Rony semalaman tidur disofa, pintu kamar terkunci. Ia tak mandi, tak pula makan. Ia terbangun kala alarm subuh diponselnya berbunyi. Rony merasakan tubuhnya remuk, pegal-pegal.
Ia bangkit terduduk, ada ringisan kecil keluar dari mulutnya. Rony memegangi perut, sakit. Maagnya kambuh. Telat makan rupanya. Rony menarik napas berkali-kali melawan rasa nyeri perih dalam perutnya.
Jika dilihat dengan mata polos sudah jelas jika bibir lelaki itu memucat. Ia bangkit berjalan kedapur. Mengambil minum, air hangat lalu duduk dibangku pantry merasakan nyeri yang berangsur hilang.
Rony melirik pintu kamar yang masih tertutup, Salma belum kunjung keluar, ia masih mengurung diri. Apa Salma masih menangis? Atau ia sudah bangun? Ini sudah subuh. Rony bangkit hendak mengetuk pintu yang terkunci itu. Namun tangannya menggantung diudara, urung. Lebih baik ia mandi saja dulu. Sebenarnya tak ada baju ganti, ia mencari cara. Mencari bajunya ke ruang laundry. Ada beberapa jemuran yang tergantung sudah kering. Rony membawanya lalu masuk ke kamar mandi. Sampai selesai mandi pun Salma masih belum keluar.
Ingin mengajak Salma shalat subuh tapi Rony ingat jika Salma sedang datang bulan.
Rony memutuskan shalat diluar, tak ada sejadah. Sebagai alternatif ia mengambil pashmina milik Salma dijemuran. Membentangkannya sebagai alat ibadah.
Sampai shalat selesai Rony hanya duduk melamun, rasa nyeri diperutnya kembali terasa. Ia menyandarkan punggung pada sofa, masih duduk posisi shalat tahiyyat akhir. Rony menengadah, menghirup napas dalam-dalam. Jika maagnya sudah kambuh seperti ini biasanya Bundanya mengomel tak jelas begitupula dengan Salma.
"Ca, kamu gak mau ngomelin aku. Aku sakit. " ucapnya pelan.
Rony merubah posisi jadi bersila, ia kembali sujud lalu bangkit lagi. Nyeri diperutnya terasa makin nyelekit. Rasanya tak nyaman sekali.
Salma membuka pintu kamarnya, ia melihat Rony yang terlelap dengan kepala yang bersandar disofa. Rony duduk lesehan. Ia bisa menebak jika Rony habis shalat, terbukti dengan seonggok pashminanya yang menjadi alas dibagian kepala saja. Mendadak Salma tak tega, namun rasa kesal masih menggelayuti hatinya.
Salma memang masih marah tapi ia tetap melakukan apa yang harus dilakukannya, membuatkan sarapan seperti biasa.
Mendengar suara bising dari dapur dan aroma masakan, nasi goreng. Membuat mata Rony terbuka, ia bangkit perlahan. Nyeri diperutnya berangsur hilang. Ia bangkit, mencoba baik-baik saja. Ingin mendekat pada Salma dan memeluknya dari belakang kala sedang masak seperti biasa tapi Rony urung melakukannya, segan takut Salma semakin marah.
"Mas, sarapan. "
Meski suara Salma terkesan jutek tapi mampu membuat Rony menyunggingkan senyumnya, sudut bibirnya tertarik membentuk senyum tipis.
Rony bangkit dengan senang hati, tapi ia kecewa karena suasana sarapan kali ini hening. Salma diam tak banyak cakap, memulai perang dingin rupanya.
Sebenarnya Rony sudah tak mampu makan lagi sebab jika terus diisi perutnya semakin tak enak. Rony hanya menghabiskan dua suapan saja, sedangkan Salma makan dengan lahap dalam hening.
Salma bangkit mencuci piring kosongnya, sedangkan piring Rony masih penuh. Biasanya Salma akan mencak-mencak jika Rony tak menghabiskan makanannya. Rony rindu omelan itu, tapi Salma nampak acuh.
Rony mengambil tangannya, mengusap dengan lembut. Salma tak berontak namun masih bersikap dingin. "Ca, aku minta maaf kalau aku bikin kamu kesel. Sekarang aku udah boleh jelasin? " ucap Rony lembut bahkan semakin lembut.
"Kasih aku waktu. " balas Salma dingin, ia menarik tangannya lalu beranjak ke kamar.
Rony menatap kepergiannya sambil menghela napas. Rony merapikan sisa makannya, ia mengambil obat lalu diminum guna meredam rasa nyeri itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Switzerland (END)
Novela Juvenil#Karya 4 [Romance Funfiction] Sequel You're SPECIAL ●○●○●○●○ Switzerland is a dream country bagi seorang gadis untuk melanjutkan pendidikannya disana, namun orang tuanya melarang jika ia hanya pergi seorang diri. Jalan pintasnya adalah ia dinikahkan...