Bagian 48

16 1 0
                                    

Anas mengacak rambutnya, pemuda itu dilanda frustasi kala tidak menemukan Fero di manapun. Entah ke mana pemuda itu menghilang.

"Tempat kerja!" Anas menaruh sedikit harapan pada tempat yang melintas di otaknya, pemuda itu bergegas keluar kamar, menuruni tangga untuk menuju tempat motornya berada.

"Kakak mau kemana?"

Anas mengabaikan suara dan pandangan semua orang kepadanya, pemuda itu tetap berjalan tergesa menuju garasi.

"Ada yang mau saya bicarakan sama kamu, ini tentang hak waris."

Bahkan ucapan Omanya yang termasuk dalam tujuan Anas tinggal di mansion ini, tetap tidak membuat Anas berhenti.

Pemuda itu berlalu menuju tempat kerja Fero yang dia dapat dari Aril.

Anas mengeluh pelan saat melihat perempuan di depannya yang menggeleng pelan, perempuan itu rekan kerja Fero. Dan kini Anas sedang berhadapan dengannya, saat mendapat jawaban yang tidak memuaskan, seolah harapan Anas sirna begitu saja.

"Beneran, Mbak?"

"Duh, saya juga nggak terlalu tau sebenarnya, saya beda shift sama Dek Fero. Coba saya panggilkan temannya," tawar perempuan itu.

Dan kembali dengan seorang pemuda seusia Fero di belakangnya.

"Ada apa, Bang?"

"Tau terakhir Fero di mana?"

Pemuda itu mengerutkan alisnya sejenak. "Waktu pulang shift, tapi Fero pulangnya nggak pake motor. Saya udah nawarin mau anter, tapi Fero nggak mau, akhirnya dia jalan kaki."

"Terus?" desak Anas tak sabaran.

"Yaudah kita pisah di depan warung makan ini, Bang."

"Kenapa Fero nggak pake motor?" gumam Anas pada dirinya sendiri, namun ternyata pemuda itu mendengarnya.

"Saya denger buat ngelunasin biaya ganti rugi, Bang."

"Ganti rugi apa?"

"Ganti rugi kosan, Bang, katanya." Pemuda itu meringis pelan saat melihat tatapan datar Anas. Dirinya tidak berbohong, Fero sendiri yang bercerita kepadanya, niatnya sih mau meminjam uang. Namun, dirinya sendiri juga bukan dari keluarga berada.

•••

"Kalian bener udah cek kosannya Fero?"

Sautan yang beradu di seberang menyambut Anas, pemuda itu sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Enggak sih, Bang. Gue nggak dibolehin masuk gang sama ibu-ibunya, dan pemilik kosan itu bilang sendiri kalo Fero nggak di sana."

Terdengar ucapan Aril disertai kekehan dan disusul oleh umpatan Giral serta bunyi pukulan.

"Biar gue cek, ketemuan di gangnya."

Mendengar suara kesiapan dari adik kelasnya, Anas langsung mematikan panggilan.

•••

Anas benar-benar menuruti ucapannya. Pemuda itu mengabaikan ketidakpedulian sahabatnya. Jika mereka tidak mau, biarkan Anas sendiri yang bertindak. Jika Bang Morgan saja sangat peduli kepadanya yang notabenenya bukan siapa-siapa, gimana dengan adik kandungnya?

Anas sangat paham, seberapa sayang Morgan terhadap seorang adik, jika Anas mengabaikan Fero gimana nasib Morgan di alam sana?

Bagaimana dia harus menjelaskan jika kelak dirinya bertemu Morgan?

Anas tidak bisa membayangkan seberapa kecewa Morgan terhadapnya.

Jadi biarkan Anas yang bertindak jika sahabatnya tidak berminat.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang