49

971 51 0
                                    

"No-nona? " Zen hendak mengatakan sesuatu, namun tidak jadi karena melihat tatapan tajam yang di berikan Vivy.

"Kenapa? Ada yang keberatan? " Tanya Vivy dingin.

"Saya keberatan " Ucap wanita yang tadi sempat menolak mentah-mentah saat Bian hendak memecatnya.

"Reva? " Vivy membaca nametag wanita itu, lalu menyuruhnya mengajukan keberatannya.

"Saya tidak merasa melanggar peraturan perusahaan, jadi sangat tidak adil jika Anda memecat saya " Ucapnya penuh percaya diri, toh Vivy tidak mempunyai bukti tentang apa yang mereka lakukan.

"Oh? Tidak melakukan kesalahan? " Vivy menatap remeh wanita di depannya, berani-beraninya dia bilang Vivy tidak adil jika memecatnya.

"Kalian telah membicarakan hal-hal yang tidak seharusnya tentang suami saya, dan kalian melakukannya saat jam kantor, sekarang kamu bilang kalau tidak melanggar aturan kantor? " Tanya Vivy sarkas.

"Maaf Nona, tapi Anda tidak bisa percaya begitu saja dengan apa yang anda dengar tanpa bukti yang nyata " Ucap Reva berusaha menyangkal kalau dirinya salah.

"Bukti nyata? Bahkan saya tidak keberatan memecat kalian tanpa bukti apa pun jika suami saya yang mengatakannya, tapi saya berubah pikiran, kalian mau bukti? tenang saja, setiap sisi kantor ini mempunyai kamera tersembunyi, jadi saya bisa menyerahkannya ke kantor polisi dan menuntut kalian dengan tuduhan pencemaran nama baik "

Tidak ada yang tidak terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Vivy, termasuk Bian yang tadinya sudah pesimis kalau Vivy tidak akan mendukung keputusannya.

Wajah-wajah di depan mereka seketika pucat pasi mendengar kata kantor polisi, apalagi mengenai kenyataan bahwa ada kamera tersembunyi yang bisa dijadikan bukti atas perbuatan mereka.

Tak mau di tuntut oleh Vivy, hampir semua yang tadi menjelekkan Bian kini berlutut meminta maaf pada mereka berdua dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, kecuali Nindy dan Reva yang langsung pergi dari sana tanpa mengucapkan apapun, lagipula mereka sudah pasti di pecat, jadi untuk apa berlama-lama disana dan mengemis maaf dari orang yang telah mereka hina.

"Vy, gak usah sampai ke polisi " Pinta Bian setelah melihat orang-orang itu meminta maaf, Dia juga tidak mempunyai niat seperti itu pada awalnya, hanya ingin memecat mereka agar mereka kapok dan tidak mengulanginya lagi.

"Terserah Bian " Ucap Vivy menutup pembicaraan, Vivy langsung mengajak Bian untuk pulang ke rumah karena dia sudah tidak minat untuk lanjut kerja.

///////

Setibanya di rumah, Vivy dan Bian di sambut oleh kakek Vivy dan kedua orang tua Bian. Mereka sedikit terkejut dengan kedatangan para orang tua itu, karena ini bukanlah hari libur, jadi mereka menganggap kalau Bian dan Vivy sedang tidak di rumah.

"Kakek? Ayah? Bunda? Kok kalian ke sini? " Tanya Vivy setelah mengajak semuanya duduk di ruang tengah.

Vivy duduk disebelah Bian, berhadapan dengan Retta dan Varo, sedangkan Jacob duduk di sofa tunggal di sebelah kanan Vivy.

"Emang gak boleh? " Jacob bertanya balik, sedikit kesal dengan pertanyaan cucunya yang seakan tidak mengharapkan kehadirannya disini.

"Ya nggak papa sih, kan cuma nanya? Soalnya sekarang bukan hari libur "

"Ayah sama Bunda kangen sama kalian, jadi niatnya mau kesini nanti siang, tapi waktu kita tanya Zen kamu dimana, katanya baru pulang dari kantor sama Bian, jadi kita kesini " Ucap Retta menjelaskan.

"Kalo kakek cuma mau pamit, soalnya nanti siang harus kembali ke Singapura, dan kakek lupa kalau sekarang bukan hari libur "

"Loh, kakek mau balik? " Tanya Vivy pura-pura terkejut, sebenarnya dia sudah tau kalau kakeknya tidak bisa berlama-lama meninggalkan perusahaan, karena bagaimana pun perusahaan pusat Kalandra masih di Singapura.

He is Mine (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang