"Lo ngapain pesan sebanyak itu? emang abis?" Tanya Vivy melihat makanan yang ada di atas meja dan Vella yang tersenyum tampa dosa secara bergantian.
"Gue pesen buat kalian, anggep aja traktiran dari gue karena lo udah gak jomblo lagi" Vella tersenyum pepsodent di akhir kalimatnya.
Di sisi lain, Bian hanya terdiam melihat Vivy dan temannya, namun setelah mendengar bahwa makanan itu untuknya, mata Bian langsung berbinar.
Bian memang sangat menyukai cemilan seperti ini, namun orang tuanya sering melarangnya dengan alasan bahwa itu tidak baik untuk kesehatannya.
Kembali ke Vivy dan Vella, Vella baru menyadari, jika kedatangan Vivy membawa seorang pria manis yang tingginya kira-kira hampir sama dengannya. Ia langsung menghampiri pria itu dan mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.
"Nama gue Vella, sahabatnya Vivy"
Bian menyambut uluran tangan Vella dan menyebutkan namanya "Bian, kak" .
"Ayo duduk, biar enak ngobrolnya" Vella.
Mereka bertiga pun duduk dengan posisi Bian berada disamping Vivy, sedangkan Vella duduk sendirian didepan mereka.
"Ayo dong, dimakan, masa mau diliatin aja" Ujar Vella karena Bian hanya melihat kue-kue yang ada diatas meja dan tidak menyentuhnya.
Alasannya adalah, Vivy sedang mengirim pesan melalui HP-nya dan belum menyentuh makanan sama sekali, jadi Bian menunggu Vivy.
"Bian ga boleh makan itu dulu, Ivy usah pesenin makan siang buat Bian, setelah itu baru boleh makan yang lain" Ucap Vivy menciptakan raut kecewa di wajah Bian.
"Ivy udah pesenin sushi, Bian ga mau?? " Tanya Vivy membuat wajah Bian yang tadinya berbinar, kecewa, lalu berbinar kembali.
Vella yang melihat pasangan di depannya membuat dirinya seperti berada di dunia lain. Bagaimana mungkin sahabatnya yang super dingin, jutek, dan masa bodo dengan orang lain, kini berbicara selembut itu hanya untuk membujuk bocah ini agar memakan makan siangnya dulu sebelum memakan cemilan yang ada dimeja.
Tak lama kemudian, Asisten Vivy membawakan pesanan nonanya ke ruangan itu tak lama setelah Vivy memesannya.
Bian langsung memakan sushi itu dengan lahap hingga mulutnya belepotan tanpa ia sadari. Vivy juga memakan sushi nya sesekali membersihkan sudut bibir Bian menggunakan tangannya.
Vivy tadi memang memesan tiga porsi, agar Vella juga ikut makan bersama mereka, namun gadis itu hanya diam melihat interaksi pasangan didepannya dengan mulut sedikit terbuka.
Selama kurang lebih 2 tahun berteman dengan Vivy, Vella baru pertama kali melihat versi sahabatnya yang satu ini, membuatnya sedikit tidak percaya jika tidak menyaksikannya dengan matanya sendiri.
"Kak Vella? kok gak dimakan? " Tanya Bian melihat makanan Vella yang masih utuh, padahal miliknya sendiri sudah habis.
"O-oh iya, ini baru mau dimakan" Vella tersadar dari lamunannya dan langsung memakan sushi yang ada didepannya.
Vivy terkekeh melihat sahabatnya yang tercyduk memperhatikan dirinya dan Bian.
"Bian, Ivy nanti sore ada meeting penting, Bian gapapa kan ditinggal sendiri?? " Vivy memang jarang ke kantor, mungkin hanya jika ada pertemuan penting dan hal-hal mendesak lainnya yang tidak bisa diwakilkan kepada asistennya.
Mengurus 2 perusahaan tidak membuat Vivy kelimpungan untuk pergi ke 2 tempat itu setiap harinya. Ia hanya kesana beberapa hari sekali atau jika sedang ada hal penting yang harus ia kerjakan.
Baik di Kalandra maupun Alzella, Vivy mempunyai asisten pribadi yang sudah ia pastikan kesetiaannya untuk mengurus perusahaan-perusahaan itu, jadi ia hanya perlu memantau dan mengerjakan pekerjaan nya dirumah.
Kembali ke Vivy dan Bian, Pria itu mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Vivy. Meskipun tidak ingin ditinggal sendirian oleh Gadis itu, Bian juga tidak ingin egois dengan melarang Vivy melakukan ini itu, apalagi ini tentang pekerjaannya.
"Vel, gue mau balik dulu, thanks traktirannya. Lo beneran gapapa gue tinggal disini? " Vivy memutuskan untuk pulang agar Bian istirahat dan tidur siang di rumahnya.
"Sans aja, nanti gue di anter sama sepupu gue"
Vivy pun mengajak Bian pergi dari dana setelah berpamitan pada Vella.
Vivy mengemudikan mobilnya menuju mansion mertuanya yang kini ia tinggali bersama Bian. Mereka memang masih tinggal di sana dan belum pindah ke rumah Vivy. Sebenarnya Vivy sudah mempunyai rencana untuk mengajak Bian pindah ke rumahnya, namun ia belum mengutarakan niatnya itu. Mungkin secepatnya ia akan mendiskusikan hal ini dengan Bian, karena bagaimanapun ia juga butuh privasi, sedangkan di mansion terlalu banyak asisten rumah tangga dan pengawal yang menjaga disana.
Sesampainya di mansion, Vivy langsung mengajak Bian langsung ke kamar untuk tidur siang.
Vivy membaringkan dirinya di tempat tidur, disusul Bian yang langsung menarik tangan kiri Vivy untuk ia jadikan bantal. Pria itu mengarahkan tangannya untuk memeluk Vivy dan dibalas pelukan hangat oleh gadis itu.
Mereka berdua tidur sambil berpelukan hingga Vivy terbangun tepat pukul 14.30 yang berarti ia harus segera ke Alzella company untuk menghadiri meeting penting bersama kliennya.
Vivy melepaskan pelukan Bian pada tubuhnya membuat pria itu menggeliat karena tidurnya terganggu.
"Tidur lagi aja gapapa, nanti Ivy bangunin kalo udah pulang" Vivy menepuk-nepuk punggung Bian menyuruhnya tidur. Bian yang memang masih mengantuk hanya menganggukkan kepalanya dan lanjut tertidur.
Vivy bersiap-siap dengan setelan kerjanya dan segera berangkat menuju perusahaan.
///////
Sudah 3 jam berlalu, namun pembahasan mengenai proyek baru mereka tak kunjung selesai. Alzella company memang akan mengeluarkan sebuah produk baru dengan skala yang cukup besar, namun ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan sebelum memulai produksi.
Vivy berkali-kali melihat ke arah jam tangannya dan menghela nafas berat setelahnya. Hari sudah mulai gelap, namun bukan itu yang menjadi masalahnya, sejak tadi langit sudah menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan, takutnya ia belum pulang saat hujan turun.
Baru saja dibicarakan, rintik-rintik air sudah mulai turun dan membasahi bumi. Vivy mulai khawatir dengan keadaan Bian yang ia tinggal di mansion. Vivy berharap ini segera selesai dan ia bisa segera pulang dan menemui Bian-nya.
Namun sepertinya Tuhan tidak ingin ia tinggal disini lebih lama, suara petir terdengar menghentikan pembicaraan beberapa orang di ruangan itu yang tak ada habisnya.
Tiba-tiba Vivy berdiri, membuat seluruh atensi orang-orang itu berpusat padanya.
"Saya harus segera pulang, kita lanjutkan pembahasan ini beberapa hari lagi, saya permisi" Ucap Vivy tegas, gadis itu langsung berjalan cepat meninggalkan ruangan itu di ikuti asistennya. Tidak ada yang mempermasalahkan kepergian Vivy yang tiba-tiba, karena bagaimanapun kuasa ada ditangan gadis itu.
"Apakah nona ingin saya antar? " Tanya sang asisten yang selama ini membantunya mengurus Alzella selama ia tidak ada, namanya Rendy, seorang pria berusia 38 tahun yang sudah mempunyai istri dan juga anak.
Rendy tidak ada maksud lain, ia hanya khawatir Vivy mengemudi sendiri ditengah hujan badai seperti ini.
Namun Vivy menolaknya, ia berkata ia bisa sendiri. Akhirnya Rendy membiarkan Vivy pulang sendiri setelah mengingatkannya untuk berhati-hati.
Vivy melakukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi Bian saat ini. Bagaimana ia bisa Seceroboh itu, seharusnya ia segera pulang langit sudah menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan, namun ia malah melanjutkan pekerjaannya tanpa memikirkan konsekuensi dari hal tersebut.
'kamu ga boleh kenapa-napa Bian'
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine (END)
FanfictionWARNING!! cerita GXB Bagi yang ga suka cowok manja, skip ___... ___... ___... ___ "Mana ada cowok yang persis sama imajinasi lo, kalo pun ada pasti maunya sama yang sejenis" "Liat aja nanti" senyum miring tersungging di bibirnya. ___...___ Vianni g...