"Ca! "
Rasa kesalnya menguap begitu saja berganti dengan rasa panik sepenuhnya, melihat Salma yang meringkuk dilantai membuatnya kalut.
Salma jatuh? Sampai pingsan? Rony jadi tak waras.
"Ca, Ca... " ia menepuk-nepuk pipi Salma, memindahkan kepala Salma kepangkuannya. Hatinya tak karuan, apa ini salahnya? Salah karena gambekan? Ah, Rony merasa bersalah.
"Ca, bangun, Ca. " Rony mengguncang bahu Salma. Nihil, Salma bergeming.
Tangan Rony bergetar. Iya, efek dari cemas, khawatir, resah. Euforia hati yang tak mengenakan. Rony mengecek permukaan wajah Salma, menyingkap rambutnya memastikan tak ada luka sedikitpun. Barangkali terbentur sesuatu, namun mulus tak ada lecet sedikitpun. Beralih ketangan juga sama.
"Caaa..." Rony menepuk pipinya, pipi Salma.
Rony melirik kesekitar, panik. Ia melihat botol minyak angin yang tak jauh dari jangkauannya. Obat-obatan yang terletak dalam sebuah kotak yang berhamburan. Rony mengambil minyak angin yang tergeletak dilantai, sedikit usaha membuat tubuh Salma ikut bergeser.
Rony buru-buru membuka tutupnya, menuangkan beberapa tetes minyak angin itu pada telapak tangannya, diusap-usap lalu ia arahkan telapak tangannya pada hidung Salma dengan harap-harap cemas. Terlintas 'rumah sakit' dalam benaknya.
"Ca, sayang bangun..." ucapnya, rada lirih. Panik.
Salma mengernyitkan dahi, wangi minyak angin itu menyengat ia tak kuat menahannya. Pura-pura pingsannya ia sudahi, sekarang ide barunya muncul. Salma menahan tawa dalam hati.
Membuka mata dengan perlahan, penuh gaya. Dramanya kumat.
Wajah Rony yang semula kusut kini tersenyum merekah meski matanya masih sayu, sendu.
"Sayang." panggilnya, penuh bahagia.
Salma mundur cepat, gerakan dadakan itu membuat Rony terkejut. Salma menjauh, seolah tak mau disentuh. Rony menatapnya intens, senyum merekahnya luntur berganti rasa heran, cemas juga.
Salma menatap Rony seolah tak kenal, memposisikan Rony sebagai lelaki asing. Iya, Salma berniat pura-pura amnesia.
"Ca." Rony menjangkau tangannya.
Salma menarik cepat, ia melirik kesekitar. Bakat sandiwaranya dites disini, tatapan menelisik itu membuat Rony berpikir jauh. Amnesia? Rony menepis pikiran itu, tapi gelagat Salma mendukung.
Raut heran serta tatapannya membuat Rony takut, ia tak bisa berpikir jernih.
"Aaaa..." Salma memekik, Rony terkejut.
"Lo apain gue, hah?! " emosinya, Salma melihat tubuhnya hanya terbalut kaos lengan pendek serta celana diatas lutut, rambutnya tak berbungkus kain, hanya dicepol.
Rony mengerutkan kening, "Hah? "
"IBUUU..." Salma memekik lagi, Rony terkejut. "Ca..." Rony menjangkau tangannya.
Salma memeluk lututnya, bergeser mundur seolah takut. "Jangan sentuh gue, lo siapa? Gue dimana? Kenapa gue bisa pake baju kaya gini? Hijab gue kemana? Ah, rambut gue. " cerocosnya, meyakinkan dramanya.
Rony menggaruk tengkuknya, bingung mencerna. Apa iya amnesia semudah itu? Gobloknya Rony percaya-percaya saja. Tipikal orang yang mudah ditipu.
"Ca." Rony meraih tangannya lagi, Salma semakin menciut. Ia menjerit. "Jangan sentuh gue, gue tau gue bukan cewek sholehah tapi gue gak segampangan itu bisa disentuh sama cowok asing. " dengusnya, penuh emosi.
Asing? Hati Rony sedikit mencelos, tak percaya. Ia menunjuk dirinya sendiri. "Aku Rony. "
Salma mengernyitkan dahi, "Lo siapa gue gak kenal! "
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Switzerland (END)
Fiksi Remaja#Karya 4 [Romance Funfiction] Sequel You're SPECIAL ●○●○●○●○ Switzerland is a dream country bagi seorang gadis untuk melanjutkan pendidikannya disana, namun orang tuanya melarang jika ia hanya pergi seorang diri. Jalan pintasnya adalah ia dinikahkan...