57

92 5 0
                                    

Musim hujan di bulan Mei ini,cukup menyegarkan bumi setelah panas beberapa bulan terakhir.Meski hanya sesekali hujan itu turun,tapi lebatnya cukup mengamuk.

Diiringi hujan itu,aku turun dari taksi dan berlari memasuki rumah Papah.Sejam yang lalu,aku mendapat kabar bahwa Mamah kambu lagi.

Komplikasi diderita Mamah,membuatku semakin ekstra mengawasi pola makan beliau meski hanya mengawasinya dari video call.

Dengan gesit,ku masuki kamar Mamah.Terlihat beliau sesak mengatur nafasnya.Tubuh rentannya semakin kurus,juga rambutnya makin menipis.Kulit wajahnya bertambah jelas keriput dihiasi kantung mata yang berwarnah kehitaman.

Mama,tersenyum kearahku.

Aku bersimpuh disamping ranjang,mengelus kepalanya.

"Mah..."

"Mama baik-baik aja...."

Baik-baik saja katanya ?

Menyentuh lenganku saja tangannya gemetar.Aku tidak boleh menangis.

Melihat itu,Papa mengelus kepalaku.

"Dari semalam Mama nanyain kamu...Papa duduk diluar dulu..."

"Iyah Pah..."

Disertai batuk yang berat,Mama bertanya dengan bisikkan....

"Gimana kabar cucu Mamah di Bandung ?"

Aku tergelak.

Rasanya,aku ingin meraung-raung mendengarnya.Sederhana,tapi inilah Mama.Salah satu yang mengetahui rahasiaku.

"Suamimu sehatkan disana ?"

Ya Robb...

Aku hanya bisa mengangguk pelan menahan haru dan sesaknya hati.

"Mas Alfi sehat Mah...Lia sama Abang juga.Lagi sibuk ngurusin kuliah masing-masing...."

Bibir pucatnya melengkung,tapi tatapannya kosong.

"Mamah harap kamu gak ngadu ke cucu Mamah...."

Aku terkekeh dalam hati.

Padahal lagi sakit,tapi rasa kawatirnya terhadap cucu-cucunya masih berlebihan.

Ku elus lembut kepalanya,sesekali ku tampilkan senyum yang biasa ku pakai sebagai senjata menenangkan hati mereka.Meski,ini palsu.

"Mah...? Lia sama Abang titip salam.Katanya kalau cuti kuliah mau main kesini..."

Meski tak benar-benar yakin,aku tetap berucap demikian.

Matanya berpindah kearahku.Ada banyak arti didalamnya,tapi tak satupun bisa ku pahami.

Aku tau itu hal yang mustahil,karna setiap Lia merengek ingin ikut,berbagai alasan penolakkan ku lakukan.Aku rela menggores rasa kecewa di hati anak-anakku hanya demi menyelamatkan mereka dan rumah tanggaku.

"Nanti kalau Mamah sembuh,janji bawa Mamah ke Bandung yah...?"

Seketika kepalaku mengangguk disertai air mata yang menggenang.

Nafasnya terlihat susah,juga matanya semakin sayu.Bagaimana hatiku tidak tergores ? Mata itu yang selalu berbinar ketika mendengar cerita-cerita konyolku.

Bagaimana awal aku berkenalan dengan Mas Alfi,hingga untuk pertama kalinya ku ajak Mamah pergi menarik uang di ATM yang di transfer Mas Alfi untukku.

"Nak,gimana kalau pria itu tau kamu udah punya anak dan suami ?"

Aku terkekeh sambil menyetir motor.

"Ebi cerita semuanya ke dia mah.Jadi tenang aja,dia gak bakalan nyusul Ebi sampai kesini"

Bersuami duaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang