Setelah membawa Keisya kerumah sakit, perasaan Gavin diselimuti kegelisahan. Cowok itu mondar-mandir di depan pintu Keisya dirawat, ia tak diperbolehkan masuk.
Tak lama, dokter pun keluar. Gavin langsung menanyakan rentetan pertanyaan kepada wanita berhijab itu.
"Dok, gimana keadaan Keisya? Bayinya baik-baik aja kan, dok? Perut dia kenapa bisa sakit tiba-tiba? Itu efek punya bayi atau karena ada bahaya lainnya?"
Dokter itu sampai bingung menjawab pertanyaan Gavin yang berderet. Ia hanya tersenyum simpul, lalu menyuruh Gavin untuk tenang. Karena sedari tadi ia menangkap banyaknya kegelisahan di benak remaja itu.
"Tenang dulu mas, pasien bernama Keisya itu udah lebih baik setelah saya kasih obat. Mungkin karena pengaruh stress makanya berdampak pada janin di kandungannya. Saya menyarankan agar pasien tidak memiliki banyak beban pikiran dan tidak boleh kelelahan juga. Dia juga kekurangan vitamin. Saya harap dia bisa memperhatikan kandungannya setelah ini. "
Gavin mendengar perkataan dokter itu dengan seksama. Setelah dokter itu berpamitan pergi, Gavin langsung masuk kedalam ruang inap Keisya. Setelah membuka pintu, ia bisa melihat wanita itu sedang berbaring sembari memandanginya dengan lekat. Gavin tidak tahu arti pandangan itu.
"Kei, gimana keadaan lo?" Tanyanya sambil tersenyum hangat.
Keisya memandanginya dengan nanar, tatapan itu mengisyaratkan kekecewaan yang amat dalam. Gavin bingung, mengapa Keisya menatapnya seperti itu? Ada dia melakukan kesalahan?
Keisya tak menjawab pertanyaan Gavin. Ia bungkam, hal itu membuat Gavin kian bingung.
"Kenapa, Kei? Ada sesuatu?" Tanya Gavin.
"Gavin, sejak kapan kamu tau?" Suara Keisya terdengar lirih. Perempuan itu menundukkan kepalanya.
"Tau apa, Kei?"
"Tau kalau aku hamil?"
Tertegun. Gavin lantas mendekati Keisya. Memerhatikan wajah kecewa itu dengan perasaan bersalah. "Maaf Kei, gue tau tentang kehamilan lo pas insiden itu." Lirih Gavin merasa bersalah.
"Terus, kenapa kamu masih mau dekat aku? Aku hamil Gavin! Aku cewek nggak benar! Aku nggak bisa jaga diri aku!! Aku nggak pantes dekat-dekat kamu!" Emosi Keisya membeludak. Tidak bisa dielakkan, dirinya merasa malu sebagai wanita dihadapan Gavin. Lelaki baik seperti Gavin tidak pantas berdekatan dengan manusia sampah seperti dirinya.
"Nggak Kei, lo bukan cewek nggak benar. Ini diluar kemauan lo. Nggak ada yang minta kehancuran, Kei. Termasuk lo. Jadi jangan bicara kayak gitu lagi." Ucap Gavin.
"Dan jika lo tanya kenapa gue masih mau dekat sama lo. Karena lo itu baik, Kei. Gue nggak mungkin ninggalin orang yang baik sama gue. Cuma lo yang melihat gue sebagai manusia, Kei. Cuma lo yang mau berteman sama orang dengan masalalu sekelam gue. Seharusnya gue yang beruntung bisa dekat dengan wanita baik hati kayak lo."
Gavin mengatakan itu dari hatinya. Tidak ada setitik kebohongan pada ucapannya. Semuanya murni. Gavinlah yang seharusnya bersyukur memiliki Keisya saat ini. Gavin tak pernah tahu, bagaimana dirinya jika tidak berjumpa wanita itu? Mungkin ia masih terbelenggu dengan luka kematian adiknya sendiri.
Ya, Gavin juga punya luka. Lukanya tak main-main. Bahkan lelaki itu pernah mengalami depresi. Hingga tiba saat ia dipertemukan oleh Keisya, si cantik yang menyapanya dengan ceria pada saat masa MOS dulu. Gavin serasa memiliki energi yang membuatnya bangkit dan belajar memaafkan masalalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAMIAN
Teen Fiction⚠️ CERITA INI MENGANDUNG KEKERASAN SEKSUAL, MENTALHEALTH, SELFHARM, CACIAN DAN KATA-KATA KASAR. TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA! Sudah end, belum direvisi! Awalnya kehidupan Keisya Amanda hanyalah kehidupan remaja pada umumnya. Ia gadis yang ceria, dan s...