72 Mengulang Tahun 2

5.7K 428 257
                                    

Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah...

"Buna...Ukie mau naik kuda!" pekik bocah kecil, sehari yang lalu bocah itu genap berusia empat tahun.

Cookies begitu heboh setiap kali berkunjung ke tempat pelatihan menunggang.

Awalnya Salma dan Rony hanya iseng saja membawa putranya untuk mengekplore hal baru. Lalu? Soal, Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah... Bukannya itu bagian dari anjuran Nabi?

Kalimat tersebut dikutip dari hadis Bukhari dan Muslim. Namun, orang tua Cookies masih simpang siur untuk menelaah isi hadis itu. Konon katanya hadis itu tidak ada riwayatnya dari Nabi. Lantas?

Ah, Salma dan Rony pikir apa salahnya? Apa salahnya mengajari anaknya tentang hal-hal yang dilakukan Nabi-nya. Tidak, ini bukan bid'ah yang artinya menyimpang dari kepercayaan. Ini hanya sebagai opsi saja dari bentuk inisiatif orang tua dalam menggali bakat anaknya. Tak salah bukan?

Berkuda, berenang dan memanah. Tiga kata kerja itu adalah sebuah kegiatan olahraga yang sering Nabi lakukan pun para lelaki pada masa itu. Tujuannya? Bukankah para lelaki zaman Nabi gemar berperang? Em, berperang menegakan kebenaran. Iya, berjihad. Berjihad dijalan Tuhan untuk menegakan sebuah kepercayaan. Islam!

Ketiga olahraga tersebut rasanya wajib dikuasi setiap penduduk zaman Nabi waktu itu. Tak terkecuali perempuan. Bukankah ada juga perempuan yang turun ke medan perang? Mahnah binti Jahsy Al-Asadiyyah, contohnya.

Sosok perempuan tangguh pada zaman Nabi itu ikut dalam perang uhud. Sangat menakjubkan bukan?

Tapi, manusia zaman sekarang pun masih berperang. Tawuran, contohnya. Alasannya beragam. Namun paling umum, paling...berebut kekuasaan atau merebutkan perempuan? Dasar anak muda!

Rony yang berdiri disamping putranya berjongkok, menyamaratakan tinggi.

Mereka sedang berada dipelatihan berkuda pada hari libur ini. Cookies yang meminta, sepertinya ketagihan. Sebab, dulu pernah melakukannya bersama sang ayah.

Ini kali kelima dari jadwal rutinannya, sebenarnya Salma dan Rony tak memaksa namun melihat antusias putranya mereka sebagai orang tua menurut saja sambil membuka jalan hobi apa yang putranya ingini. Dari banyak opsi, ketiga kegiatan itulah yang mereka perkenalkan lebih dulu pada anak mereka.

"Ayah, ayo naik!" ajaknya, sudah tak sabar.

Bocah itu pupil matanya melebar, tatapan antusias yang sangat berbinar. Bibir merah mudanya menarik seutas senyum. Manis.

Lagi dan lagi, semakin besar Cookies semakin tumbuh menyerupai ayahnya. Benar-benar duplikat. Plek-ketiplek!

Jangan tanyakan bagaimana perasaan Salma yang melahirkan bocah itu. Salma hanya kebagian hikmahnya saja. Ah, Salma lupa. Meski senyum itu mirip lelakinya namun bentuk bibirnya menyerupai dirinya. Seenggaknya ada yang nyangkut...

"Mau naik kuda?" tanya Rony.

Bocah itu mengangguk antusias, "Mauuu!" balasnya semangat, bibirnya membulat lucu membuat ayahnya terkekeh pelan.

Rony bangkit sambil menggendong putranya, "Ayok!" sahutnya, semangat juga.

Bocah itu memekik senang, "Yeay!" membuat kedua orang tuanya tersenyum gemas.

Salma duduk dibangku tribun, diluar lapangan berkuda. Seperti biasa, Salma bagian bersorak dan memotret saja. Merawat ingatan. Iya, sebuah usaha untuk mengabadikan momen. Dokumentasi pertumbuhan putranya. Sangat manis bukan jika dilihat lagi saat anak sulungnya sudah tumbuh dewasa?

Salma memilih diam duduk memperhatikan. Perutnya sedikit tak beres, maklum hari kedua jadwal bulanannya. Sedikit nyeri pun rasa aneh tak karuan lainnya, pinggangnya terasa mau copot.

Hi Switzerland (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang