"Pertanyaannya,kenapa dia sampai tau rumah ini yank ?!"
Aku tidak tahu...
"Bahkan mirisnya lagi,dia malah nyariin kamu sementara ada Abang sama Lia di rumah kemarin.You should know the answer !"
Iya aku tau jawabannya.Tapi malah tertahan di tenggorokkan.
Aku hanya bisa meredam tangis disudut kamar Alwi.
Beliau memanggilku setelah mengintrogasi Alwi,yang memang kebetulan kemarin anak-anak di rumah sewaktu kami ke Sukabumi.
Dari keterangan Alwi,awalnya dia tidak tahu menahu soal kisah asmaraku dulu dengan Ayy.Dia hanya tau Ayy itu teman Ayahnya dulu dan suka kepadaku.Tidak sejauh setelah Ayahnya yang membeberkan.
"Jangan bilang,kalian sering kontek-kontekan.Or maybe...have met often ?"
"What ?"
"Bisa aja kan ?"
Hardiknya dengan sorot yang begitu dingin.
"Seburuk itu aku di mata kamu...?"
Ujarku menatapnya lirih.
Alwi menunduk,dan aku menahan malu.Harusnya tidak di kamar Alwi,dan tidak juga di rumah ini.Banyak tempat yang cocok sekalipun kami saling teriak tidak ada yang akan ikut campur.
Dadaku semakin sesak.Aku butuh pil itu.
Tapi...
Aku lupa dimana menyimpannya.
Dari sela-sela kelopak mataku,aku bisa melihat bagaimana rahangnya mengeras.Tangannya mengepal,dan aku ketakutan.
"Kalau gak mau disangka buruk,harusnya KAMU GAK SEMBUNYIIN INI DARI AKU EBI !!!"
Teriaknya diakhir kalimat sambil menunjukku.
Badanku gemetar menerima lolongan itu.
Ebi...
Dia sudah menyebut namaku.Artinya,dia benar-benar marah.
"AKU GAK SEMBUNYIIN APA-APA DARI KAMU !!"
Ku balas teriakkan itu.Persetan dengan semua kuping yang merekam.
Ku balas tatapan tajamnya.
"Kalau kamu gak sembunyiin,kenapa si bang-sat itu tau rumah ini dan nyariin kamu ?! Bukannya,kamu sendiri yang buat peraturan untuk nge-privat alamat rumah ini dari semua mantan-mantan kita ?!"
Yah...Aku mengiyakan dalam hati.
"Kamu nuduh aku ? Hah ?"
Bantahku menahan nyeri yang semakin menggorogoti dada dan juga kepala.
Jangan sampai lo jatoh di kamar ini Ebi...
"Kamu ngerasa dituduh ? Kalau gitu,rubah tuduhan ini menjadi rasa bersalah !!"
Aku tidak bisa menjawab lagi.Bibirku bergetar,pengaruh debaran jantung yang seolah menerobos keluar.
Ini terlalu kejam.
Mas Alfi sudah terlalu berlebihan menilaiku.
Harusnya bisa ku jawab,bahwa pertemuan itu tidak disengaja.
Namun,hanya air mata yang berbicara.
"Aku masih bisa memaklumi kamu belum cerai sama suami TAE kamu itu ! Tapi Ebi,demi Tuhan AKU GAK BISA TRIMA KAMU KETEMUAN SAMA KEPARATMU ITU !"
Cukup Alfi...
"Gak usa bawa-bawa si tae itu yaah...? Dia gak ada sangkut pautnya sama masalah ini Alfi !"
"Haha !"
Tawanya sumbang,meremehkan jawabanku.
"belain Ebi.Belain aja terus !"
Cukup !!
Aku maju beberapa langkah mendekatinya,menatap matanya yang menikam kewarasanku.
Ku seka kasar air mataku,menghirup semua oksigen yang ada.Butuh tenaga lebih untuk menghadapi Mas Alfi yang meledak-ledak.
Beliau jarang marah,apa lagi hanya masalah sepele.Tapi sekalinya marah,beginilah dia.
Selama menikah dengannya,ini kali pertama ku lihat dia semurka ini.Mas Alfi yang aku kenal seperti bukan dirinya.Dia yang selalu lembut memperlakukanku ketika aku salah,memaklumi semua ke'egoisanku,memaafkan sebelum aku meminta dan menyesalinya.
Ini jauh dari dugaanku.
Ku hembuskan perlahan oksigen itu sampai rongga dada terasa longgar kembali.
Lalu,aku berucap...
"Denger ya...aku gak suka masalah di laut dibawa kedarat.Jangan cuma karna rasa cemburu kamu,kamu sapu ratain..."
Dia tersenyum miring.
"Cuma ? Kamu bilang ini cuma ? Jangan karna kamu tau selama ini aku sabar ngehadapi sikap kamu yang always to much itu,kamu semakin membangkang dan menganggap this problem aku maklumi !!!"
Dia membentak tepat dihadapanku.
Memang benar adanya,sebaik-baiknya manusia,tetap ada sisi buruknya.
Air mataku kembali jatuh,ketika dia menyambar kunci motor Alwi yang berada di nakas ranjang.
"Papah mau kemana ?"
Tanya Alwi panik.
"Papah titip Bunda ke kamu..."
"Pah ?!"
"Papah ?!"
"FUCK !!"
Alwi mengumpat,setelah itu...
Aku...terperosok ke lantai.