37

59 3 0
                                    

Jadwal kepulanganku harusnya hari ini,mendadak ku tunda karna Lia diserang demam.Anak ini ikut stress memikirkan keadaan rumah tangga orang tuanya.

Ditengah sibuknya mengurus Lia sakit,aku mendapatkan telepon dari Rere.Dia mengatakan Ayahnya mencariku sampai ke Apartemennya.

Keterkejutanku bukan karna aku takut mendapatkan amukkan Ayahnya,tapi kawatir jika pria itu mengetahui keberadaanku di Bandung.

Ku lirik Lia yang masih tertidur,perlahan aku keluar dan melanjutkan obrolan dengan Rere.

"...Bukannya jadwal Papahmu sampai besok...?"

Sebisa mungkin ku pelankan suaraku,meski tak ada orang diarea ruang tamu ini.

"Harusnya gitu Mah.Tapi gak tau deh kenapa dadakan malah jadi hari ini"

Aku sudah tak bisa menghitung sudah berapa kali hari ini menghela nafas lelah.

"Lia gimana ? masih demam ?"

Aku mengangguk,meski Rere tak bisa melihat.

"Udah dipanggilin Dokter ? Alwi masuk dinas kan hari ini ?"

"...Masuk...tapi tadi pagi dia udah ngasih antibiotik ke Lia.Katanya gapapa.Kalau Lia gak bandel nolak makan bubur demamnya pasti cepet turun..."

"Mamah jangan mentang-mentang sibuk ngurus Lia jadi lupa juga jaga kesehatan.Ntar Papah gak bisa kerja lagi ikut-ikutan ngurus Mamah sama Lia"

"...Iyaah enggak aah..."

"Bay the way...Rere tf duit barusan"

Aku berdecak.Ini yang membuat aku selalu malas mengabari ke anak itu kalau ada apa-apa terjadi dengan adiknya.Perhatiannya membuatku semakin tidak enak hati.

"Rere gak mau denger penolakkan kek kemarin-kemarin yah Mah.Itu buat Lia sama Alwi.Salamin buat Papah.Rere lanjut kerja dulu. Assalamuallaikum..."

"...Wa'alaikumsallam..."

Ku tatap ibah layar ponselku yang sudah redup.Aku tidak berani menceritakan kepada putri pertamaku soal kondisi rumah tanggaku disini.Anak itu pasti ikutan sedih karna dia sudah mempercayakanku kepada Mas Alfi.

Mungkin bukan sedih,tapi kecewa.Aku juga tidak ingin Rere memiliki penilaian yang tidak baik terhadap Mas Alfi,karna sampai detik ini anak itu menganggap Mas Alfi seperti sosok malaikat yang menyelamatkanku dari keterpurukkan nasib.

Pipp Pipp !

Dengan gesit aku masuk kembali ke kamarnya Lia setelah mendengar denting klakson barusan.Aku tau itu pasti Mas Alfi.Bukan sengaja menghindar,tapi masih malas saja harus berinteraksi dengannya.

"Assalamuallaikum ?"

Salamnya ku jawab dalam hati.

Ku dekati Lia yang mulai membuka matanya.Badannya masih demam,tapi bibirnya sudah tak sepucat tadi pagi.

"Bun...?"

"Iyah.Ini Bunda.Mumpung udah bangun,makan buburnya dulu yah ?"

Ku dengar pintu terbuka,dan derap langkah yang masuk.

"Lia ?"

Suara Mas Alfi terdengar panik.Sejam yang lalu ku minta Bang Ali mengabari beliau,karna alasanku masih tetap sama.

"Papah..."

Aku berpindah posisi mengambil bubur yang sudah ku siapkan tadi di dapur.

Aku yang berjalan menuju kamarnya Lia,berhenti mendengar panggilannya Umar.

"Kenapa Mar ?"

"Ada Bang Rio Bu didepan"

"Owh...suruh langsung masuk aja.Lia juga lagi bangun tuh"

"Ok Bu"

Mumpung ada Rio,ku gunakan kesempatan ini membujuk Lia makan.Sengaja ku tunggu sebentar,dan benar saja Rio masuk.

"Assalamuallaikum tante..."

"Wa'alaikumsallam..."

Rio menyalim tanganku.

"Rio sendiri ?"

"Sendiri tante.Harusnya sama Siska dan Vanesa tadi,tapi gak keburu.Dosen tiba-tiba masuk kelas"

"Owh...yaudah,masuk gih.Ada Om juga didalam"

"Makasih tante"

"Eh Rio,tunggu"

"Iyah ?"

"Mumpung Lia susah dibujuk,kali aja pas ada kamu Lia mau makan bubur ini.Tante titip ke kamu yah ?"

"Hah ? O-...iyah tante"

Nampan yang berisi mangkuk bubur dan segelas susu sudah dibawa Rio.Aku berjalan ke kamar sambil memijit pelipis.Kepalaku mendadak terasa berat,mungkin sedikit mengambil waktu tidur adalah cara yang tepat.

Tapi,baru saja kepalaku menyentuh bantal,Mas Alfi masuk.Tidak ku hiraukan,aku melanjutkan memejamkan mata.

"Bisa bicara sebentar ?"

Sudah ku duga.Mas Alfi pasti menuntut soal masalah yang belum ada penyelesaiannya.

"Yank...? please dont do that..."

Suaranya terdengar sangat putus asa.Aku membelakanginya,menata hati yang masih marah.

"Mau sampai kapan diem gini yank ? Aku tau kamu masih marah banget,tapi kasi aku kesempatan buat jelasin semuanya..."

Sejujurnya aku juga ingin berbicara dari hati ke hati untuk membahas ini.Aku ingin tau bagaimana bisa,dan kenapa.Kami bukan anak kecil lagi yang harus melarut-larutkan masalah.Tapi,hingga malam ini egoku masih menguasai jiwaku yang marah.

Masih tidak habis pikir kenapa Mas Alfi tega melakukan ini kepadaku.Aku tau,masih banyak sekali kekuranganku menjadi istrinya.Masih belum sempurnah menjadi Ibu untuk anak-anaknya,tapi kenapa dari semua kebrengsekkan laki-laki,kenapa Mas Alfi melibatkan seorang perempuan di rumah tangga kami ?

Padahal,dia paham betul apa yang membuatku rusak.Dia tau betul apa yang menyebabkanku menjadi perempuan yang keras kepala dan banyak trauma.

Kenapa dia harus membuktikan bahwa laki-laki semuanya sama ?

"Yank..."

"Mas ! Kamu tau caranya agar aku gak bikin kacau malam ini"

Elaan nafasnya mengalir.Lalu,ku rasakan pergerakkannya berpindah dan suara pintu terbuka lalu tertutup kembali.

Aku...menangis dalam tangis yang begitu pilu.

Bersuami duaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang