"Vy, lo udah ngerjain tugas buat besok belum?? " Baru saja memasuki rumahnya, Vivy yang tadinya ingin langsung tidur mengurungkan niatnya karena telepon dari sahabatnya, Vella.
"Udah, kenapa? mau nyontek lo?! " Tuduh Vivy, sebenarnya ia masih kesal karena Vella membatalkan janji tiba-tiba seperti tadi, namun tak dapat ia pungkiri bahwa dia juga senang karena hal itu membuatnya dapat menemani Bian-nya meskipun hanya sebentar.
Terdengar kekehan dari ujung telepon membuat Vivy yakin kalau sahabatnya iku memang berniat menyalin tugasnya.
"Yaudah besok gue contekin, sekarang gue mau tidur, capek banget sumpah, bayangin aja hari libur gini malah ada masalah di kantor" Vivy memang menjalankan perusahaan orang tuanya sejak dirinya kembali dari luar negeri, tepatnya saat tahun pertama di Universitas.
"Ya ampun makasih banget Vivy sayang, lo emang sahabat gue yang paaaling baik, btw sabar aja yah, kan itu emang tugas lo ngurusin perusahaan"
"Njir jijik banget gue. Iya sih emang tugas gue, tapi gue juga seneng kok bisa hidup mandiri, gk nyusahin bunda sama ayah"
"Yaudah, tidur gih" Tanpa membalas ucapan Vella, Vivy langsung menutup teleponnya dan membaringkan dirinya di ranjang. Tangannya sibuk mencari sebuah foto yang seingatnya masih tersimpan rapi didalam galery nya.
Begitu menemukan foto seorang bocah SD yang tersenyum lebar dengan es krim ditangannya, tanpa sadar kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum sang sangat lebar.
Matanya tak lepas dari wajah anak laki-laki itu. pikirannya di penuhi berbagai spekulasi yang membuat senyumnya tak luntur sedikitpun dari wajah cantiknya.
'we will definitely meet again'
///////
Sebuah mobil Buggati centodieci memasuki kawasan Kalandra University yang menduduki peringkat pertama kampus terbaik di Jakarta.
Seluruh pasang mata tertuju pada kedatangan seorang gadis yang keluar dari mobilnya dengan style yang jauh dari kata feminim.
Vianni Gracella, siapa yang tidak mengenal gadis cantik dengan berbagai prestasi dan kesuksesan yang telah ia raih di usianya yang bahkan belum genap 21 tahun. Namanya telah tertulis sebagai pemilik sah Kalandra University serta 2 perusahaan besar yang salah satunya merupakan perusahaan terbesar di Asia.
Banyak mahasiswi yang berusaha menjadi temannya dengan tujuan lain, namun tentu saja Vivy enggan untuk dekat dengan mereka karena tau niat mereka mendekatinya hanya karena dirinya pewaris tunggal keluarga Kalandra yang namanya pasti dikenal oleh seluruh pengusaha di Asia terutama Indonesia.
Vivy melangkahkan kakinya memasuki kelas tanpa menghiraukan tatapan memuja serta pujian yang dilontarkan untuknya di sepanjang lorong yang ia lewati. Bukannya sombong atau terlalu percaya diri, namun ia merasa semua yang memujinya tidak melakukannya dengan tulus dan hanya mempunyai maksud tertentu.
"Ya ampun, sumpah gue kemarin ga ada niatan sama sekali buat batalin janji ketemu kita di mall, tapi tiba-tiba aja nyokap gue minta ditemenin ke rumah kakek karena kakek lagi sakit, trs sekalian deh pulangnya beli kado buat ayang" Baru saja memasuki kelasnya, Vella sudah memberondong dirinya dengan penjelasan mengapa ia tiba-tiba membatalkan janji kemarin.
"Sorry banget Vy" Vella menyatukan kedua tangannya didepan dada yang dibalas anggukan singkat dari Vivy. Lagipula ia juga telah memaafkan temannya itu karena kemarin jadi bisa berduaan dengan Bian-nya.
Mengingat itu lagi-lagi berhasil membuat senyum kecil tersungging di wajah cantik Vivy.
"Eh, kok lo malah senyum sih" Heran Vella karena bukannya menjawab, Vivy malah tersenyum yang mana itu jarang ia lakukan meskipun bersama sahabatnya, Vella.
Tersadar dari lamunannya, Vivy berlalu meninggalkan Vella menuju bangkunya kerena sedari tadi mereka masih di pintu kelas "Mau nyontek gak lo? " Vella pun segera mengikuti Vivy sebelum gadis itu berubah pikiran dan tidak membiarkan dirinya menyalin tugas yang harus ia kumpulkan siang ini.
///////
"Lo mau ke kantin atau langsung pulang? " Tanya Vella karena mereka memang tidak ada kelas sore untuk hari ini.
"Ke kantin dulu aja deh, udah laper gue"
Belum juga keluar dari kelas, Vivy menolehkan kepalanya karena mendengar namanya dipanggil. Tatapan datar ia berikan pada lelaki yang kini menghampirinya dengan senyum mengembang.
"Sorry gue gak bisa" Jawab Vivy dingin ketika lelaki itu mengajaknya pulang bersama. Gadis itu menarik tangan Vella melanjutkan tujuan awal mereka yaitu ke kantin, meninggalkan lelaki tadi dengan tatapan kecewa meskipun penolakan itu sudah sering ia dapatkan.
Lelaki itu merupakan satu dari banyaknya orang yang mendekati Vivy. Namanya Justin, duta kampus yang juga menyandang gelar salah satu pria tertampan di Kalandra University.
Berbeda dengan lelaki kebanyakan yang menyerah mendapatkan Vivy setelah mencoba beberapa kali, Justin tak pernah melewatkan kesempatan mendekati Vivy sejak pertemuan pertama mereka di semester 1.
Namun Vivy nya saja yang memang tidak suka dengan lelaki itu. Padahal Justin menolak para gadis yang menyukainya demi mengejar Vianni Gracella, tapi Vivy tetaplah Vivy yang tidak suka di dominasi, Justin tentu bukanlah orang yang bisa menjadi submisive nya, dan ia rasa itu adalah alasan yang tepat untuk semua penolakannya selama ini.
Di sisi lain, Vella mulai memberondong Vivy dengan pertanyaan mengapa gadis itu selalu menolak Justin yang notabene pengejar Vivy jalur keras.
"Gue udah jelasin kan, kalau dia bukan tipe gue, dan gue rada kita ga akan cocok"
"Selalu itu alasan lo, kan bisa coba dulu Vy, mau lo jadi perawan tua?! " Vella memutar bola matanya karena lagi-lagi mendengar jawaban itu dari mulut Vivy.
"Ya emang itu alasannya, gue gak mau ngejalanin hubungan yang gue tau endingnya gak bakal sesuai sama ekspetasi gue"
"Lagian lo tau sendiri dia bukan tipe gue" Vivy melanjutkan sebelum Vella menbalas ucapannya.
"Ekspetasi lo terlalu gak masuk akal Vy, tipe cowok yang lo pengen cuma ada di dunia fiksi, mana ada cowok yang mau jadi submisive dan bisa hamil anak lo, inget lo tuh cewek Vy" Vella mengeluarkan unek-unek nya yang selama ini ia pendam karena tidak mau menyakiti hati Vivy. Namun kini mereka sudah mulai memasuki tahun ketiga yang artinya di usia segini adalah saat yang tepat untuk mencari pasangan.
"Ada, Papa gue submisive kalo lo lupa, dan soal anak, yang lahirin gue tetep Mama kok. Gua gak lupa kodrat gue sebagai perempuan, tapi tetep aja gue mau cowok yang gak mendominasi gue, terutama dalam rumah tangga"
Vella tak dapat berkata apa-apa lagi jika begini, Vivy selalu bisa menyangkal apapun yang diucapkan Vella saat menasehatinya untuk mencari seorang kekasih.
"Dan soal gue jadi perawan tua, lo tenang aja, bentar lagi gue lepas status itu" Vivy tersenyum kecil dengan tatapan penuh arti membuat Vella tertegun dan tidak sadar jika Vivy telah meninggalkannya menuju kantin.
![](https://img.wattpad.com/cover/369353695-288-k182843.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine (END)
FanfictionWARNING!! cerita GXB Bagi yang ga suka cowok manja, skip ___... ___... ___... ___ "Mana ada cowok yang persis sama imajinasi lo, kalo pun ada pasti maunya sama yang sejenis" "Liat aja nanti" senyum miring tersungging di bibirnya. ___...___ Vianni g...