Bagian 9

65 2 0
                                        

Seorang laki-laki yang baru saja keluar dari ruang organisasi menghentikan langkah, menatap sekelilingnya yang sudah sepi.

Menghela napas pelan, selalu seperti ini. Hidupnya sudah lebih dari monoton. Sekolah, perpustakaan, kantin, halaman belakang, gudang, ruangguru. Hanya ruangan itu yang pernah dikunjunginya selama 2 tahun di sini. Ia juga tidak mengharapkan akan mengelilingi sekolah sih, hanya saja ia baru merasa bosan saat 2 tahun sudah berlalu.

"Ga!" Panggilan itu berasal dari teman satu-satunya di sini.

Pemuda itu menoleh, merasa namanya dipanggil.

"Gue pulang duluan ya Ga, nanti kalo udah sampe rumah bilang gue. Awas aja kalo nggak bilang!" Pemuda itu melotot tajam kearah Arga. Sementara orang yang diancam hanya terkekeh pelan.

"Iya, nanti malam gue susul." Arga menatap temannya yang menggeleng brutal. Pemuda itu mencengkram pundak Arga yang lebih pendek darinya.

"Kalo bokap lo di rumah, mending jangan ikut kumpul. Kita cuma kumpul biasa, nggak ada tawuran kok," ucap temannya mencoba memberi pengertian.

Tanpa memperdulikan perkataan itu, Arga melangkah meninggalkan. Tujuan pemuda itu ke depan gerbang, berbeda dengan temannya yang menuju halaman belakang untuk mengambil motor yang ia parkirkan di warung belakang sekolah, biasa berangkat terlambat makanya dia tidak memarkirkan motornya di parkiran, karena gerbangnya sudah tertutup.

Belum juga sampai di gerbang, pandangan Arga jatuh pada seorang pemuda yang diam terduduk di atas motor dengan helm yang terlepas. Ia kenal, sangat kenal dengan pemuda itu.

"Ngapain dia di sini?" gumam Arga pelan, bertanya pada dirinya sendiri.

Arga semakin mempercepat langkahnya berniat menghampiri seorang pemuda yang dia anggap rival.

Kurang beberapa meter lagi, Arga dibuat terdiam saat pemuda itu turun tergesa dan berlari menuju halte. Melihat pemuda itu yang memukuli seseorang yang Arga kenal.

Anas memukuli Gamma.

Arga tau, geng Anas dan geng Gamma tidak pernah akur, bahkan keduanya sempat melakukan pembunuhan berencana beberapa tahun silam. Arga tidak terlalu tau sudah berapa korban, dan ia juga hanya tau itu sebuah rencana. Tidak serius untuk dilakukan.

Tapi melihat Anas yang menarik gadis yang cukup dia kenali membuat pertanyaan dalam benaknya bertambah.

Dia siapanya Anas?

Arga menegakan kepalanya saat bersitatap dengan manik Anas. Pemuda itu terlihat menyeringai ringan, membuat Arga waspada satu.

•••

Tasya tidak tau Tuhan sedang merencanakan hadiah apa atas penderitaannya selama ini. Yang pasti dan yang diyakini oleh gadis itu bahwa Tuhan tidak pernah memberikan cobaan diluar kemampuannya. Apakah ia cukup kuat dimata Tuhan? Dia lemah. Dia tidak kuat dengan ini semua.

Rasa sakit yang mendera kepalanya membuat gadis itu tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Gamma. Ditengah pandangannya yang mulai mengabur, gadis itu tersentak saat merasakan tarikan pada rambutnya mengendur.

Menatap pemuda yang kini memukuli Gamma dengan brutal. Sebelum jatuh terduduk.

"Lo jangan ikut campur!"

Anas terkekeh pelan, menginjak telapak tangan Gamma di bawahnya. "Lo pikir kelakuan bejat lo bisa bertahan lama?"

Gamma menatap Anas berang. "Apa maksud lo!"

"Simpel!" Anas menepuk dua kali pipi Gamma yang sudah terdapat banyak memar.

Gamma meringis ngilu, meskipun ia tau seberapa kuat Anas. Namun, rasa benci dalam hatinya membuat ia lupa akan itu semua. Mengorbankan diri demi rasa dendam.

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang