47. MERINDUKAN SAHABAT

416 47 39
                                    

"Tubuh terpanggang bara api, jantung berdentum sakit dalam panas, dahaga menyiksa dan hati menjerit dalam keputusasaan. Tempat bernaung itu hancur jadi reruntuhan kelabu."

___________________________________________
___________________________________________

Jingshi - jam 13.12 siang

"DEDEK! Embul! Ya Tuhan, siapa yang kasih kalian api?!" Zhan memekik panik ketika mendapati Hua dan Hui berjongkok memegang kayu yang menyala.

"Jan Jan mau api?"

"Jangan, Nak. Siniin kayunya, takut kena tanganmu terus terbakar." Zhan dengan lembut mengambil alih kayu yang menyala besar dari tangan Hua.

"Nangan ambih apina Jejek Ui, Mahmah." Hui berlari menghindari Zhan dengan memakai popok saja, bayi aktif itu kabur agar kayu menyalanya tidak diambil seperti milik Hua.

"Wang Zhao Huiiiii!" Zhan mengejar usai mematikan kayu milik Hua, tapi dia tidak tahu kalau masih ada korek api gas di tangan si gembul.

Selama mengejar Hui, Zhan mengomel karena tidak ada penjaga pun yang berhasil menangkap si bungsu. Hingga...

"Wahaaaa!! Tuan Kecil ketangkep sekaraaaang~"

"Wahaaaa!! Tuan Kecil ketangkep sekaraaaang~"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rain, pegang dan bawa ke sini!"

Zhan tersengal-sengal karena lelah mengejar. Bayangkan saja, Hui yang memakai singlet kebesaran dan popok saja berlari sangat kencang dan melewati banyak meja serta selangkangan para pengawal. Rain mendekap Hui yang berusaha kabur lagi.

"Jangan lari-larian, Sayang. Kasihan Mamanya Tuan Kecil, dia kecapekan loh." Rain mengusap-usap kepala Hui, tapi bocah tersebut entah kenapa menjadi sangat tidak penurut.

Kraukk! "Akh!" Rain memekik setelah Hui menggigit pipi pemuda pirang itu. Zhan melotot.

"Dedeeeek! Siapa yang ajarin kamu nakal, hah?!"

"Jejek Ui nau api cayang!" Hui berseru melawan sambil mengangkat kayunya, ah api sudah padam dan dia menjadi cemberut.

Zhan memijit-mijit kepala, tiba-tiba pelayan datang membawa kabar kalau Lian sudah bangun dan menangis.

"Tolong bawa ke sini, Bi."

"Baik, Nyonya Muda."

"Dedek, sini sebentar." Suara tegas Zhan membuat Hui takut, dia berjalan was-was sambil menyembunyikan kayu di belakang punggung. "Dedek berbuat apa ke Om Rain?"

Rain yang disebut segera memasang wajah sedih sambil mengusap-usap tangannya yang tadi digigit. Hui menoleh, lalu memperlihatkan gigi.

"Jejek Ui jijit Om Lain."

"Kalau menggigit, nanti kulit Om Rain berdarah dong. Dedek berani liat darah?"

 Dedek berani liat darah?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMA KELINCI🐇(Yizhan) S3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang