Bagian 38

46 1 0
                                    

Brenda menyambut Anas dengan rentangan tangan lebar. Wanita itu terlanjur gembira mendengar Anas akan tinggal di mansion keluarga Arendra. Hal itu menjadi peluang bagi mereka merebut kembali hal yang seharusnya jatuh kepada mereka. Melalui Anas sebagai perantara.

Apakah gadis itu jual mahal. Dengan mengatakan tidak aslinya mau. Hem mungkin saja. Baiklah Brenda akan memberikan hadiah untuk gadis itu.

Anas mengabaikan rentangan tangan Brenda. Pemuda itu mengelos pergi menuju salah satu sepupu perempuannya yang menatap penuh kebencian.

"Santai aja, gue cuman mau bantu lo tetap jadi kaya. Setelah itu gue pergi." Anas berlalu menuju lantai atas, dipimpin oleh seorang bodyguard.

•••

Seorang wanita paruh baya yang berumur 70-an menggeram marah.

"Kenapa anak itu kembali?"

"Saya tidak tahu," jawab pelayan pribadinya pendek.

Wanita itu tersenyum licik. "Baiklah sepertinya mereka mau menjadikan anak itu bahan percobaan. Siapkan kejutan berharga buat cucu laki-laki saya," perintahnya. "Satu-satunya."

•••

"Saya mengadakan acara makan besar di sini, sekaligus sebagai acara menyambut cucu laki-laki saya yang menghilang entah ke mana."

Anas tersenyum miring, "Iya nih, Nek. Saya mantan pemulung di perumahan elit. Senang bisa diajak makan besar sama keluarga terhormat seperti kalian."

"Khusus untuk kamu, panggil saya, Oma. Saya tidak mau disamakan panggilannya dengan mantan Nenekmu yang meninggal itu. Oh iya satu lagi, saya tidak akan mau berkorban nyawa seperti Nenek kamu hanya demi kamu." Oma tersenyum mengerikan. "Jadi jaga dirimu baik-baik."

Daripada mengingat kenangan buruk yang mampu membuatnya demam, Anas lebih tertarik dengan ucapan Omanya. Kenapa langsung bawa-bawa nyawa sih? Bisa orientasi dulu nggak? Perkenalan misalnya? Anas baru awal masuk loh ini.

Para pelayan yang menggunakan pakaian kerjanya sigap mengantarkan makanan, menata ke meja.

Seorang koki pria menaruh gelas disetiap bagian kanan dari masing-masing anggota.

Melihat Omanya mulai makan, mereka juga turut memakan hidangannya dalam diam.

Anas menatap air tehnya dengan tatapan sulit. Kenapa terlihat sangat keruh, dan ini berbeda dengan milik sepupunya yang juga dihidangkan teh. Pemuda itu mengambil gelasnya, belum juga menyentuh bibir, Anas segera menjauhkan gelasnya. Astaga dia paham sekarang.

"Aduh Oma jadi ini sambutannya? Anas nggak bisa ngerasain Oma, karena Anas nggak bisa tertipu sama jebakan Oma kali ini." Anas menatap Omanya sok sedih. Memasang wajah pura-pura bersalah.

Pemuda itu memanggil salah satu pelayan dan memintanya untuk mencoba minumannya. Pelayan itu menurut, tak memiliki keberanian untuk membantah.

1 menit setelah tertelan habis, tubuh yang hendak berbalik itu mengalami kejang, sebelum busa keluar lewat mulutnya. Mata pelayan itu terbuka dalam keadaan meninggal dunia.

Brenda menggebrak meja. "SIAPA YANG MEMBUAT MINUMAN ITU?!"

Hening. Para pelayan dan koki terdiam, enggan untuk menjawab.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang