"Nanti minta ajarin Bang Morgan aja. Kan Bang Morgan pintar." Laki-laki kecil itu tertawa bahagia dalam ucapannya, mencoba menghibur temannya yang terlihat murung.
"Pasti kalo diajarin Mama Papa lebih enak."
"Sama Bang Morgan juga enak, nggak akan dimarahin."
Tak mendapat jawaban dari lawan bicaranya anak laki-laki dengan tas kartun marvel itu berhenti melangkah. "Anas jangan sedih."
Anas kecil menggeleng lirih, menatap Galaksi dengan lamat. "Mau minta ajarin Ibu, boleh?"
Galaksi mengangguk semangat. "Ibu hari ini libur, nanti aku bilangin. Kalo kamu belajar sama Ibu berarti aku sama Bang Morgan." Galaksi tertawa riang. "Nanti kamu kena marah sama Ibu kalo nggak bisa-bisa."
Anas hanya mengangguk samar. Mereka kembali berjalan menuju rumah Galaksi dengan tangan yang saling bergandengan.
"Bang Morgan?" Anas menyipitkan matanya saat melihat siluet seseorang yang berjongkok di semak-semak.
"Galaksi itu Bang Morgan, kan?" Anas menarik ujung baju Galaksi membuat atensi anak kecil itu langsung terarah pada jari telunjuk Anas.
"BANG MORGAN?!" teriak Anas mengagetkan Morgan yang masih sembunyi.
Pemuda itu menoleh kaget, "Anas jangan mendekat!" Morgan menggerakan bibir tanpa suara dan tubuhnya, namun Anas sudah terlanjur berlari ke arahnya.
Galaksi yang paham maksud Morgan, berlari, menyusul Anas berniat menarik kerah belakang anak itu.
Namun mereka dibuat berhenti sendiri oleh suara tembakan dan pemandangan di depan.
Anas berlari dengan kaki yang sedikit gemetar. Dulu Neneknya juga begini, namun dia tidak berani mendekat.
Anas terduduk di sebelah Morgan yang mengerang kesakitan.
"Abang ...."
Dalam ringisannya, Morgan tetap tersenyum. "Anas harus selalu tersenyum!"
Maniknya mulai memberat, sedetik setelahnya mata yang selalu menatap hangat Anas, tertutup rapat.
"ABANG!"
Galaksi menatap tajam mobil yang meninggalkan lapangan. Tangan anak kecil itu mengepal erat sebelum berjongkok dan memeluk Anas.
•••
"Loh, kenapa di sini sendirian?"
Anas kecil masih menatap keluarga kecil di depannya, tanpa mengindahkan ucapan seorang remaja yang kini duduk di sebelahnya.
"Nama kamu siapa?"
Pertanyaan kedua, kembali tanpa jawaban.
Morgan menghela napas, mencoba menarik lengan anak itu pelan. "Kamu kenapa sedih?"
Anas hanya menatap sekilas pada Morgan sebelum kembali menatap depan.
Morgan mengikuti arah pandangan Anas, setelahnya pemuda itu tersenyum tipis.
"Kamu lihat mereka bahagia? Tapi nyatanya mereka tidak sepenuhnya bahagia."
Berhasil, ucapannya kini berhasil menarik perhatian Anas.
Morgan meringis pelan, anak ini berhasil membuatnya salah tingkah. Padahal dirinya tadi asal berucap, kenal saja tidak bagaimana dia dapat menyimpulkan seperti itu?
"Kebahagiaan orang itu berbeda-beda. Abang juga nggak punya orangtua, tapi Abang udah bahagia bersama Nenek Abang."
"Orangtua Abang?" tanya Anas lirih. Hampir tidak terdengar oleh Morgan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANASTASYA {END}
Ficção AdolescenteDicintai secara tsundere? Di mana enaknya?! About Tasya dan Anas. Keadaan yang mengikat Tasya dan Anas dalam suatu hubungan pernikahan. Akibat wasiat dari Nenek Tasya, kehidupan Anas bertambah rumit. Anas hanya ingin mencapai tujuannya, berharap ti...