"Lo berdua bukan anak kecil lagi Ebi"
Aku yang tengah sibuk di dapur menyiapkan makan siang,dihampiri Bang Ali lima belas menit yang lalu.Dia duduk di kursi,dengan segelas kopi di meja makan.
Pukul enam pagi tadi Mas Alfi sudah ke kantor,lebih cepat dari biasanya.Mungkin beliau sengaja,karna sampai hari ini aku belum memberinya ruang untuk berbicara empat mata.Atau,dari hati ke hati.
Meski begitu,aku tetap mengurus rumah dan anak-anak.Semarah-marahnya aku,aku tidak mau melupakan statusku sebagai ibu rumah tangga.Tanggung jawabku sebagai istri tetap ku lakoni walaupun sudah dua malam terakhir aku tidur di kamar Lia.
Mas Alfi tidak keberatan atau memaksaku kembali tidur di kamar kami,beliau hafal betul bentuk kemarahanku terhadapnya.Tapi,sekalipun begitu,beliau sudah beberapa kali mencoba membujukku untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.
Aku perempuan yang dengan riwayat traumatic masih menyimpan marah.Usahanya belum berhasil,barangkali dengan itu dia meminta Bang Ali berbicara denganku.
"Lo gak usa repot-repot bujukin gue Bang"
Ucapku membelakanginya memotong kentang.Siang ini aku ingin memasak sop brenebon iga sapi,kesukaan Lia.Kentang yang ku potong dadu hampir selesai,bahan itu akan ku campurkan kedalam kuah sop yang sudah mendidih.Selain Lia suka,aku butuh penambah nutrisi.
Adu ilmu dengan Mas Alfi rasanya aku membutuhkan banyak energi untuk beberapa hari kedepan sebelum pulang ke kotaku.
"Se'enggaknya dengerin dulu penjelasan laki lo.Yaaa,gue tau gue gak berhak ikut campur.Tapi sebagai bagian keluarga lo,gue gak bisa tinggal diam ngebiarin lo berdua kek gini mulu"
Dugaanku tidak akan salah,Mas Alfi pasti mengutus Bang Ali membujukku.
"Emang gue sama bokapnya Alwi kenapa ?"
Tanyaku sembari mencuci kentang yang sudah selesai ku potong.
Kekehannya yang mengejekku,ku abaikan.
"Gak usa ngeles lo.Kalau gak kenapa-napa ngapain lo masih tidur di kamarnya Lia ?"
"Kok lo tau Bang ?"
Aku menoleh sebentar kepadanya,lalu memasukkan kentang kedalam kuah sop.
"Tau lah malih ! Orang laki lo udah dua malam begadang ma gue didepan"
Tepat sasaran !
Tanganku sempat terhenti yang sedang mengaduk,dugaanku tidak meleset kan ?
"Oooowwwh...terus dia klarifikasi ke lo,dan seolah-olah gue salah faham,gue egois disini karna belum mau maafin dia gitu ?"
"Yaaaaaa...kurang lebih begitu"
Dia menyeruput panjang kopinya setelah memberikan jawaban yang memancing emosiku.
Aku berbalik menghadapnya,bersedekap pinggang dengan sendok di tangan yang siap ku patahkan di kepalanya.
"Harus banget gue beliin cermin biar dia ngaca diri ?!"
Desisku menatap Bang Ali tajam.
"Lo semua lupa,gimana dia ninggalin gue dan anak-anak berminggu-minggu hanya gara-gara Ayy main ke rumah ? Apa ini cara dia mau balas dendam ke gue ? Kalau itu bener,ini gak lu-cu Bang !!"
Nadaku naik beberapa folta.Bang Ali membalas tatapanku,terlihat wajahnya sedikit pias.Sementara aku,ingin menangis tapi lekas aku berbalik mematikan api kompor.
Ku tarik rakus-rakus oksigen yang ada disekitarku,menepis air mata yang mulai menggenang.
Kembali aku menghadap beliau.Dia sempat menunduk,lalu membalas menatapku.
"Lo minta cerai...?"
Pelan suara Bang Ali,tapi masih bisa ku dengar.Ku lempar pandangan kearah lain,tapi getar suara Bang Ali berikutnya menarik sesuatu dalam jiwaku.
"Lo mau nyerah semudah ini Bi....?"
Aku terdiam,menggigit bibir dalamku sekuat-kuatnya.
Dia berdiri,mendorong kursi kebelakang dengan pelan.Beliau memindai pandangannya lurus kedepan.Nafasnya terlihat beraturan,tapi tidak dengan garis mukanya.Terlihat jelas dia menampilkan raut kesedihan.
Aku terenyuh ditempat.
"Cukup gue jadi saksi dipernikahan lo berdua.Gue gak mau jadi saksi di pengadilan agama"
Setelah melontarkan kalimat ancaman itu,beliau berlalu meninggalkanku dengan perasaan yang porak poranda.