Shani mencoba sekuat tenaga untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. namun percuma ternyata air matanya tetap tak bisa ia tahan dan akhirnya jatuh juga.
***
"Ayah sama bunda gk bakalan marah sama cici.."
"Mana mungkin mereka marah setelah melihat usaha cici buat jagain kita.."
"Cici gk pernah gagal buat jagain kita dan keluarga ini agar selalu aman.."
"Aku yakin pasti mereka bangga sama cici"
"Kalo ayah sama bunda emang beneran marah dan kecewa.. Seharusnya itu bukan ke cici.."
"tapi ke aku.. "
"aku yang lebih pantas untuk dimarahi oleh ayah dan bunda. "
"Karna aku yang sudah membuat mereka kecewa.. Bukan cici."
"Dari dulu memang aku yang paling berbeda di antara anak anak bunda ya-"
"Kenapa kamu ngomong gitu? Kita semua saudara, kita semua anak dari ayah sama bunda."
"Jadi jangan merasa bahwa kamu berbeda sendiri diantara kita! Kita semua sama!"
Gita tersenyum mendengar ucapan dari kakaknya tersebut.
"Tapi semua itu memang benar ci.."
"Di antara kalian aku yang selalu membuat masalah di keluarga ini, aku yang sering buat ayah sama bunda kecewa."
"Aku yang paling tidak bisa dibanggakan oleh ayah dan bunda, Aku yang paling sering menyakiti hati ayah sama bunda dan aku juga yang paling gagal menjadi anak mereka."
"Udah,, stop.."
"Aku merasa tidak pantas ada di keluarga ini dan menjadi bagian dari kalian semua."
"Udah gita.. stop!"
Shani langsung memeluk gita dan menangis dipelukan adiknya itu. Sedangkan gita masih terus melanjutkan ucapanya dengan sekuat tenaga menahan tangisanya supaya tidak pecah.
"Maaf ci.."
"Maaf karna aku tidak pernah mau dengerin omongan cici..."
"Maaf aku selalu bikin cici, kak jinan dan marsha khawatir..."
"Maaf aku selalu ngelawan perintah cici..."
"Maaf aku selalu nyusahin kalian..."
"Maaf aku udah buat kehangatan dan keceriaan keluarga ini hancur."
Saat gita akan melanjutkan ucapanya tiba tiba pintu kamar gita di buka dan memperlihatkan jinan dan marsha yang sedari tadi mendengarkan percakapan shani dan gita dari balik pintu.
"Kak jinan, macha..."
Mereka berdua langsung masuk dan langsung menghampiri gita dan shani yang kini sedang duduk di sofa. Jinan langsung memeluk gita dan di ikuti oleh marsha.
Setelah beberapa saat mereka berpelukan kini mereka duduk diantara gita dan shani.
"Jangan pernah bicara seperti itu lagi."
"Semua yang kamu katakan itu tidak benar."
"Kenapa kamu selalu menyalahkan diri sendiri?"
"Aku tau kamu dari dulu selalu berjuang sendiri tanpa ingin merpotkan kita.."
"Tapi kita ini keluarga.."
"Kita ada disini menjadi rumah bagi satu sama lain.."
"Disaat kamu merasa lelah dengan dunia atau apapun itu.. kita akan selalu ada di sisimu.. kita akan selalu selalu mendukung dan menjadi rumah bagimu.."
"Jangan pernah merasa sendirian di dunia ini.."
"Dunia ini terlalu kejam.. Bahkan sehebat dan sekuat apapun kamu menghadapi semua luka, kesedihan dan penderitaan itu seorang diri.."
"Dunia ini akan selalu mempunyai caranya sendiri untuk membuatmu terluka lebih dalam lagi."
"Dan kita ada disini sebagai keluarga.. kita akan selalu ada untuk satu sama lain.."
"Kita ada untuk saling berbagi.. ntah itu luka, kesedihan, penderitaan atau pun kebahagiaan. "
"Jadi selama kita ada disini.. jangan pernah merasa sendirian karna kita ada untuk satu sama lain."
Jinan mengatakan semua itu dengan sangat lembut bahkan gita sampai menitikan air matanya. Ia sangat bersyukur mempunyai keluarga seperti mereka hingga akhirnya..
"Dek.. bukanya kamu tadi mau siap siap buat ke sekolah?" Ucap shani.
"Kok masih disini? Ini udah siang lo nanti kamu telat." Lanjutnya.
"Huaa... Ci shani kok baru ngingetin sih... Mana udah jam segini lagi..." Rengek marsha.
"Lah kok jadi nyalahin cici... " Uacap shani.
"Ini udah jam stngh tujuh ci... Kenapa baru ngingetin sekarang." Kesal marsha.
"Kan kamu sendiri yang ikut nimbrung sampek lupa mau siap siap ke sekolah." Ucap shani.
"Hehehe.. habisnya tadi kebawa suasana ci... mana sampek nangis segala lagi." Cengir marsha.
"Ya udah tinggal bolos aja apa susahnya." Celetuk gita.
Mendengar ucapan gita seperti itu seketika jinan langsung menjewer telunga gita dan shani langsung menatap gita tajam.
"Aduh.. sakit kak.." Rintih gita.
"Ampun..." Sambungnya.
"Kamu mau ngajarin adikmu bolos ha?" Ucap shani sambil menatap gita tajam.
"E-enggak ci..." Takut gita.
"Awas aja kalo kamu ngajarin macha yang aneh aneh!" Ucap shani.
"E-nggak ci... Aku gk bakal ngajarin macha yang aneh aneh kok..." Ucap gita.
"Hahaha..." Tawa marsha saat melihat gita ketakutan.
"Kanapa kamu masih disini? Cepet sana siap siap!" Ucap jinan.
Mendengar ucapan jinan itu marsha langsung takut dan langsung lari ke kamarnya.
"Dan kamu gita.. kamu masih belum cerita sama kita kemana kamu semalam..." Ucap jinan tegas.
"Kamu juga belum jelasin kenapa kamu bisa sampek di scors!!" Lanjutnya.
"Nanti kamu harus jelasin semuanya.. paham!!" Ucap jinan penuh penekanan.
"I-i-ya kak." Ucap gita takut.
Shani dan jinan pun langsung keluar dari kamar gita dan langsung pergi untuk melakukan aktivitas mereka seperti biasanya.
End?
______________________&___________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalian Rumahku?
Random"Bahkan kalian gk tau apa apa tentang gue.. jadi bagaimana mungkin kalian bilang kalo gue berubah dan bukan gita yang kalian kenal?" - Gita. "Karna sejak awal kalian memang nggk pernah tau apa pun tentang gue." - Gita.