29

76 4 0
                                    

Petang telah pergi bersama senja.Awan jingga dilebur malam mendatangkan gerembolan bintang dipimpin cahaya sang orion pada porosnya.

Indah...

Tapi aku malah terkesima pada bulan yang selalu ada meski sendirian.Dia tidak pernah keberatan pada Tuhan yang menciptakannya dengan fungsi seperti itu.Meski cahayanya menyinari seisi dunia,dia akan pergi lagi setelah pagi meyambut.

Laksana kakiku menyusuri bibir pantai,aku menatap keatas dengan perasaan yang remuk redam.Ada sesuatu yang menyebabkan mataku digenani air,memikirkan nasib sang rembulan rela bercahaya sendirian demi menghiasai gelapnya malam.

Lantunan music clasik dari Caffe hidden gem ini menambah hatiku bermelankolis.Tidak mengapa,ini jauh lebih baik dari pada aku ikut bergabung dengan mereka yang sedang asik membalas pantun satu sama lain.

Cukup menghibur sebenarnya,tapi api unggun yang dibuat beberapa anak muda didepan tenda mereka lebih menarik perhatianku.Rasanya,aku ingin membakar habis jiwaku yang mengambang sampai menjadi debu.

Candaan-candaan para anak muda itu sesekali membuat mereka terbahak,tetapi malah membuat hatiku ingin menangis.Harusnya aku tertawa,namun air mataku terlanjur berbicara.

Inilah fase paling berbahaya dalam hidupku,tidak merasaka apapun lagi.Kadang aku ingin mengutuk nasib ini.

Sejujurnya,aku tidak menyukai sifat Papah.Tapi kenapa,hal itu juga tertanam dalam diriku.Kenapa aku tumbuh seperti dirinya dengan versi perempuan ?

Sifat bijaknya dan serba memaklumi semua hal,aku benci !

"Seburuk apapun halaman sebelumnya,langkahmu tetap masa depan..."

Terpaan ombak yang menabrak kakiku menyentil dingin seluruh sarafku.

Momi berdiri disisi kananku,meniru arah pandangku yang kosong.Aku belum mau menoleh kearahnya,sebab air mata ini terus membantahku ingin keluar.

Aku diam,menunggu kalimatnya yang dijeda.

"Karena apa ? Karena seumur hidup itu lama...menangislah satu minggu,satu bulan bahkan satu tahun untuk melupakan semuanya.Dari pada memutuskan untuk hidup dengan orang yang tidak bisa memahami dan tidak juga kamu pahami.Habiskan hidupmu dengan orang yang membuatmu tertawa lepas dan merasa dicintai..."

Aku tidak tergelak,karna aku tau hal itu.Hanya saja,aku masih belum menemukan jalan mana yang disembunyikan Tuhan untukku agar bisa terbebas dari kukungan nestapa ini.

"Nggak lelah Mba ?"

Ditelingaku itu bukan pertanyaan,tapi pernyataan yang membuatku ingin tertawa.

"Padahal Mba sendiri tau,memaklumi hal yang sama berkali-kali itu melelahkan..."

Ku seka kasar air mataku sambil tersenyum pedih.Sesekali kepalaku menunduk,melihat jemari kaki yang memainkan pasir.

"Dimata kamu,Mba jahat gak ?"

Entah kenapa,pertanyaan itu terlontar begitu saja.Seolah Momi tau kehidupan seperti apa yang sedang aku jalani.

Ada kekehan kecil darinya,membuatku tertarik untuk mendengar jawabannya.

"Dibilang jahat,yaa...jahat sih Mba.But,i know you did that with realistic thinking..."

Aku membeku.

Apakah itu artinya Momi mengetahui fakta pernikahan sirihku ?

Aku tidak perduli.

"Tapi percayalah...sebelum melihatku jahat dan sekeras ini,aku pernah jadi manusia yang paling bodoh karena terlalu peduli...dan selalu ada"

Kami saling melempar isi kepala masing-masing.Dia dengan pemikirannya,sedangkan aku dengan jutaan pertanyaan kenapa Momi tiba-tiba memelukku.

Harusnya aku tidak perlu bertanya,mungkin dia hanya sekedar memeberikanku kekuatan,atau...terlalu prihatin dengan kondisiku.

"Mas Reno pernah bilang ke aku,dia gak membenarkan apa yang dilakuin Abangnya.Tapi dia memilih diam karna tau Mba Ebi itu orangnya kuat..."

Aku kuat bukan berarti ini tidak berat.Aku selalu bilang 'nggak papa' tapi tidak pernah bilang kalau ini tidak sakit.

"Dan itu benar adanya...aku bisa melihat sendiri bagaimana tangguh dan sabarnya Mba selama ini"

Kalimat penenang Momi tidak cukup untuk menghalau air mataku.Aku terisak dipelukkan Momi.

"Mba..."

Pelukkan darinya terurai...

"Orang bakal sadar kalau sikap kita ke mereka itu berubah,tapi orang gak bakal sadar kalau ternyata sikap merekalah yang ngebuat kita berubah..."

Aku menjilat bibir,kembali menghadap samudra yang berisik.

"Mi,kamu tau ? Aku selalu berpura-pura gak terluka,agar aku gak ngebenci orang..."

Kalimatku malah mensugesti diriku sendiri.

"Dipendam memang gak menyakiti orang lain,tapi bisa menyakiti diri sendiri"

Momi meninggalkan bekas jejak kakinya yang dihapus hantaman ombak.

Definisi jejak harapanku yang dihapus oleh sang takdir.

Bersuami duaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang