Bagian 23

27 1 0
                                    

"Personil lo kurang 1 ya? Kemana?"

Abigail, Hendra, Awan, Dian, Carnia, dan Saquel menghela napas lelah. Secara tiba-tiba meja mereka didatangi oleh perempuan yang tidak mereka harapkan.

Feral menghampirinya dengan seorang gadis yang berdiri membawa susu kotak di tangannya.

Mungkin maksud gadis itu adalah Anas. Pemuda itu tidak masuk 3 hari tanpa keterangan. Mereka sudah bertanya, apalagi Hendra, namun respon Anas hanya satu. Malas.

Awan dan Dian bahkan sampai menghubungi Tasya, menanyakan tentang Anas. Namun gadis itu menjawab tidak tahu.

"Kenapa emang? Masalah buat lo? Enggak, kan? Mending diem, daripada lo ngomong terus dan berujung gue percaya sama opini gue kalo lo suka Anas!" Carnia nyerocos. Menyerobot Hendra yang sudah membuka mulut menjawab pertanyaan Feral.

Saquel yang duduk di sebelahnya melotot tajam. Menatap Feral penuh selidik. "Lo suka Anas, Fer?"

Carnia terkekeh pelan, menatap teman satu klubnya yang bermuka dua.

Saquel tahu, Anas tidak suka pada gadis yang agresif. Bahkan gadis itu sedikit terkejut mengetahui fakta bahwa Anas takut dengan gadis agresif. Carnia yang memberitahu. Makanya dengan pura-pura polos di depan Anas adalah salah satu cara Saquel menarik perhatian pemuda itu. Penuh pencitraan.

"Apa sih, gue cuman nanya. Lagian gue juga udah punya pacar!"

Saquel hanya membulatkan mulutnya.

"Harusnya lo tuh bilang makasih karna gue udah bantu lo ungkapin perasaannya walaupun akhirnya ditolak." Kekehan singkat dari Feral semakin menambah kecurigaan Carnia dan Saquel.

Saquel hanya menghela napas pelan.

"Adit mana Fer?" tanya Dian. Pemuda itu menatap Feral yang menggandeng tangan seorang gadis yang lebih pendek darinya untuk duduk, bergabung dengan mereka.

"Nggak tau, dia ikut seleksi olim."

Dian mengangguk paham, tak heran dengan bakat Adit di bidang pengetahuan. Pemuda itu memang aktif pada segala hal yang menyangkut dengan perhitungan. 

"Pertanyaan gue belum dijawab," tagih Feral pada Dian.

"Nggak tau, alpa," jawab Dian tak acuh.

"Btw itu siapa?" Hendra menggerakkan dagunya menunjuk seorang gadis mungil yang menusuk sedotan di kotak susunya.

"Sta, kenalan gih. Mereka temen gue." Feral menggoyangkan lengan gadis itu pelan.

"Kenalin nama aku Starlaisa Mentari Arendra, kalian bisa panggil ku Starla." Gadis itu tersenyum manis, sebelum meminum susunya, mengabaikan tatapan penuh minat dari beberapa warga kantin.

"Arendra cuy," bisik Awan, menyenggol lengan Dian.

"Sultan an***!" balas Dian berbisik.

"Lo keturunan keluarga Arendra?" Abigail yang semula menikmati pempek pemberian Dian, bertanya kepada Starla, sedikit tertarik dengan title keluarga Arendra.

Keluarga Arendra adalah penguasa bisnis. Dengan perusahaan yang memiliki brand terkenal, banyak digemari masyarakat. Bisnisnya meroket hebat, bahkan produknya berhasil di ekspor ke luar negeri. Nama Arendra tidak bisa ditandingi dalam segi tahta dan kasta. Setiap Prestasi yang keturunannya berikan berhasil meningkatkan nama Arendra.

Starla terdiam sejenak, menarik mulutnya dari sedotan. "Bisa dibilang gitu."

"Lah maksud–"

"Lo pesen apa Sta? Biar Carnia
pesenin." Feral memotong.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang