EPILOG

27 1 0
                                    

Anas menatap kantin dengan tidak minat, apalagi melihat banyaknya murid-murid yang membicarakan topik mengenai kejadian yang sudah terlewat beberapa minggu yang lalu.

Hendra menunjuk Anas dengan dagunya, menyuruh mereka semua untuk melihat. "Nas? Gue udah pesenin makanan kayak biasa, nggak lo makan?" ucap Hendra.

Anas hanya menggeleng, lebih tertarik menatap depan dengan pikiran yang bercabang.

"Yaelah, Nas. Tasya bakalan balik, tapi nggak tau kapan. Lo jangan galau gini kenapa, sih?!" Ella berseru geram. Aneh rasanya melihat pemuda yang hampir tidak pernah jatuh cinta itu kini menggalau lebay.

"Galau nih, galau," ledek Amirati tertawa pelan. Melakukan tos dengan Awan yang ikut tertawa.

"Siapa yang galau!" Anas mengelak.

"Lo!" Gabritta balas menjawab. Menatap Anas dengan senyum meledeknya. "Udahlah, aneh ngeliat lo gini. Jangan lebay! Tasya bakalan balik."

Anas mendengus malas mendengar ucapan mereka.

"Kasian." Jendra menggeleng lirih. "Udah kerja keras apalin lirik lagu, eh nggak jadi berguna."

Nolan terbatuk, mendengar ucapan Jendra. "Asem. Gue keselek." Pemuda itu menepuk dadanya sebelum menatap Anas dengan tawanya yang tertahan.

"Kasian udah susun kalimat eh nggak jadi." Auriella ikut serta.

Mereka tertawa saat melihat raut Anas yang berubah datar, dengan sorot tajamnya seperti biasa.

"Gue lebih baik ngeliat lo gini, daripada melow kayak tadi. Nggak cocok!" komentar Awan diangguki oleh Amirati.

Mereka kembali fokus pada makanannya diselingi dengan candaan, apalagi saat melihat Anas yang kembali memasang wajah menyedihkan.

•••

Anas melempar tubuhnya di atas kasur Tasya. Mencium aroma cherry blossom yang khas gadis itu gunakan.

"Gue kangen sama lo."

Anas menutup matanya, mengingat kenangan manisnya bersama Tasya. Saat usapan lembut kembali dia rasakan, seolah Tasya hadir dan mengusap kepalanya. Namun Anas tidak mau membuka mata, karena kenyataan ada di depan matanya yang terbuka. Biarkan halusinasi menemaninya.

Baru beberapa minggu dirinya hidup tanpa Tasya, rasanya sulit sekali. Apalagi harus menunggu bertahun-tahun, bagaimana Anas menjalaninya?

Pemuda itu ingin mengirim pesan kepada Tasya. Mengenai ucapan permintaan maaf. Tidak. Anas tidak akan mengungkapkan perasaannya lewat online, biarkan dia genggam hingga Tasya kembali.

Permintaan maaf mengenai perilakunya yang selama ini. Anas sadar sudah menaruh banyak luka kepada gadis itu. Apalagi, selama ini Anas tidak pernah benar-benar menghabiskan waktu dengan Tasya. Pemuda itu tidak pernah mengajak Tasya keluar.

Andai Tasya ada di sini, mungkin Anas sudah membawa gadis itu keliling kota. Menjadikannya salah satu alasan Tasya tersenyum.

Anas ingin mengubah segalanya. Air mata yang gadis itu keluarkan belum terbayar sepenuhnya dengan permintaan maaf. Apa yang bisa dilakukan oleh kata 'maaf'? Tidak ada. Kata itu hanya sekedar bualan jika kita sudah melakukan kesalahan. Belum benar-benar dikatakan penyesalan apabila belum ada bukti dari sebuah tindakan.

Kalau Tasya tidak disini, bagaimana Anas menebus semua dosanya?

"Pulang, Sya ... gue kangen." Anas menelungkupkan wajahnya di bantal. Mencegah air matanya mengalir. "Gue kangen sapaan lo, gue kangen senyuman lo."

"Gue kangen semua dari lo." Anas terkekeh miris, memang benar penyesalan datang di akhir. Anas sekarang merasakannya. Dirinya terlalu meremehkan kehadiran seseorang.

"I love you, my husband ..."

"Anas?"

"Kamu mau nastar?"

"Anas ih."

"Aku istri kamu."

"Bulannya indah banget ya."

"Anas makasih."

"Anas."

"Anas."

"Anas."

Panggilan Tasya rasanya sangat menyenangkan sekarang. Panggilan itu terasa berharga bagi Anas, dulu mungkin biasa saja, tapi sekarang Anas merindukan suara gadis itu.

Anas hanya berharap. Semoga sakit hatinya saat ini, sepadan dengan sakit hari Tasya akan ucapannya dulu-dulu.

•••

"Ngapain kalian ke sini?" Anas menatap mereka semua datar. Penampilannya masih berantakan, namun gedoran tak sabar di pintu membuat Anas dipaksa bangkit. Manik pemuda itu masih memerah dengan suara yang serak. Terlihat sekali jika pemuda itu baru saja menangis.

"Surprise!" Auriella berteriak lantang. Merentangkan tangannya ke arah Galaksi yang membawa kue.

"Ayo rayain misi kita yang udah sukses. Tenang aja gue bawa orang istimewa buat lo." Ucapan Auriella membuat manik Anas bening mendadak. Pemuda itu menegakkan badannya. Menunggu seseorang yang Auriella ucapkan.

Semoga harapannya benar-benar terjadi. 

Sedetik setelahnya, manik Anas kembali sayu. Orang istimewa yang Auriella maksud bukan Tasya, melainkan Fero.

"Hai Bang. Kangen ya sama gue?" Fero menaik turunkan alisnya menggoda.

"Jijik ***!" Giral menempeleng kepala Fero.

Mereka datang ramai-ramai, untuk sekedar menghidupkan suasana rumah Anas yang suram sejak kepergian Tasya.

~ ENDING ~


See you guys!
❤️‍🔥❤️‍🔥❤️‍🔥

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang