"Laki-laki disuruh pinter milih pasangan, sedangkan perempuan malah dapet omongan 'jangan terlalu pilih-pilih sama lelaki nanti takut gak laku.' Why? Kenapa? Kan perempuan juga berhak milih kan?"
Sekarang yang bersitegang siapa sebenarnya? Pasangan tadi atau pasutri ini?
"Kalo laki-laki murah senyum dibilang ramah, sedangkan perempuan yang murah senyum dibilang gampangan. Friendly lah, apalah." tambah Salma.
"Terus kalo laki-laki yang beres-beres rumah dianggap hebat dan langka, tapi kalo perempuan dianggap hal biasa dan hal yang wajib tuh."
"Terus, laki-laki nuntut perempuan harus bisa cantik, mandiri, rajin, bisa ngurus anak, pinter, bisa masak, dibilang hal yang wajar. Kalo perempuan nuntut laki-laki harus mapan dibilang matre."
Salma nyerocos saja, Rony diam mendengarkan.
"Laki-laki pekerja keras sama well education dianggap keren dan bertanggung jawab, tapi kalo perempuan malah dapet omongan 'nanti laki-laki pada minder loh mau ngedeketinnya.'"
"Terus kalo laki-laki mandul, perempuan harus nerima susah dan sabarnya. Sedangkan perempuan dapet omongan, 'kasian suaminya pengen punya keturunan.'"
Rony bingung sendiri menanggapinya, semua pernyataan itu memang sungguh adanya. Rony akui itu, entah siapa pelopornya. Tapi satu yang pasti saat ini, ia merasa dicecar seorang diri. Tentu saja disudutkan.
Namun, Rony berpikir ulang. Salma hanya menyuarakan isi hatinya pun isi hati perempuan-perempuan lainnya. Mungkin?
"Mas, jawab!"
Rony menghela napas, tersenyum miris. Gak ada yang mau bantuin gitu?
"Ca, sama hal nya kaya perkara sumur, dapur, dan kasur. Konotasinya gak akan negatif tergantung perspektif kita, bagaimana cara kita memandangnya."
"Indonesia itu kan suatu negara dengan beragam budaya, agama, maupun ras, begitu juga dengan mindset masyarakatnya. Pola pikir masyarakat yang berbeda-beda ini nimbulin kontradiksi dan konflik yang berkepanjangan. Enggak semua masyarakat punya pandangan yang sama, pola pikir masyarakat yang seharusnya berubah, karena
kita udah ada di era modern, terutama pada isu gender."Lanjutnya, "Aku tau semua pernyataan yang kamu sebutin tadi lebih ngerugiin pihak perempuan, jatuhnya kaya diskriminasi. Dan, ya. Yang rata-rata bilang kaya gitu dari kubu perempuan sendiri. Iya kan?"
Salma diam, benar. Yang biasa nyinyir seperti itu rata-rata perempuan. Ah, Salma baru sadar. Kenapa sesama perempuan saling menjatuhkan?
Dalam kehidupan sehari-hari, tanpa disadari, perempuan sering membentuk sebuah 'kebiasaan' tersirat yang menjatuhkan sesama perempuan lainnya.
Mulai dari bergunjing tentang seseorang yang tidak dikenal, ejekan yang terselubung lewat candaan, menghakimi tanpa mengetahui permasalahan, hingga pandangan sinis pada seseorang yang dirasa tidak dalam status yang sama. Ironisnya lagi, terkadang, mereka yang kebanyakan perempuan bicarakan bukanlah seseorang yang dikenal. Kebiasaan yang dianggap lucu-lucuan namun jika dilumrahkan cukup merugikan. Iya, rugi! Em, mungkin juga menyebalkan? Mengesalkan?
Dan pada akhirnya, sebagian perempuan justru menjadi musuh terbesar bagi sesama perempuan lainnya. Menyedihkan? Tentu. Tapi sayang, kebiasaan 'menjatuhkan' sesama perempuan ini sering ditemukan di lingkungan masyarakat.
Bergosip, mengucilkan, mempermalukan, dan tindakan negatif lainnya terkadang jadi hal lumrah yang tanpa disadari dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi sebagian orang mungkin ini adalah hal yang sepele. Tapi bagi sebagian lainnya kebiasaan yang sepertinya sepele ini bisa menjadi sesuatu yang berbahaya dan memiliki dampak negatif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Switzerland (END)
Teen Fiction#Karya 4 [Romance Funfiction] Sequel You're SPECIAL ●○●○●○●○ Switzerland is a dream country bagi seorang gadis untuk melanjutkan pendidikannya disana, namun orang tuanya melarang jika ia hanya pergi seorang diri. Jalan pintasnya adalah ia dinikahkan...