Kini hari sudah sore.
Terlihat shani yang sedang duduk sendirian di taman belakang, ntah kenapa hari ini ia tidak bisa fokus pada apa yang ia kerjakan. Fikiranya terus tertuju pada gracio, gita dan anaknya.
Meski shani tak tau mengenai apa yang terjadi diantara gracio dan gita, namun shani bisa menebak jika kedua orang itu sedang bermusuhan. Shani cukup peka tentang gracio dan keluarganya, entah kenapa shani bisa merasakan jika mereka sangat membenci gita.
Tapi shani juga tak tau apa alasan mereka membenci gita dan hal itu berhasil membuatnya penasaran bahkan ia sampai tidak bisa fokus pada apa yang ia kerjakan.
"Sepertinya memang banyak hal yang tidak aku tau tentang gita." Gumam shani pelan.
"Bahkan aku saja tidak tau jika gita, gracio dan keluarganya sudah saling kenal.." lanjutnya.
"Ntah aku yang terlalu bodoh untuk mengerti tentang keluargaku atau gita yang terlalu rapi menutupi semua ini.."
Kini pandangan shani mengarah pada rumput yang ada dibawahnya. Tak lama datanglah jinan dan langsung ikut duduk disamping shani tanpa bertanya atau minta persetujuan terlebih dahulu.
"Ngapain ci?" Tanya jinan.
Gpp." Balas shani.
"Kalo gpp, terus ngapain disini sendiri?" Ujar jinan.
"Cuma nyari udara segar aja.. kamu sendiri ngapain disini?" Ucap shani.
"Gpp.. pengen aja." Jawab jinan.
Setelah percakapan barusan, keduanya hanya saling diam. Hingga beberapa saat akhirnya jinan kembali membuka suara.
"Gimana sama gracio?" Tanya jinan membuka percakapan.
"Seperti yang kamu lihat.. semuanya sudah hancur." Jawab shani.
"Kenapa? Terus gimana sama anak yang ada di kandunganmu?" Tanya jinan.
"Ini sudah menjadi resiko yang harus aku tanggung.." balas shani.
"Apa yang akan cici lakukan sekarang?" Tanya jinan lagi.
"Tidak banyak.. hanya saja aku merasa jika harus mulai menerima apa yang terjadi.. dan ya.. aku akan tetap membesarkan anak ini." Ujar shani sambil menatap lurus kedepan.
"Meski tanpa seorang ayah?" Ucap jinan.
"Mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa melakukan apa apa.. aku juga tidak ingin memaksa cio untuk menikah denganku." Saut shani.
"Kenapa? Bukankah ini anaknya? Harusnya cici juga memikirkan bagaimana perasaan anak ini.. bukan hanya memikirkan perasaanmu dan juga gracio." Ujar jinan.
Shani menatap sekilas pada jinan kemudian ia mengalihkan pandanganya menghadap kedepan.
"Lalu.. menurutmu apa yang harus aku lakukan?" Tanya shani pada jinan.
"Lakukan saja apa yang menurutmu benar.. semuanya terserah padamu." Jawab jinan.
Jinan pun beranjak dari sana dan mulai pergi meninggalkan shani, namun langkahnya terhenti saat shani berkata padanya.
"Maaf sudah membuat kalian kecewa.." ucap shani dengan sendu.
"Apa kalian masih mau menganggap anak ini sebagai keponakan kalian nanti?" Lanjutnya.
Jinan tak menjawab ucapan shani barusan, ia hanya menatap shani sekilas lalu kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan shani. Saat jinan melangkahkan kakinya pergi dari sana, terlihat setetes air mata keluar dari kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalian Rumahku?
Casuale"Bahkan kalian gk tau apa apa tentang gue.. jadi bagaimana mungkin kalian bilang kalo gue berubah dan bukan gita yang kalian kenal?" - Gita. "Karna sejak awal kalian memang nggk pernah tau apa pun tentang gue." - Gita.