Bagian 52

18 1 0
                                    

Anas mengatur napasnya yang sedikit tersendat, pemuda itu meraih lengan Tasya yang berjalan membelakanginya.

Menatap dalam manik terkejut Tasya. "Selamat. Gue tau lo pasti menang, sorry gue telat dateng."

Tasya membalas tersenyum tipis, melepas perlahan genggaman tangan Anas. "Makasih, tapi pemenangnya belum diumumin."

Anas terdiam sejenak, merasa berbeda dengan perlakuan Tasya. Agaknya memang dia yang terlalu perasa atau memang benar bahwa sikap gadis itu berubah.

Anas memilih tetap pada pendiriannya untuk menemui Tasya daripada Amirati. Lagian temannya pasti sudah ada yang menemani. Benar apa yang diucapkan Ella, Tasya adalah prioritas Anas saat ini. Status istri dan sahabat, tentu lebih tinggi istri. Tasya yang menemani dan mendukung setiap keputusan Anas.

Dan Anas tidak mau egois hanya karena ancaman Britta.

"Lo marah?"

Tasya mengernyitkan alisnya heran, "Aku marah? Buat apa? Kekanakan banget. Bukannya kamu nggak suka sama orang yang kekanakan?" Gadis itu tertawa pelan, seolah tidak mengerti jika ucapannya membuat Anas tersindir.

"Sya ..."

"Gapapa Anas. Lagian tadi ada temen kamu yang nyemangatin aku, kamu pasti sibuk, kan?" tanya Tasya.

"Temen?" Anas paham siapa yang dimaksud Tasya. Pemuda itu tersenyum tipis, membatin mengucap terima kasih.

Tasya tersentak pelan saat Anas tiba-tiba menerjang tubuhnya dan memeluk erat. Gadis itu masih terdiam, tidak membalas.

"Maaf, gue nggak bisa nonton lo. Tapi gue yakin, lo pasti keren banget tadi. Gue bangga banget bisa jadi suami lo, maaf. Maafin gue, ya, sayang?" ucap Anas tepat di telinga Tasya.

Gadis itu mencoba untuk tidak tersenyum, tapi tidak bisa. Alhasil, Tasya hanya menyembunyikan wajahnya di bahu Anas, tetap tanpa membalas pelukan pemuda itu.

"Anas. Ayo selesein semua masalah kita, pelan-pelan, pasti bisa. Semoga setelah masalah ini selesai, kita bisa bebas bertemu tanpa halangan."

Anas melepaskan pelukannya, menatap Tasya heran.

"Aku tau, kamu nggak bisa dateng karena suatu alasan. Jadi lebih baik, kita fokus sama masalah kita masing-masing, dan bertemu kembali di keadaan yang benar-benar stabil."

"Maksud lo?"

Tasya hanya menggeleng dan tersenyum tipis. Gadis itu menggerakkan dagunya ke arah belakang.

"ANAS SI****!" teriak Britta dari belakang Anas.

Tasya mendekatkan bibirnya ke telinga Anas. Sedikit berjinjit karena perbedaan tinggi mereka. "I love you, my husband. Mari buat pertemuan baru dengan perasaan yang sama-sama mencintai dan memahami. Aku selalu nunggu kamu, selalu inget aku, ya, sayang. Aku istri kamu." Tasya mengecup pipi Anas sekilas sebelum berbalik badan meninggalkan Anas.

Pemuda itu memegang pipinya dengan senyum yang tertahan. "Wow!" gumamnya. Pertama kali dicium perempuan dan rasanya sangat fantastis. Rasa-rasanya Anas menginginkan hal itu, lagi.

Britta yang terlanjur emosi melangkah tegas, meninju punggung Anas dengan keras. "Di sini lo ternyata. Mesra-mesraan tanpa tau kondisi Mira. Buruan ke UKS!"

ANASTASYA {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang