"Abang cuma minta klarifikasi Papah soal kejadian semalam..."
"Hhh...Papah gak tau musti mulai dari mana...semua terjadi gitu aja..."
"Jawaban klise Papah,Abang anggap terlalu kejam"
"Papah minta maaf..."
"Maaf gak bisa ngerubah yang udah Papah perbuat"
Kakiku terhenti mendengar obrolan Mas Alfi dan Alwi di teras samping.Aku yang baru saja ingin membuang sampah,bersembunyi dibalik tembok yang disekat pintu.
Runguku mulai menyimak,mendengar kelanjutan obrolan antara Ayah dan anak itu.
"Papah gak nyangka,kejadiannya bakalan kek gini Bang...nyeselnya gak bisa diungkapin dengan kata-kata.Siapapun jadi Bunda,dia bakalan berpikiran yang sama..."
"Papah slalu ngajarin ke anak-anaknya jangan jadi seorang bajingan.Tapi...malah Papah sendiri yang ngelakuin itu"
Aku menarik nafas pelan,mendengar kekecewaan putraku.Aku jarang mendengar Mas Alfi menasehati anaknya.Mungkin,saat-saat aku tidak berada di rumah beliau menyempatkan waktunya.
"Bunda minta cerai..."
Ku gigit bibir bawahku.
"Dan Papah pasrah aja ?"
Intonasi Alwi terdengar semakin kecewa.Meski aku tau seribu kali kata cerai ku layangkan,tidak akan ada artinya jika Mas Alfi mengacuhkannya.Apa lagi,pernikahan sirih kami sudah dilakukan isbat oleh Mas Alfi beberapa tahun yang lalu.Dengan kata lain,kami sudah memegang akta-nya.
Tapi,mendengar langsung dari bibir beliau rasanya ada ribuan jarum menusuk jantungku.
"Kamu tau Bunda orangnya gimana...Dengan pelukkan aja dia pasti langsung luluh.Tapi...gak adil banget rasanya kesalahan sebesar ini Papah gunain cara itu buat nebus dosa ke istri..."
"...."
"Kamu gak tau,gimana sesaknya Papah ngeliat Bunda nangis histeris semalam.Perempuan yang susah payah nyembuhin lukanya sendiri kendati nekat nikah sirih sama Papah,berharap bisa sembuh lewat rangkulan Papah.Tapi,laki-laki yang dianggapnya sebagai obat,malah tega nambahin lukanya..."
Aku memejam,menahan air mata dipagi hari seperti ini sakitnya bukan main.
"...."
"Papah tau betul keadaan Bundamu waktu itu.Perkenalan pertama yang Papah anggap dia seperti wanita-wanita normal diluaran sana,ternyata...setelah menjalin hubungan,Papah baru tau,Bunda serusak itu..."
Dadaku bergemuruh,mengingat kembali kisah awal kedekatanku dengan Mas Alfi.
"Ma-maksudnya ?"
"Iyaah...waktu itu,Bunda terkena gejala depresi...karna terlalu banyak ngalamin KDRT dan perselingkuhan..."
Jiwaku seperti terbang entah kemana.Air mataku jatuh saat memomirku berputar pada keadaanku saat itu.
"Anjjjiingg !"
Alwi mengumpat.Anak itu memang tidak terlalu mengetahui perjalanan hidupku sebelum menikah dengan Ayahnya.
Ku dengar Mas Alfi menghela nafas berat.
"Hubungan kami,bukan karna atas dasar saling mengasihani nasib.Di mata Papah,dia wanita yang kuat.Itu yang ngebuat Papah jatuh cinta ke Bunda,dan saat itu Papah belum tau kalau dia wanita bersuami..."
Saat itu pula aku sungguh merasa brengsek.
"...."
"Saking cintanya Papah,hubungan yang masih berjalan dua minggu Papah langsung melamarnya.Mungkin,saat itu Bunda ngerasa bersalah.Akhirnya dia jujur tentang statusnya.Papah gak kaget,karna dari awal udah curiga tapi gak berani nanya langsung.Kalau ditanya sakit ? sakit banget Bang.Kenapa wanita sebaik dia udah milik orang ?"
Ya Robb...
Terdengar suara Mas Alfi gemetar,aku sangsi lelaki itu sedang menahan tangis.
"Pah..."
"Bunda nangis,minta ditinggalin.Tapi,Papah gak pernah lupa dengan komitmen yang udah kami buat.Apapun yang terjadi...i will not leave her....dengan sadar,Papah tau dosa besar menjadi orang ke tiga di rumah tangga orang lain.Tapi Papah udah terlanjur jatuh sedalam-dalamnya di hati Bundamu..."
Ku remat kuat ujung dasterku,mengakui ketangguhan Mas Alfi terhadapku.
"Hhh...Papah gak menampik kejahatan Papah di rumah tangga mereka.Setiap kali dengerin suara Bunda yang nangis,hati Papah ikut sakit.Ego Papah ngerebut dia dari suaminya makin menjadi-jadi"
"...."
"Waktu itu,Bunda selalu nyamperin Papah di Bandung setiap suaminya keluar kota.Hubungan kami semakin intens,dan Papah melupakan kenyataan.Bunda hamil,akhirnya kami menikah diam-diam.Bunda bahagia,tapi Papah lebih bahagia..."
Aku tergugu pada tembok yang dingin,memukul dada yang terasa menyempit.Mas Alfi sudah menceritakan semuanya kepada putranya.Rasa haru,juga malu menyusup bersamaan.
Ada banyak hal yang ingin ku utarakan,dan banyak sekali ragu yang ingin ku tanyakan.Tapi,aku hanya bisa meredam tangis yang tak berkesudahan.
"Eum...boleh Abang tau,depresi Bunda kek gimana ?"
Jangan !
Tolong jangan ceritain Mas...
"Cukup Papah aja yang tau Bang.Bunda gak mau anak-anaknya malu dengan keadaannya..."
"Pah ? please...i promise to keep it a secret...Abang juga have the right to kwon,right ?"
Demi Tuhan...ini yang aku kawatirkan.
Tapi...
"Banyak Bang...salah satunya,setiap malam Bunda ngalamin mimpi buruk.Dan hanya Papah yang dampingin Bunda masa-masa sulitnya itu"
"Hhh...kalau gitu,Abang mau Papah pertahanin rumah tangga ini"
Ku dengar langkah mendekati pintu,lekas aku bangkit dan kembali ke kamar.Dengan gesit pintu ku kunci dan meringkuk kembali di kasur meredam tangis-lagi.
