Semilir angin menerpa wajah sembab namun masih terlihat menawan, membuat beberapa helai rambut berterbangan dengan lembut. Keisya diam menatap langit, menginjakkan kaki di rooftop sekolah tepat diujung pembatas.
Keisya butuh tenang. Satu hari saja kenapa sulit sekali ia merasakan ketenangan? Setiap detiknya Keisya selalu diselimuti ketakutan. Ia sebenarnya lelah. Namun ada satu kekuatan yang membuatnya enggan menyerah. Ya, Keisya masih mengharapkan kebahagiaan. Ia masih mengharapkan waktu yang kembali berputar seperti dulu. Saat ia dijauhkan oleh malapetaka yang disebut dendam.
Suara langkah kaki dibelakangnya cukup membuat Keisya mengetahui ada seseorang lagi yang masih mengkhawatirkannya. Orang itu adalah Gavin. Keisya tak mengerti terbuat dari apa hati cowok itu. Padahal terlalu banyak permasalahan yang membuat dirinya terlihat buruk bahkan menjijikkan. Tapi itu serasa tak cukup untuk membuat Gavin menjauhinya.
"Jangan diujung batas. Nanti ditolak setan nyawa lo bisa aja melayang. Lo nggak bisa ngambil nyawa orang untuk menggantikan nyawa lo." Lelaki itu berdiri dibelakang Keisya. Menunggu wanita itu untuk memutar badan menjauh dari ujung rooftop.
"Jangan pedulikan aku, Gavin." Keisya sesenggukan. Masalah ini terlalu membuat dirinya malu dan merasa lebih rendah.
"Ck, lo ketimpa masalah masa gue nggak peduli, Kei? Gue tau masalah kali ini berat buat lo. Gue juga ragu bisa menyelesaikan masalah ini." Gavin terkekeh miris. Ia sedih ketika dirinya tak bisa melakukan sesuatu untuk menghapus video yang sudah terlanjur tersebar tersebut. "Kalau sakit, bilang sama gue. Bagi rasa sakitnya ke gue, Kei."
"Gavin! Kamu nggak perlu terlalu baik sama aku!" Nafas Keisya bergemuruh. Pikirannya kacau seperti benang kusut. Ia tak bisa mengendalikan emosinya kali ini.
"Kenapa? Kenapa gue nggak boleh baik sama orang yang baik sama gue?"
"KARENA AKU BISA JADI AIB KAMU JIKA KITA MASIH DEKETAN! Aku nggak berharga untuk orang sebaik kamu, Gavin!"
Meski Keisya membentaknya, Gavin sama sekali tak meninggikan suaranya. Cowok itu maju selangkah, menatap Keisya dengan manik teduhnya. Kendati hatinya diselimuti kepedihan kala wanita istimewa di hidupnya sedang terluka dan ia tak bisa melakukan apapun untuk menyembuhkannya.
"Mungkin lo merasa diri lo nggak ada harganya. Mungkin lo merasa diri lo nggak berguna. Tapi coba liat sekeliling lo, mungkin ada orang yang melihat lo dengan pandangan berbeda, berbanding terbalik dengan cara lo memandangi diri sendiri."
"Seseorang, menganggap lo sebagai bagian dari jiwanya. Lo seolah menjadi pelita di kehidupannya yang kelam. Lo tarik dia dari kegelapan, mengenalkan dunia baru setelah kekacauan yang terjadi padanya. Mungkin bagi lo itu sepele, mungkin bagi lo itu hanya uluran tangan biasa. Tapi, Kei, uluran tangan lo justru bisa membuatnya berhenti menyiksa dirinya sendiri."
Senyuman getir terbit dibibir cowok itu. "Bahkan setelah lo tau masalah seseorang itu, lo masih menganggap dia manusia."
Keisya tertegun mendengar ucapan Gavin. Seberharga itukah dirinya?
Lelaki itu perlahan mendekat, lalu menarik Keisya ke dekapannya. Keisya sempat terkejut, namun tak bisa menolak karena memang ini yang sedang ia butuhkan.
"Gue akan selalu ada disamping lo. Jadikan gue sebagai pundak tempat lo bersandar jika lelah, Kei. Jangan suruh gue menjauhi lo, sampai kapanpun gue nggak akan bisa. Karena-"
"Gue udah terlanjur abadikan nama lo dihati gue." Lanjutnya dengan nada lirih namun Keisya masih bisa mendengarnya.
Keisya melepaskan pelukannya. Menatap Gavin tak mengerti. Kalimat terakhir cowok itu membuat hatinya berdenyut. Ia sedikit mundur dari Gavin, matanya berkaca-kaca seolah menepis dugaannya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAMIAN
Novela Juvenil⚠️ CERITA INI MENGANDUNG KEKERASAN SEKSUAL, MENTALHEALTH, SELFHARM, CACIAN DAN KATA-KATA KASAR. TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA! Sudah end, belum direvisi! Awalnya kehidupan Keisya Amanda hanyalah kehidupan remaja pada umumnya. Ia gadis yang ceria, dan s...