Sal, lo gak ngampus?
"Laki gue sakit, gue titip absen ya. "
Oh, yaudah. Gws buat si Rony.
"Iya, thanks, Ra. Eh, sekalian bilang sama Asep ya Rony nitip absen. "
Iya, sebenernya males banget gue ketemu si kabayan tapi demi lo ini, Sal.
Salma tertawa mendengar gerutuan itu, "Ra, sesuatu yang berlebihan itu gak baik. Lo jangan terlalu sebel sama Asep nanti ujung-ujungnya lo suka sama Asep nelen ludah sendiri lo. "
Dih, ogah. Gamau. Asep bukan tipe gue, dia nyebelin.
Salma tertawa lagi, "Cieee..." godanya.
Gue tutup telponnya, gak jelas lu malah ngeledekin gue.
"Iya, iya. Titip absen Rony ya ke Aa Asep. " goda Salma, lagi.
Ih, jijik banget Aa. Pantesnya om.
"Oh, yaudah om Asepnya gek Zara. " godanya, lagi.
Sal, lu lama-lama nyebelin ya. Dah, ah. Gue tutup bye.
"Eh, Ra. Asep ganteng tau mukanya kearab-araban cocok sama lo. " godanya lagi.
Taik!
Telepon tertutup, Salma tertawa sambil menggelengkan kepala. Senang menggoda gadis itu.
"Oh, jadi Asep ganteng ya? Cukup tau."
Itu Suara Rony, Salma langsung mingkem seketika ia tak tahu jika ada Rony disini.
"Eh, Mas udah bangun?" tanyanya basa-basi, Salma menghampirinya dengan senyum terbaiknya untuk menyambut Suami tercintanya itu.
Selepas subuh tadi lelaki itu kembali bergelung dengan selimut. Katanya badannya masih tak enak.
Salma meraba kening dan lehernya, panasnya turun. Salma bersyukur mendapatinya.
Rony hanya menatapnya malas bentuk bahwa ia sedang merajuk, "Mas, kok jutek banget sih mukanya? Gak baik tau pagi-pagi udah jutekin Istrinya, dosa. "
Rony menatapnya tak minat, ia berlalu setelahnya. Salma tak mengejarnya hanya mengangkat bahu. Lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Caaa..."
Nah, kan!
Rony tentu saja menggerutu atas tindakan Salma, Salma menahan tawanya. Ia paham lelaki itu mau dibujuk tapi Salma malas rasanya. Sengaja membuatnya semakin kesal.
"Caaa...bujuk." rajuknya.
Salma melengos kedapur, berdecih. "Dih, effort banget harus bujuk-bujuk segala. Cukup tau. "
Rony berdecak, berlalu membawa rasa kesal.
Bruk!
Suara pintu kamar terbanting, Salma sekuat tenaga menahan tawanya. "Kaya bocah ngambeknya ngurung diri dikamar. " pekik Salma.
"Bodo amat gak mau ngomong! " balas Rony, memekik juga.
Salma terkikik, "Itu kok ngomong sih. " Salma memekik lagi.
Rony berdecak, "Ck, gak usah ngajakin aku ngomong. "
"Dih, situ ngapain ngejawab coba. " balasnya masih saling memekik.
Tak ada suara lagi, Salma terkikik. "Bentar lagi minggat nih bawa tas tapi pas laper balik lagi. " cibir Salma, meledek masih memekik.
Kebiasaan umum para anak kecil, Salma ingat akan hal itu karena ia pun pernah bersikap demikian. Salma terkenang momen itu, rasanya memalukan melakukan hal yang tak berfaedah itu, seolah-olah menjadi manusia yang paling tersakiti didunia. Opsi minggat dari rumah kadang menjadi opsi dari puncak kekesalan yang dirasakan saat itu namun sialnya tak bertahan lama, sebab bila lapar tiba si anak kecil yang sok-sokan minggat itu akan kembali lagi kerumahnya. Hal klise namun terdengar lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Switzerland (END)
Teen Fiction#Karya 4 [Romance Funfiction] Sequel You're SPECIAL ●○●○●○●○ Switzerland is a dream country bagi seorang gadis untuk melanjutkan pendidikannya disana, namun orang tuanya melarang jika ia hanya pergi seorang diri. Jalan pintasnya adalah ia dinikahkan...