Prolog

1.6K 19 0
                                    

Hallo everyone 👋🤝

Welcome to my fiction story !

This story is just part of my imagination as a writer.Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya,kok bisa sampe kepikiran nulis cerita yang agak antimenstrim kek gini ? even more,diluar naila haha.

Sekali lagi,ini hanyalah sekedar karangan fiksi yang tujuannya buat menghibur para pembaca aja.

Jujur,aku seneng banget karna kalian udah nyempetin waktu sejenak buat mampir kecerita aku ini.Satu kebanggaan tersendiri buat aku karna bisa nyuguhin alur yang terasa menengangkan,juga mengaduk emosi kalian.

Eh,aku ke PD'an banget yah ?
Haha,gapapa.Tapi thankyou so much because you guys are the best 👍🏻🫰

Jangan lupa tinggalkan jejak bintang dibawah,komen jika ada yang menurut kalian masih kurang atau mungkin juga kelebihan.

Mohon dukungannya,sear sebanyak-banyaknya ke teman-teman kalian agar aku bisa makin semangat lagi buat nulis dan ngarang cerita-cerita baru lagi.

Happy reading all !

Lov you 🫰❤️

🌻

"Bisa jelasin ke Abang ini apa Bun ?"

Sebuah kertas,berisikan gambar hasil foto copy buku nikah.

Mataku menyipit,mencoba meyakinkan diri semoga tebakanku salah.Tapi...disana jelas fotoku dan foto seorang pria.
Dia dapat dari mana ?

Aku meneguk ludah,disusul debaran jantung yang seolah mendobrak keras dadaku.Tidak ada yang bisa ku lakukan selain mengepalkan jemari se'erat mungkin untuk membantu tubuh agar tidak terlalu gemetar.

Aku dan anak bujangku yang sudah dewasa saling menatap.Dia dengan sorot yang penuh tanya,dan aku dengan sorot kekalutan.

Hawa panas mulai menjalar dari kaki menuju kepala,ketika tangannya mengangkat lebih tinggi kertas itu kehadapanku.

Tuhan...

"harusnya gak mungkin kan Bun ?"

Nadanya rendah,tapi intonasinya menekan.

Pukul tujuh malam tadi aku baru tiba di Bandung,lebih awal dari biasanya.Aku selalu suka setiap pulang,aku yang lebih dulu tiba di rumah sebelum anak-anak balik dari kuliah.

Namun naas...

Rupanya Alwi lebih dulu sampai dari pada aku.Di pesawat tadi,aku tidak sempat membuka chat dari Ayahnya,karna ketiduran.Harusnya,ku baca dulu sebelum Umar berangkat menjemputku.

Apa boleh buat,lembaran kertas sialan itu sudah di tangannya.

"Papah suami kedua ?"

Ya Robb...

Sambil memejamkan mata,ku hembuskan nafas berat.Alwi sudah melayangkan pertayaan dua kali,namun belum ada yang bisa ku jawab.

Hingga saat kakinya mundur beberapa langkah,dan pantatnya mendarat kepinggiran kasur,ku dekati anak bujangku yang sudah setahun menjalani koas.

Kertas itu sudah berada di lantai,ku tatap bergantian dengan dia yang menundukkan kepala.arti berarti dia benar-benar tidak menyangka.

"Abang...."

Bahunya turun,namun bisa ku rasakan sikap dinginnya.Ku ambil posisi duduk disampingnya,mengelus bahunya.

"Maaf...sebelum Bunda jawab,Bunda boleh tau,kamu dapat itu dari mana ?"

Sebisa mungkin aku menata kalimat dan bahasa yang semoga bisa menyurutkan emosinya.Meski aku paham betul bagaimana perasaannya saat mengetahui fakta yang selama ini ku sembunyikan.

"Bunda lupa ? Abang ini bukan lagi anak kecil yang bisa dibujuk dengan ice cream saat gak mau ngerjain PR ?"

Ingin rasanya aku menyangkali hal itu,tapi memang pada kenyataannya anak lelakiku ini sudah tumbuh dewasa.Bahkan semua pakaian Ayahnya sudah muat di tubuhnya.

"Maka dari itu Bunda minta maaf..."

Tak ada lagi kalimat yang bisa ku luncurkan dari lidahku selain kata maaf.

Kepalanya menoleh kearahku,matanya digenani air.Dan aku...merasakan sesak yang luar biasa.

"Maaf...itu artinya Bunda membenarkan bukti itu..."

Lirih suaranya,menambah sakit yang entah dibagian mana aku tidak tahu.Yang pasti,aku sebagai ibu yang melahirkannya merasa bersalah dan tidak adil padanya.

"Bu-..."

"Biar aku yang jelasin"

Suara pria yang masuk itu dari suamiku.pria yang menikahiku 22 tahun yang lalu,dengan status...nikah sirih.

"Yank..."

"Udah gapapah.biar aku yang ngomong ke dia.kamu istrahat aja,masih capek juga"

Inilah Mas Alfi,suami ke dua yang aku sembunyikan selama ini.Suami yang selalu melihatku dengan cara pandangnya sendiri,dan selalu menerima semua kekuranganku dengan pola pikirnya sendiri.

Aku...wanita bersuami dua.wanita hina yang kotor dan penuh dosa.

Dan...

Ceritaku dimulai...

Bersuami duaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang