Bagian 54

37 1 0
                                        

Anas menatap makhluk kecil yang berlari dengan tangan saling menepuk. Senyum lebar hingga memperlihatkan gigi-gigi kecilnya, membuat Anas tersenyum geli. Pemuda itu berjongkok, siap menerima pelukan dari anak kecil berusia 3 tahun itu.

Bintang, bocah tiga tahun yang merupakan adik dari Galaksi.

"Kakakak."

"Hm?" Anas menggendong gadis kecil itu menuju gazebo kecil yang terletak di depan rumah Galaksi.

Pemuda itu memangku Bintang dengan tangan yang asyik mengunyel-unyel pipi gembul anak itu.

"Lama banget gue nggak ketemu lo."

"Setahun doang, Nat." Amirati berseru. Gadis itu berbaring tengkurap sembari bermain ponsel, berucap tanpa menoleh.

"Dulu gue pergi masih jalan sempoyongan. Eh sekarang udah lancar aja," kekeh Anas.

"Kan tumbuh dan berkembang, lo gimana sih?" ucap Nolan.

Anas memutar matanya malas.

"TOLONGIN GUE WOI!" teriakan Jendra mengalihkan perhatian mereka semua.

Pemuda itu berlari sembari membawa minum di tangan kiri, sementara tangan kanannya membawa boneka teddy.

"GAL ADEK LO NGAMUK!"

Galaksi yang namanya disebut, berdiri, menghampiri Jendra yang masih dikejar-kejar oleh adiknya.

"Angkasa!" Pemuda itu menarik kerah belakang Angkasa lumayan kuat. Membuat langkah kaki kecil itu mundur beberapa langkah. "Jangan nakal! Ibu nggak pernah ngajarin."

"Dia dulu yang ganggu aku. Dia ambil mainan Bintang." Tangan kecil itu masih teratung-atung membawa robot untuk dilemparkan kepada Jendra.

Galaksi menyentil kening adiknya, "Dasar!"

"HUA!" Angkasa berjongkok, menangis dengan memegang dahinya. "Cakit! Abang idiot!"

Galaksi melotot tajam, dari mana adiknya ini dapat kosa kata seperti itu?

Jendra tertawa ngakak mendengarnya. "Idiot nggak tuh."

Nolan ikut menggeleng prihatin, "Gue jadi Galaksi udah kena mental."

"Untung anak gue nggak sebrutal Angkasa, ututu Bintang anak baik." Ella mendekat ke arah Anas, menggoyangkan lengan Bintang. Gemas sendiri dengan tubuh bulat itu, apalagi jika sedang jalan. Ditakutkan terpeleset dan menggelinding.

Amirati terduduk mendadak, menatap ponselnya dengan serius. Sedetik setelahnya, gadis itu berseru girang. "Wih, istri Natan pinter, cuy."

Spontan Ella merampas ponsel Amirati dan melihat rekaman debat.

Anas turut menggeser duduknya untuk melihat ponsel Amirati. Galaksi yang peka, mengambil alih tubuh Bintang.

"Gue mau lihat." Ella menyerahkan ponsel Amirati dengan suka rela. Setidaknya untuk membalas, Anas tidak dapat hadir juga karena mereka.

Anas mengamati itu dengan senyuman yang tidak luntur. Pemuda itu meremas ponsel Amirati untuk menyalurkan perasaannya yang membuncah.

Ella melirik Amirati dengan tatapan bingung. "Udah gila nggak sih?" bisik Ella.

Amirati hanya terkekeh pelan tanpa menjawab.

Gabritta memutar matanya jengah.

"Lo nggak ikut, Gal? Bukannya jurusan lo sama kayak Tasya?" tanya Nolan.

"Iya juga. Galaksi pinter, harusnya bisa ikut," sahut Jendra.

"Kalian gimana sih! Kita baru beberapa minggu sekolah sini, kalian berharap apa? Langsung dilirik guru gitu?!" Ella menjawab sewot.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang