44. BUNGA PEGUNUNGAN

451 55 39
                                    

"Mengabaikan saran yang baik akan merugikanmu di kemudian hari. Itu terjadi di saat kamu sedang lupa. Yang selalu memperhatikanmu telah pergi, maka di situlah hati akan hancur sebab tak dapat menjumpai kebaikan yang sama lagi. Demikianlah kerinduan."

___________________________________________
___________________________________________

Jingshi - jam 16.49 sore

LIAN menangis kencang karena tidak menemukan Zhan di sisinya. Bayi itu meronta-ronta, berusaha memanggil seseorang yang selalu setia menemani. Namun bukan orang itu yang muncul, melainkan 2 sosok kecil berpopok pembawa boneka kelinci dan kepiting.

"Tatak Ua, Iyan angih-angih cuyus. Nau mamam apah?" Hui bertanya pada Hua yang mungkin lebih memahami konteks kehidupan.

Karena sudah tahu rasanya bersekolah dan mendengarkan petuah guru, Hua berkata, "Iyan mau mamam mie."

"Mih?"

"Iyah, mau mie goleng. Tatak Ua ambilin ke dapul cebental, yah." Dengan lembut, Hua menepuk-nepuk kaki Lian yang bisa terjangkau, kemudian meletakkan boneka kelinci merahnya di sisi bayi itu.

Hui bengong cukup lama sebab Lian tetap saja menangis padahal akan diambilkan mie goreng.

"Iyan cuh cuh cuuuh~ Tatak Ua ambihin mih joyeng juyu, yah. Iyan nangan angih-angih cuyus, nanci acik nanas tayak Jejek Ui."

Lian sesenggukan sampai dada seolah terhimpit. Hui menatap Inci si boneka, lalu beralih ke keponakannya. Haruskah dia memberikan boneka kesayangan itu untuk Lian si bayi cengeng?

"Iyan, nau nain cama Inci?" Lian tentu tidak bisa menjawab sebab terus menangis sampai wajah memerah, "Iyan, inih Jejek Ui acih--"

"Bayi berisik!" Hui kaget mendengar Sehun datang membentak.

"Ang Hun napah?"

Bukannya menjawab, Sehun justru memukul pinggiran ranjang Lian sehingga bayi tersebut tersentak. Tangisannya bertambah kencang.

"Ang Hun, nangan mucul!" Hui memekik sambil memeluk Inci.

"Oeeeeekkk...hummm~ hukkss....taaah!" Lian menangis ke arah Sehun, tapi pria itu memukul pinggiran ranjang seraya melotot.

"Nangan muculin Iyan, acihan Iyan..." Hui beringsut ke pojok kamar, dia gemetar setelah kakak iparnya tersebut memukul ranjang beberapa kali.

"Kamu bisa diam, bocah? Bisa diam, nggak?! Kepalaku pusing mikirin kerja dan isteriku. Sadar hah? Itu semua gara-gara kelahiranmu!" Sehun membentak Lian di saat bayi itu mengemut ibu jarinya dengan mata sembab.

Hui menggigit telinga Inci, jantungnya berdebar-debar dan napas anak tersebut menjadi sesak akibat bentakan Sehun.

"Ang Hun...hah...hah...Mahmah, coyongin Jejek Uiiii...hukss...aaaa tacut manyet ji nini...hukss... Iyan acihan jujak."

"DIAM! AKU BILANG DIAAAAM! NGGAK USAH NANGIS SEGALA KARENA KAMU NGGAK BISA BIKIN ISTERIKU BANGUN!!" Sehun meneriaki Lian, si kecil memerah dan menangis lebih keras dari sebelumnya.

Hui berjalan pelan-pelan, dia mengangkat tangan dan...sreett! "Aaaaaaaa! Mahmaaaah! Mahmaaah Ang Hun muculin Jejek Uiiii!"

Hui terjungkal ke lantai tapi tetap memeluk Inci. Sehun benar-benar mendorongnya dengan kasar tadi.

"APA KAMU NGGAK PUNYA OTAK LAGI, OH SEHUN?!" Zhan berteriak memaki menantunya sambil meraih Hui ke gendongan.

"M-Mama, bu-bukan maksudku...aku reflek tadi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMA KELINCI🐇(Yizhan) S3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang