60 hari sudah Cookies berada didunia, itu tandanya usia bayi itu sudah genap dua bulan, lebih empat hari.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamdu.
Bunyi pengeras mesjid, takbiran. Malam semakin larut, pukul sepuluh. Tapi seluruh penjuru ibu kota rasanya ramai dengan kalimat agung. Membuat hati syahdu tak jarang juga kelu, mellow?
Cookies sudah terlelap dikasur pribadinya, yang terletak disamping tempat tidur orang tuanya. Sengaja dipisah.
Salma memperhatikan putranya, tubuhnya semakin berisi, perlahan sudah bisa tengkurap secara mandiri. Ah, Salma terkekeh sumbang. Rasanya haru, senyumnya terbit. Manis.
Tiba-tiba sebuah tangan melingkari perutnya, ia menoleh bertabrakan langsung dengan pipi lelakinya.
Rony menyandarkan dagu dibahu perempuannya, menatap Cookies dengan seksama. Hatinya ribut sedari tadi, perasaan yang campur aduk.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamdu.
Bunyi takbir saling bersahutan, membuat malam menuju kemenangan ini terasa hangat. Sehangat tubuh Cookies yang terbalut selimut motif kue. Iya, gambar Cookies. Kue cookies lebih tepatnya.
"Besok Cookies ikut shalat ied?" tanya Rony, tak mengubah posisi.
"Besok kita shalat ied di mesjid dekat komplek Ibu kan?"
Rony mengangguk, "Kenapa?"
Salma tersenyum, "Biar ada yang bantuin jaga Cookies. Semoga gak tantrum ya." harapnya.
Rony ikut tersenyum, "Semoga!"
Salma memutar tubuh, malah bertubrukan dengan tubuh lelakinya. Ia mendongak. "Tidur, Mas. Besok harus bangun pagi."
Salma menarik tangan lelakinya, Cookies sepertinya akan anteng malam ini. Semoga!
Mereka sama-sama berbaring.
"Ca."
Salma menoleh, "Hm?"
"Maafin Mas ya." ujar Rony, tulus.
Salma menarik bibirnya, tersenyum dengan hati yang tak karuan. Ada bahagia pun sedih tentunya. Backsound suara takbiran membuat hatinya semakin kelu.
"Maafin Caca juga." balas Salma.
Salma berubah miring, berhadapan langsung dengan lelakinya. Saling menatap.
"Lima tahun lebih kita berumah tangga, gak kerasa ya?" ujar Salma, matanya seperti menerawang sesuatu. Flashback.
Rony mengambil tangannya, digenggam erat. "Gak kerasa soalnya isinya bahagia semua." sahutnya.
Salma terkekeh. Tidak, ucapan Rony tak benar. Sedih kadang menghampiri namun masih manusiawi untungnya. Iya, Salma akui jika lebih dominan bahagia dibanding duka. Ah, semoga selamanya seperti itu.
"Relativitas waktu."
"Iya, waktu akan kerasa lebih cepat kalo kita bahagia tapi kalo sebaliknya. Saat kita sedih waktu kerasa lambat." sahut Rony.
Salma tersenyum, ikut mengusap punggung tangan Rony yang menggenggam tangannya.
"Makasih ya, dua bulan lebih ini udah jadi partner parents yang hebat." ungkap Salma, tulus.
Rony tersenyum tipis, "Karena kita team." sahutnya, lembut.
Hati Salma menghangat, ia tatap manik tajam bersorot teduh itu. Lalu ia usap pipi dan rahangnya. Rahang kokoh namun pipinya sedikit berisi. Membuat lelakinya terlihat selalu muda. 23? Belum tua bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Switzerland (END)
Teen Fiction#Karya 4 [Romance Funfiction] Sequel You're SPECIAL ●○●○●○●○ Switzerland is a dream country bagi seorang gadis untuk melanjutkan pendidikannya disana, namun orang tuanya melarang jika ia hanya pergi seorang diri. Jalan pintasnya adalah ia dinikahkan...