Kehampaan kembali menyeruak begitu saja saat aku tiba di rumah.Lesu aku berjalan menuju kamar,tidak menghiraukan Alwi dan Lia yang sudah lama menungguku hingga pukul sebelas malam.
"Bunda...?"
Suara Lia bergetar,aku paham kesedihan anak itu.Lia berhamburan memeluk tubuhku yang terasa tidak memeliki kekuatan lagi.
"Buuunn hikss...please jangan kek gini Bun...Lia sesak Buuunn hikss hikss..."
Aku tak sanggup membalas pelukan putriku,sungguh kekuatanku serasa sudah diambang batas.
"Lia..."
"BUNDA !!"
Dan...
Yang terakhir ku dengar sisa teriakkan Lia dan Alwi,lalu...semuanya menjadi gelap.
Aku terbangun tak mengetahui sudah pukul berapa,ataupun hari sudah berganti pagi.Yang ku sadari dari corak tembok kamar berwarna pink sofh,rupanya aku berada di kamar Lia sekarang.
"Bun...?"
Suara lembut itu dari Lia,dan aku memindai mataku kepada dua orang yang berdiri di sisi ranjang.Bang Ali dan Alwi.
Di tangan Bang Ali ku lihat semangkuk bubur,dan Alwi sedang menyiapkan beberapa obat entah resep dari mana.
Aku memejam sebentar,rupanya orang yang aku harapkan pertama kali saat sadar dari pinsanku tidak ada.
Mas Alfi,kamu dimana ?
Pulang yah ? Aku hancur...
"Kata dokter tadi Bunda harus makan...karna kalau gak gitu tenaga Bunda malah makin lemah.Kalau Bunda lemah,kita gak bisa nyari Papah bareng-bareng Bun..."
Aku tergugah mendengar saran Lia.Benar,kalau begini terus aku tidak akan bisa mencari kemana suamiku.
Aku mengangguk pelan,dan senyum Lia terbesit yang di'iringi derai tangisnya.
"Abis itu Bunda makan obatnya yah ?"
Bujuk Alwi yang aku iyakan.
Bang Ali memberikan mangkuk itu kepada Lia,lalu berpindah duduk di sofah.
"Gue udah dapat info dimana suami lo Bi...tapi gue gak mau ngasih tau lo kalau lo gak nurut sama anak lo"
Penuturan Bang Ali seakan menarik kembali semua kekuatan yang sempat hilang.Aku tidak tahu apakah aku sekarang sedang dibujuk dengan senjata ampuh,atau memang Bang Ali berkata jujur.
"Abang bantu duduk yah ? Biar makannya enak"
Akupun menurut.
"Buka mulutnya..."
Satu sendok bubur ku kunyah paksa meski rasanya ingin muntah karna terlalu tawar.Meski begitu,aku juga menjaga perasaan anak-anak yang sudah ku buat down oleh tingkahku.
Getar ponsel Alwi dari saku celananya ditangkap indra pendengaranku.
"Bentar yah Bun ? Abang angkat telepon dulu..."
Aku diam tak menjawab,pikiranku berkelana soal siapa yang menelpon anak itu.
"Bang,sini"
Bang Ali bangkit dari duduknya,mengikuti Alwi keluar.
"Dikit lagi Bun..."
"Udah sayang,Bunda udah kenyang..."
Jawabku lemas
"Yaudah,sekarang makan obatnya dulu baru Bunda tidur..."
"Hem..."
Ku rasa obat itu mulai bereaksi.Mataku semakin lama semakin terasa berat sekali.
Aku menjemput malam yang sepi tanpa elusan dan pelukkan Mas Alfi.
Pagi menjelang,menyengat kelopak mata dari cahaya yang masuk ke fentilasi kamar Lia.
Keningku mengkerut,mencari dimana ku simpan ponselku semalam.Sebisa mungkin ku kumpulkan kesadaran dan tenaga mencari dimana benda pipih itu.
Aku bangun,menapakkan kaki menuju kamarku.Ada gerakkan dari dapur,tapi ku lewati begitu saja.
"Bunda udah bangun ?"
Lia,anak itu tidak masuk kampus lagi.
"Abang kamu mana ?"
Semalam setelah berpamitan menerima telepon itu aku sudah tidak melihat Alwi lagi hingga pagi ini.Mungkin tidurku terlalu lelap tapi,tenagaku sudah lumayan membaik.
"Eum...Abang ada urusan Bun..."
Raut Lia yang sedang mencuci piring agak berbeda.Seperti,ceria tapi juga seperi ada yang disembunyikan.
"Bunda mau teh ?"
Aku hanya mengangguk asal meski aku tidak berminat.Isi kepalaku masih berantakan,dan aku tidak jadi memasuki kamar.
Ruang tamu tujuanku,mendaratkan pantat menonton TV.Pandanganku kosong,barangkali saling singkron dengan isi hatiku yang masih gundah.
"Okeyyy !"
Lia kembali menuju mini pantry mengambil segelas teh.Tapi dipasangkan dengan beberapa potong roti selai coklat.
"Bang Ali mana ?"
"Didepan Bun...mau Lia panggilin ?"
Aku menggeleng,karna aku yang ingin langsung menemui pria jomblo itu.
"Bunda mau kemana ?"
Aku tidak menjawab,karna setelah ini aku akan menghabiskan teh buatan Lia.
"Bang...?"
Bang Alin yang sedang menyiram tanaman menoleh.
"Eh,udah bangun Tuan putri ?"
Aku mendengus malas.
"Sini duduk.Kebetulan mataharinya lumayan terik.Kata Dokter bagus buat nambahin energi nyariin si kodok"
Bang Ali terkekeh.
"Mar,lo lanjutin ini.Gue temenin Ibu dulu"
"Baik Bang"
Aku duduk,di kursi depan pos.
Memang,cuaca pagi ini lebih terik dari biasanya.Bang Ali duduk disebelahku sambil menyeruput kopinya.
"Gimana skrang hem ? Udah mendingan kan ?"
"Alwi mana ?"
"Ada urusan dia sama Rio"
Jawabnya meletakkan kembali gelas kopinya di meja.
Aku menyadari mobil di garasi tidak ada,berarti benar Alwi sedang keluar.
"Kemana ?"
Entah kenapa,aku penasaran sekali kemana Alwi pergi.Meski Bang Ali sudah memberitahu,perasaanku berbeda dari biasanya.
"I dont know...urusan kampus kali"
Aku menanggapinya dengan respon bingung.
"why ? Kepikiran lagi hem ?"
"Nggak..."
"Ayy semalam kesini..."
Deg !