23 Ca...

5K 361 75
                                    

"Mas... "

"Dih, nangis. Cengeng. " ejeknya.

Rony mengatupkan bibirnya, digigit bibir bawahnya agar tak bergetar sambil menghapus air mata tanpa sepengetahuan perempuannya.

Tapi sayangnya Salma tahu, ia hanya mengulum senyum. Lucu banget sih...begitu batinnya.

Rony bangkit, Salma menahan tawanya melihat wajah lelakinya yang memerah. Rautnya datar sekali namun justru lucu karena hidungnya me-merah. Rony bersandar pada punggung sofa.

"Yang ngambek gak laper?"

"Gak." ketusnya.

"Ih, ketus banget."

Lanjut Salma, "Aku cuma nawarin kali."

Bibir Rony bergetar lagi, inginnya dibujuk sudah tak lebih. Tapi...

"Nangis, nangis." ejek Salma.

Malah diejek.

Rony menarik napasnya, menghalau air mata agar tak turun. Tengsin dong...

"Nangis, nangis aja kali gak usah ditahan." cibir Salma sambil menaikan volume televisi seperti semula.

Rony merasa serba salah saat ini, tapi ia sedih. Menangis dikira cengeng. Pun kalau tak menangis tetap diejek.

"Kayaknya keputusan aku nikah sama kamu salah deh, aku tuh maunya Suami yang dewasa, bijak, gak cengeng kaya kamu."

Lanjutnya, "Mana manja lagi."

Napas Rony rasanya tercekat, sebuah pengakuan. Jujur kah?

"Ma-af aku gak bisa seperti apa yang kamu mau." napasnya tersenggal. Ia bangkit buru-buru. Sesak rasanya.

Salma tak sempat mencekal lengannya, ia jadi kelimpungan sendiri. Waduh, keterlaluan nih gue...

Salma langsung berlari, menyusul. Rony hampir masuk ke kamar namun Salma mencekal tangannya.

Rony menatapnya tajam, walau tak dipungkiri matanya berkaca-kaca.

"Apa?" tanyanya, lirih. Ia memang kesal tapi mana mungkin ia bisa membentak Salma.

Bukan takut hanya saja ia tak mau spikis Salma terganggu karena bentakannya. Bentakan lebih parah dari pukulan bukan? Meski begitu bukan berarti Rony juga bisa memukul Salma. Tak, tak bisa.

"Sini dulu, selesai-in masalahnya baik-baik. Gak mau dibilang cengeng sama manja kan?"

Salma menarik tangan Rony, Rony bergeming sampai akhirnya duduk kembali disofa. Televisi masih menyala. Sibuk sendiri.

Kalau televisi bisa ngomong mungkin sudah menegur mereka berdua, sayangnya benda mati.

Sementara Rony mengatur diri, agar tidak emosi dan...menangis!

"Cowok kok nangis."

Rony masih mendatarkan ekspresinya.

"Malu dong." lanjut Salma.

Air matanya sudah terbendung, Rony bergeming. Ia pikir akan dibujuk setelah ini, taunya lanjut diejek.

"Udah jadi kepala keluarga juga, gimana nanti punya anak."

Selain menampung dan menahan air mata, kini ada tambahan. Bibir bawahnya bergetar. Kata-kata itu menohok relung hatinya, namun Rony sadar itu faktanya. Rony menggigit bibir bagian bawahnya, menahan getaran. Matanya menatap lurus kedepan, kosong dengan air mata terbendung.

"Mikir dong!"

Ucapan Salma tidak keras, intonasinya biasa saja. Sedang. Tapi terdengar sangat menyakitkan.

Hi Switzerland (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang