19. KETEGUHAN YANG BESAR

579 71 57
                                    

"Bersabar itu sangat sulit, apalagi ketika ujian datang secara bertubi-tubi. Jangan takut, Tuhan menemanimu."

____________________________________________
____________________________________________

TIDAK pernah terbayangkan kejadian yang hampir mirip terjadi pada Lin Yi setelah Zhan. Yibo berjalan tertatih-tatih menuju kaca besar pembatas, hanya demi menemukan tubuh terbujur kaku dengan begitu banyak selang medis. Tidak tahu fungsinya satu per satu, tapi itu tentu dibutuhkan Lin Yi untuk bertahan hidup.

Bertahan hidup?

"Dulu A'Yi bisa bernapas dengan leluasa, kenapa sayangnya Papa harus berbaring di tempat ini lagi? Bukankah dulu A'Yi udah bertekad untuk nggak masuk rumah sakit terus? A'Yi nakal, kamu bohongin Papa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dulu A'Yi bisa bernapas dengan leluasa, kenapa sayangnya Papa harus berbaring di tempat ini lagi? Bukankah dulu A'Yi udah bertekad untuk nggak masuk rumah sakit terus? A'Yi nakal, kamu bohongin Papa."

Yibo rapuh serapuh-rapuhnya kali ini. Dia seperti melihat Zhan dulu yang mengalami koma mati otak juga. Air mata bercucuran tak terbendung sedetik pun saat ingat momen menyeramkan selama 1 bulan. Selama itu juga, dia mengabaikan Lin Yi karena sakit hati. Tuhan seperti memberi peringatan, ataukah balasan tentang betapa salahnya jalan yang Yibo ambil dulu. Lin Yi mengidap kanker otak stadium awal, pengelihatan tidak baik dan berkali-kali pingsan usai mimisan. Yibo tidak tahu semua itu karena memokuskan diri pada Zhan semata. Menyalahkan segala tindakan Lin Yi meski putranya berkali-kali minta maaf.

 Menyalahkan segala tindakan Lin Yi meski putranya berkali-kali minta maaf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nak, ayo pulang. Kamu janji akan pulang. Ayo cepetan bangun. Jangan bikin Papa nungguin di luar terus, Nak. Nggak boleh loh anak nyiksa orang tuanya dalam kerinduan. A'Yi pasti denger, kan? A'Yi nggak koma, ini cuma pingsan sementara. Ayo pulang, ayo pulaaaang..."

Tubuh Yibo dibalik, kemudian didekap oleh Tuan Qiren. Pria sepuh itu menangis, membiarkan cucunya menyerukan kehampaan dengan suara paling pedih.

"Kuat, Cucuku. Kamu harus bisa menahan diri, kasihan A'Yi jika mendengar suaramu."

"Kalau suaraku bisa didengar, biar saja aku menangis sampai lelah. Biar saja, Kakek. A'Yi harus bangun...hikss...anakku harus banguuun! Hikss...dia harus bangun."

Yibo melepaskan diri dari dekapan Tuan Qiren, lalu kembali menatap wajah Lin Yi yang tidak terlalu jelas. Wajah manis itu dihiasi alat bantu napas yang besar, Yibo sampai ngeri membayangkan sesusah apa si Wang sulung meraup oksigen. Tak tak tak tak! Yibo mengetuk kaca tebal berkali-kali, ingin segera masuk lalu menyerukan nama Lin Yi tapi dokter belum membolehkan.

MAMA KELINCI🐇(Yizhan) S3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang