33 Unlucky!

3.7K 334 83
                                    

Sial! Revisi lagi.

Salma mendengus, "Sialan, perfectsionis banget sih tu dosen."

Zara memberinya air mineral, menemani Salma bimbingan diluar ruangan. Memang tidak ada yang jadi sekali coba, perlu usaha.

Ada pepatah mengatakan, 'Usaha tidak akan mengkhianati hasil' mungkin Salma harus berusaha lagi sebelum menikmati hasilnya. Mencoba berlapang dada walau sedikit dongkol.

Salma terduduk, dipelataran rumput tanpa alas. Zara mengikut disampingnya. Musim panas yang cerah, tapi sedikit gerah. Hati Salma yang gerah, ulah dosen itu. Skripsinya banyak yang dicoret. Katanya, kurang inilah, itulah. Sangat menyebalkan. Salma mendesah lelah, manyun.

"Udah, gak usah manyun."

Salma menghela napas, menenggak airnya.

Zara membuka ponsel, ada pesan dari Asep. Ya, kekasihnya. Kabayan, Zara memberi nama kontak itu. Masih sama. Benci, benar-benar cinta. Ia mesem-mesem sejenak lalu ada pesan untuk Salma, sebuah pemberitahuan.

"Sal."

Salma bergumam, masih gedhek. Bukan pada Zara tapi pada dosennya. Sialan!

"Rony anget badannya kata Asep. "

Salma meliriknya, tak terkejut. "Kok lo biasa aja, Sal? Tumben. Lagi marahan? "

"Sakit tahunan itu. "

"Hah? "

"Kan, ulang tahun dia hari ini. "

"Oh, masih? " Zara sedikit banyaknya tahu, bertahun-tahun menemani perkembangan dua bocil yang tak kunjung mempunyai bocil itu.

Sedikit berharap jika Salma dan Rony lekas mempunyai buntut. Ya, anak. Zara tak ikut campur lebih dalam pun pernah membahas hal itu, takut Salma tersinggung walau hanya candaan. Mungkin mereka masih ingin berpacaran, toh mereka masih muda.

Salma mengangguk.

"Aneh ya. Tapi lucu. "

"Heh! " Salma melotot.

Zara nyengir, "Lo lupa gue pernah suka sama bocah sialan itu? " ya, Zara pernah terang-terangan mengakuinya dan terang-terangan pula sudah mengubur rasanya. Mencoba terbuka tapi membuat trust issue, bagi Salma. Tapi Salma pede, Rony tidak akan mengkhianatinya. Percaya, Salma...

"Tai! "

Zara tertawa, "Kalem, gue setia kok sama Asep. " nah! Bagus.

"Lagian laki gue mana mau sama lo."

"Idih, gue juga gak mau kali sama brondong."

"Eh, lo gak mau tengokin gitu. Kata Asep laki lo di ruang kesehatan, lumayan parah kali sakitnya. " lanjut Zara setelah membaca pesan dari kekasihnya.

Salma bangkit, berlari meninggalkan Zara. Zara memekik, "Sial, maen ninggalin aja."

"Sal, tungguin. " pekiknya.

Ah, sialnya lagi kampus ini begitu luas. Ruang kesehatan bukan hanya satu tapi yang Salma pilih yang dekat dengan fakultas lelakinya. Bodohnya ia tidak bertanya lebih dulu. Diruang kesehatan mana?

Zara kesusahan mengikuti langkah Salma yang lebih leluasa, karena perempuan itu memakai celana sedangkan Zara mengenakan rok span, ketat. Sulit melangkah. Kalaupun mau melangkah cepat harus ditarik lebih atas, malu lah.

Salma menatap pintu jangkung berwarna putih didepannya. Medical Room, dibawahnya terdapat tulisan kecil bahasa Jerman. Medizinischer Raum.

Hi Switzerland (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang