Bagian 43

28 1 0
                                    

Hei yo!🤩

Makasih yang udah sempetin buat baca. I am proud of you❤️‍🔥

Have fun and here we go!

•••

Suara pukulan di parkiran mengalihkan perhatian siswa-siswi di sana. Mereka beralih fokus saat mendengar pukulan dan umpatan dari ketua basket.

Sejenak keadaan hening. Mereka berbondong mengelilingi koridor agar dapat melihat secara jelas kejadian di parkiran.

Tasya menutup mulutnya shock. Membantu Anas untuk berdiri. Mereka baru saja sampai dan turun dari motor. Namun kehadiran seseorang yang langsung memukul Anas membuat Tasya terdiam sejenak. Tasya memang berangkat bersama, karena Anas kemarin malam tidur di rumah mereka.

"PENGHIANAT! ANAS LO BA******! MANUSIA HINA!" Adit berteriak lantang, dan ucapannya mampu didengar oleh seluruh penghuni sekolah.

Adit baru mengetahui ini setelah kemarin malam, Abigail memberikan laporan jika ada empat orang yang resmi keluar dari Cornelord.

Anas membalas memukul Adit. Pemuda itu hanya membalas sesuai dengan jumlah pukulan Adit kepadanya. "Kalau bukan karena lo, gue nggak akan pernah jadi penghianat, si****!" ucapnya pelan. Takut akan didengar banyak orang.

Anas tidak sebodoh itu untuk mengumbar aib orang lain di depan umum.

"Lebih baik gue 'kan daripada lo yang berperan buat Cornelord justru lo yang berkhianat!"

"Nggak ada yang lebih baik dari pembunuh dan penghianat!"

Ucapan Anas memang terdengar tenang, namun bagi Adit terdengar meremehkan. Pemuda itu kembali tersulut emosi.

"GUE BUKAN PEMBUNUH SIAL!" teriak Adit lantang. Tanpa memperdulikan tatapan para siswa, Adit kembali menerjang tubuh Anas, kali ini Anas berhasil dengan lihai menghindar.

Dian yang menonton bersama yang lain disisi seberang parkiran membuang muka. Tidak ada yang berbeda dari Anas menurutnya, sama-sama masih hebat.

Sebenarnya saat ini, Anas ingin menyampaikan segala unek-uneknya kepada pembunuh di depannya, namun kondisi masih ramai. Meski dalam keadaan menghindar, pemuda itu masih sempat memperhatikan Tasya yang menggigit bibir resah.

"Gue pastiin lo nggak akan pernah bisa gabung Cornelord sekalipun lo ngemis ke gue!"

"Nggak akan!" ucap Anas yakin.

Anas memukul rahang Adit telak. Membuat pemuda itu terdiam memegang rahang bawahnya.

Adit terkekeh sinis, masih sama. "Tunggu penyesalan lo!"

Anas terdiam menatap sulit ke arah punggung Adit, jangan menunggunya menyesal. Karena detik ini juga penyesalan itu sudah menghantui Anas. Pemuda itu mengalihkan pandangannya pada teman-temannya.

Biasanya, Anas akan langsung menghampiri mereka, atau berada di sana bersama mereka, namun kini mereka semua berjalan meninggalkannya, sendiri.

Genggaman di tangan kanannya, membuat Anas kembali sadar.

"Aku di sini."

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang