Bagian 25

79 3 0
                                        

Anas memang mengurung dirinya seharian, tanpa sarapan, makan siang dan makan malam. Pemuda itu hanya akan menatap langit cerah entah dari dalam kamar atau di luar balkon. Anas sesekali memainkan gitarnya, memetik asal atau menyanyikan sebuah lagu yang sangat pas dengan keadaannya yang sekarang.

Bersenandung pelan dan mulai membuka laptopnya, iseng membuka website tentang keluarga yang membuatnya seperti ini.

Tatapan pemuda itu terfokus pada satu berita yang lumayan menggemparkan namun sudah tabu baginya.

The Power Of Woman : Prestasi membanggakan dari keturunan Arendra berpotensi meningkatkan bisnis keluarga.

Anas tersenyum miring, ya ia akui keturunan Arendra memang sangat power untuk mengembangkan nama keluarga. Satu lagi yang berhasil menarik perhatian Anas.

Fakta Keluarga Arendra : Netizen dibuat bingung oleh pewaris keluarga Arendra jika semua keturunannya seorang perempuan.

"Ada yang sadar juga ternyata." Pemuda itu menutup laptopnya asal, tanpa menekan tombol shut down atau power. Terlanjur muak mendengar nama keluarga itu. "Keluarga kok isinya baj***** semua!"

Suara dering ponsel membuat Anas melirik sekilas, nomor tidak dikenal. Namun itu bukan nomor yang biasanya menerornya, ini asing lagi.

08_______

Hey Cornelord.
Geng sampah! Yang diagungkan masyarakat tanpa tau kebejatannya. Menyandang gelar geng yang pernah membunuh, dan lagi, kenapa kalian mau memelihara pembunuh di geng yang bisa maju kapan saja? Gue tau semuanya lebih daripada kalian, tapi gue nggak akan mau ungkap hal itu. Bukannya itu aib bagi geng sampah ini?

Mau adu kekuatan sama Gurgle?
Raja sebenarnya akan menghadap kalian!
Imposter dibalik gelar penguasa!
Pembunuh sialan!

Satu lagi. Temui Raja jalanan sesungguhnya malam ini. 22.00, lapangan Senopati.
See you imposter!

Anas menggenggam ponselnya erat, mengepalkan tangan penuh dendam. Wajahnya sudah memerah padam. Kejadian itu. Kejadian yang membuatnya kehilangan peran seorang abang, ia akui ada pembunuh di Cornelord. Namun dia tidak suka atas hinaan nomor asing ini kepada Cornelord.

Dan lagi dia belum mau membahas tentang pembunuhan beberapa tahun silam, secepat ini. Dia sudah terlanjur nyaman berteman dengan beberapa anggota Cornelord selain dia.

Masa bodoh dengan segala tekadnya dulu, sekarang dia berubah pikiran.

"Gurgle?" Anas tersenyum miring beberapa detik sebelum berubah datar. Jangan pernah anggap sepele hal-hal ini. Apa yang kamu anggap aman, justru itu racun paling mematikan yang dapat menghancurkanmu kapan saja. Rasa waspada tidak boleh lepas, jangan terlalu percaya diri. Siapa yang merasa menang sesungguhnya dialah yang kalah lebih awal.

•••

Anas memakai hoodie abunya, menatap jam yang menunjukan pukul 21.00. Satu jam sebelum jam pertemuannya, dia memutuskan hadir seorang diri. Tidak mau anggota lain mengetahui gelar pembunuh yang tersemat di Cornelord karena kejadian beberapa tahun silam. Dan lagi, dia butuh penjelasan secara pribadi tentang masalah ini, ia rasa Gurgle memiliki informasi yang tidak dia dapat.

Apalagi mengingat kejadian pembunuhan beberapa tahun silam membuat Anas menggeram maram. Otot leher pemuda itu mengencang. Anas menuruni tangga dengan terburu, wajahnya masih menampilkan ekspresi datar.

Tasya yang hendak memasuki kamarnya terhenti, menghalangi langkah Anas. "Eh kamu mau kemana? Ini udah malem."

"Bukan urusan lo. Minggir!"

"Nggak sebelum kamu kasih tahu aku." Tasya menggeleng. Gadis itu masih berdiri tegak dengan keyakinan tak akan menyingkir.

Anas yang sudah terlanjur geram dan suasana hatinya yang sudah buruk sejak kemarin, mendorong Tasya hingga terantuk dinding.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang