampah di sebelahnya.

Britta menatap tak percaya mereka semua. "Kalian–"

"Stop, Bri!" Anas bangkit. Pemuda itu menahan lengan Britta yang hendak memberi peringatan. "Nggak ada yang salah di sini. Lebih baik kita bicarain ini baik-baik. Komunikasi itu lebih penting sekarang."

Anas menatap Amirati sejenak. "Mir?"

"Gue nggak tau! Gue nggak tau! Perasaan ini yang salah. Hati gue yang salah! Gue yang lemah! Gue yang salah di sini! Bukan Ella, bukan juga istri lo, Nat! Gue ngaku salah!" Gadis itu menggeleng beberapa kali.

"Perasaan ini hadir sendiri tanpa bisa gue cegah. Gue nggak tau sejak kapan gue mulai suka sama lo, Nat. Cuman gue nggak terima waktu denger lo udah nikah. Gue yang ancem Tasya buat jauhin lo, karena gue kira lo berubah! Lo udah nggak seperhatian kayak dulu ke gue karena Tasya. Dan gue nggak suka itu."

"ITU KARENA TASYA ISTRI ANAS GO****! LO CUMAN SAHABAT YANG NGGAK TERLALU SPESIAL BUAT ANAS! TASYA YANG WAJIB DAPET PERHATIAN PENUH DARI ANAS, BUKAN LO! SADAR POSISI LO CUMAN SAHABATNYA!" teriak Ella menunjuk-nunjuk Amirati.

"MIRA YANG LEBIH LAMA DI HIDUP ANAS DARIPADA ISTRINYA, ELLA!" bela Britta.

"TAPI TASYA YANG AKAN NEMENIN ANAS SAMPAI DIA MATI! TASYA YANG NEMENIN ANAS LEBIH LAMA DI MASA DEPAN DARIPADA KITA!"

"Kalian bisa diem?!" bentakan Anas membuat Ella dan Britta yang berdebat terdiam. Bahkan Amirati yang menangis sesegukan ikut terdiam.

"Mira, gue mohon lo hapus perasaan lo buat gue, gue yakin lo bisa dapetin orang lain yang lebih pantas. Tepati janji kita dulu sama Bang Morgan. Jangan bawa perasaan di dalam hubungan persahabatan kita." Anas menarik napasnya dalam. Pemuda itu menghampiri Amirati, mengelus punggungnya. "Lo pasti bisa. Gue yakin itu bukan perasaan sayang sebagai kekasih, tapi itu perasaan sayang lo sebagai adik gue."

Amirati mengangkat wajahnya menatap Anas. Anas balas tersenyum tipis.

"Gue akan jauhin Tasya sementara waktu, karena dia juga yang minta, katanya mau fokus bimbingan kalo menang. Tapi gue tetep akan balik sama Tasya setelah masalah ini selesai. Dan gue harap kalian nggak ngelarang gue dengan alasan yang nggak ngotak."

"Gue nggak maksa kalian buat suka sama istri gue, terserah kalian kalo Tasya nggak cocok menurut kalian. Tapi bagi gue Tasya adalah sosok istri idaman yang gue harapin. Dia bisa menuhi semua keinginan gue bahkan dia bisa jadi pendengar yang baik kalo gue ada masalah. Tasya banyak bantu gue waktu gue dapet masalah. Jadi biarin gue tetep sama Tasya setelah masalah ini selesai."

"Ada yang keberatan?"

Mereka semua terdiam sejenak.

Hingga suara Amirati yang pertama kali menyahut. "Gue setuju. Sorry guys! Gue kayaknya terlalu anggap serius masalah ini, mungkin Natan bener, kalo rasa sayang gue hanya sebagai adik buat kakaknya. Gue akan coba buat lebih ngerti dan nggak salah ngartiin perasaan gue."

"Gue juga setuju. Dan gue harap juga setelah ini kita bisa balik lagi kayak dulu," tambah Ella. Gadis itu berdiri dengan senyum yang kembali cerah.

"Gue setuju." Galaksi turut mengangguk. Diikuti Jendra, Vano, dan Nolan.

"Bri?" Gabritta menghela napas pelan sebelum mengangguk.

"Gue juga setuju."

Anas tertawa pelan. "Nah gini, kan enak."

"Jangan bawa perasaan lagi ya, guys!" canda Ella membuat Amirati melempar ponselnya.

"Apasih, Ell. Gue cuman salah paham aja. Jangan jadi canggung ya setelah ini."

Mereka terkekeh pelan sebelum mengangguk.

"Btw udah nggak akan ada huru-hara lagi, kan?" tanya Ella.

"Semoga," ucap Britta lempeng.

"Lo kenapa sih, Bri? Tadi aja cerewet banget sekarang mendadak cool gini?" Ella memincing menatap Britta curiga.

"Mata lo cerewet!"

•••

Tasya menatap surat di tangannya dengan manik berbinar cerah. Setelah penantian dua puluh empat jam akhirnya surat keputusan keluar. Dan Tasya dinyatakan lolos dengan nilai tinggi, meskipun tidak terlalu tinggi. Fakta bahwa Adit juara berturut tidak akan pernah Tasya sanggah.

Gadis itu menyalimi tangan guru konseling. "Makasih Banyak, Pak."

"Ini hasil kerja keras kamu, Nak. Untung salah satu guru merekomendasikan kamu, jika tidak, mungkin nama sekolah kita hanya akan berhenti ditengah jalan." Guru itu tersenyum lebar. Seolah bersyukur atas kehadiran Tasya di sekolah ini.

Dulu nilai Adit yang paling tinggi, mau mengalihkan pun nilai pemuda itu tetap paling tinggi, belum ada yang bisa mengalahkan. Semua guru sudah pasrah, tahu akan bagaimana endingnya nanti. Tapi sekarang mereka menaruh harapan lebih pada murid yang menang kali ini.

"Waktu kamu nggak banyak. Sisa 2 hari untuk tingkat lebih tinggi. Kamu bisa tetap membawa materi ini karena urutan penyeleksi sama seperti yang kita lakukan. Tapi akan dibantu oleh guru mata pelajaran untuk lebih menyempurnakan."

Tasya mengangguk semangat beberapa kali. "Siap, Pak. Terima kasih banyak."

Gadis itu keluar dari ruang konseling dengan senyum lebar. Tak sabar memberitahu berita ini kepada Anas. Namun melihat pemuda itu dari kejauhan sedang asyik bersama teman-temannya membuat Tasya urung menghampiri.

Gadis itu lebih memilih menyimpan dan memberitahu jika ada kesempatan. Lagian juga Anas jarang pulang sekarang, tadi malam saja pemuda itu chat bahwa tidur di rumah salah satu temannya, Galaksi.

Sudahlah, lagian Tasya yang meminta Anas menyelesaikan masalahnya.

•••

See you next chapter❤️‍🔥❤️‍🔥

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang