"Kasih aku waktu untuk sendiri. "
Telak!
Rony marah, benar-benar marah. Dia tidak mengamuk dengan emosi meluap-luap. Sikapnya akan berubah dingin, mencekam. Marahnya orang sabar kadang memang menakutkan.
"Mas, maaf...maafin aku. " air mata Salma banjir, ia berbicara penuh harap. Salma menjangkau tangan Rony, memegangnya.
Rony menariknya pelan tak mau disentuh, Salma menatap nanar tangannya. Ia menatap Rony sendu. Rony tetap setia membuang pandangannya. Hati dan fisiknya sama-sama sakit, namun semakin sakit kala mendengar isakan Salma. Kali ini Rony tak membujuk, biarkan saja. Dia hanya manusia biasa, mendiamkan Salma adalah caranya meredam emosi dan membuat Salma merenung dan berpikir dimana letak kesalahannya.
"Mas..." Salma tak gentar, ia mencoba membujuk lagi.
"Salma, bisa tolong keluar?"
Suaranya memang pelan tapi terdengar dingin menusuk apalagi Rony memanggil nama asli Salma itu tandanya Rony benar-benar marah.
"Tapi, Mas... "
Zara memegang bahu Salma, Salma menoleh. Wajahnya tak karuan banjir dengan air mata.
Zara menggeleng. "Biarin Rony nenangin diri dulu, kita keluar yuk. Lo belum makan kan? "
"Kalau Salma gak mau makan, paksa aja. " suara datar itu menginterupsi lagi tanpa menatap si lawan bicara.
Salma menatapnya nanar dengan bibir bergetar, Zara menarik tangannya. Kedua perempuan itu berlalu.
Rony menghembuskan napasnya panjang, menghalau agar tangisnya tidak tumpah deras. Ia tak mau dicap cengeng.
Salma keluar membawa wajah sendunya, tangisnya masih tersisa. Mark dan Asep rupanya masih menunggu diluar.
"Sep, Mark. Kalian kalo mau masuk, masuk aja. Sekalian titip Rony kita mau makan dulu. " Zara yang memerintah, Asep mengangguk sedangkan Mark hanya planga-plongo tak paham akan maksud ucapan Zara.
Asep dan Mark masuk bergantian sementara Zara dan Salma ke kantin rumah sakit, Salma menghabiskan makanannya dengan paksa karena ancaman Zara.
"Kalo makanan lo gak lo abisin, si Rony makin marah. Mau lo si Rony makin marah? "
Salma menggeleng dalam diam, perasaannya berkecamuk. Apa Rony akan memaafkannya? Salma sungguh gelisah memikirkan itu.
Mereka kembali keruang rawat Rony, wajah Salma kuyu tak bersemangat sama sekali. Tak sadar keduanya membolos kelas kedua. Begitupula dengan Mark dan Asep. Dan Rony tentunya. Salma lupa menitipkan absen begitupula Zara. Hari sudah sore, seharusnya saat ini Rony bekerja dan Salma dengan dibantu Zara bisa mempersiapkan kejutan ulang tahun Rony. Sial, semuanya kacau balau.
Asep disusul Mark keluar dari ruangan Rony. Salma diam dikursi tunggu bersandar pada bahu Zara.
"Rony lagi tidur abis minum obat. " Asep berujar tanpa ditanya, memberitahu.
Salma tersenyum tipis, "Makasih udah jagain Suami gue, Kak. "
Asep mengangguk, Salma menatap Mark. "Thank you. "
Mark tersenyum dan mengangguk. Tatapannya berpindah pada Zara. Bertemu pandang, Zara melengos. Pipinya merah karena tak sengaja bersitatap dengan netra beriris kebiruan itu.
"Gek Zara mau pulang gak? Biar 'Aa Asep anterin. " Asep menawari dengan senyum manisnya, genit. Zara bergidik. "Gue bisa pulang sendiri. "
"Seruan juga rame-rame atuh, Ra. "
Zara mendelik tak suka, Salma tersenyum tipis melihat interaksi mereka. Sedikit hiburan.
Zara menatap Salma, "Lo gakpapa gue tinggal, Sal? "
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Switzerland (END)
Fiksi Remaja#Karya 4 [Romance Funfiction] Sequel You're SPECIAL ●○●○●○●○ Switzerland is a dream country bagi seorang gadis untuk melanjutkan pendidikannya disana, namun orang tuanya melarang jika ia hanya pergi seorang diri. Jalan pintasnya adalah ia dinikahkan...