Bagian 28

37 1 0
                                    

"Mereka menikah bukan karena kesalahan. Saya yang menjodohkan mereka." Kakek Suryo melipat kakinya, menatap tajam ucapan tak senonoh dari anaknya.

Brenda itu ibunya Anas, Ibu kandung Anas, namun wanita itu justru memperlakukan anak kandungnya seperti anak pungut, dan memperlakukan anak pungut seperti anak kandung.

Kakek Suryo sampai heran, dia memang memberikan kasih sayang lebih kepada Brenda karena dia tahu istrinya disibukkan oleh pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Tapi dirinya tidak pernah mengajari Brenda untuk menyia-nyiakan anaknya di masa depan.

"Papa gila! Sekarang Papa tahu, kan, anak itu semakin brandal karena istri pilihan Papa! Apa Papa mikirin hal itu? Jawab Brenda Pa!"

"Cukup Brenda!" bentak Suryo, pria paruh baya itu berdiri, menatap nyalang pada anaknya. Anaknya berani meneriakinya, anak yang dia besarkan dengan sepenuh hati. Tatapan kecewa terlihat pekat dalam mata kelam milik Suryo.

"Pernah sekali kamu mengerti bagaimana sikap Anas? Perilaku Anas? Kebiasaannya? Makanan kesukaannya? Riwayat penyakitnya? Pernah sekali saja kamu paham tentang hal itu?" Kakek Suryo terkekeh remeh melihat keterdiaman anaknya.

"Istrinya Anas bernama Tasya. Dia gadis baik dari keluarga sahabat baik saya. Dia lebih tahu apapun tentang Anas daripada kamu, Ibu kandungnya sendiri!"

Brenda menggeleng pelan, menolak segala fakta yang terucap dari mulut Papanya. Dia semakin menaruh benci kepada anaknya sendiri.

"Gadis itu hanya gadis biasa! Gadis dari keluarga miskin, seperti Papa dulu sebelum bertemu Mama. Anas tidak cocok dengannya, Brenda mau kasih sayang Anas hanya untuk Starla. Adiknya!"

"EGOIS KAMU BRENDA!" Kakek Suryo memegang dadanya yang berdenyut sesak, menatap anaknya dengan air mata yang menggenang.

Dia tidak akan mengelak pada ucapan anaknya. Dia memang dari keluarga miskin, mendapat beasiswa kuliah di California dan bertemu dengan mendiang istrinya dari keluarga kaya raya. Dia diberi pekerjaan dan jaminan kehidupan yang lebih baik dari orangtua Clarie.

Tidak ada yang dapat dia sombongkan, semua harta yang dia miliki saat ini bukan asli miliknya, semuanya milik Anas. Tetapi akan Kakek beri saat masa itu tiba, masa kejayaan seorang Alanas.

Namun diam-diam Kakek menggunakan uang itu untuk keperluannya sendiri, sebagai bentuk kebaikan sosial. Mendirikan sekolah gratis khusus anak disabilitas, membiayai beberapa panti asuhan, memberikan pendidikan mahasiswa terbaik untuk melanjutkan kuliah di California.

"Apa yang salah Pa? Semua yang Brenda lakukan itu benar. Itu cara didik Brenda kepada An–"

"Dengan mengabaikannya? Menganggapnya orang asing? Membiarkan dia dibully oleh keluarga suamimu? Membiarkan psikisnya hancur karenamu? Itu yang kamu sebut cara mendidik?"  Kakek Suryo menekan manik matanya yang siap menumpahkan air mata.

Anas merupakan cucu kesayangan istrinya. Harta paling berharga yang istrinya khawatirkan disaat-saat terakhirnya. Istrinya bagaikan seorang budak yang tergila-gila dengan majikannya. Clarie memang terlihat obses kepada Anas, sebuah pengagungan selalu wanita itu berikan kepada Anas.

Setiap pewaris memiliki derajat tertinggi dalam keluarga. Mereka tidak boleh menunduk atau bahkan menurunkan harga dirinya di depan orang lain, meskipun masih keluarga. Akan tetapi, Clarie bersedia mencium kaki Anas kecil yang belum sah menjadi seorang pewaris. Hanya pada Anas, cucu kesayangannya.

Karena hal itu juga, Kakek begitu menyayangi Anas. Meskipun tidak setiap saat Kakek mampu menemani cucunya.

Namun justru anak kandungnya sendiri yang menyakiti hati cucunya, cucu kesayangan mendiang istrinya.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang