Waktu berjalan dengan cepat, hingga tanpa terasa beberapa bulan telah berlalu.
Kandungan Vivy sudah memasuki bukan ke 9,dan mereka telah mempersiapkan kelahiran anak pertama mereka yang di prediksi akan lahir 7 hari kemudian.
Ngomong-ngomong tentang kehamilan Vivy, Bian telah berhenti menginginkan hal-hal absurd sejak 3 bulan yang lalu, tapi ada perubahan besar dari sikapnya.
Pria polos itu sering menginginkan hal intim dengan Vivy, entah itu memasuki atau di masuki olehnya. Tentunya Vivy sangat senang dan memanfaatkan hal itu, siapa tau saat dia telah melahirkan nanti, Bian akan kembali seperti semula.
Kembali couple utama kita, Vivy dan Bian tengah bersiap untuk tidur, namun Vivy merasakan ada yang aneh dengan perutnya sedari tadi.
Beberapa hari ini, Vivy merasa perutnya mulas, dia mengira kalau sudah waktunya melahirkan, tapi kata dokter itu hal yang wajar di alami ibu hamil yang mendekati waktu persalinan.
Namun kali ini berbeda, sejak tadi sore dia merasa tidak nyaman dengan perutnya, dan kini rasa sakit itu semakin menjadi hingga dia tidak bisa menahannya.
Erangan kecil terdengar dari mulut Vivy saat rasa sakit itu semakin terasa, sepertinya dia akan segera melahirkan, lebih cepat dari prediksi dokter.
"Ivy kenapa?! " Tanya Bian panik melihat wajah kesakitan Vivy dengan keringat di dahinya. Bian melihat tangan Vivy memegangi perutnya, namun fokusnya teralihkan oleh kasur yang basah di bawah Vivy.
"Ivy ngompol?? " Heran Bian, Vivy kan gak pernah ngompol, apalagi sekarang mereka belum tidur.
"Ketubannya pecah, panggil siapa aja! " Ucap Vivy menyadarkan Bian dari keterkejutannya. Dari terkejut menjadi panik, Bian segera keluar dari kamar dan mencari siapapun yang bisa dimintai tolong.
Beberapa saat kemudian, Bian datang bersama pak Anton yang juga terlihat panik. Mereka segera membawa Vivy ke mobil yang akan mengantarnya ke rumah sakit.
Dalam perjalanan, Bian menyempatkan diri mengabari orang tuanya agar mereka menyusul ke rumah sakit, karena dia pasti tidak bisa mengatasi semuanya sendirian.
Setelah mematikan hp nya, Bian memusatkan perhatiannya kepada Vivy yang terlihat sangat kesakitan.
"Ivy, Ivy yang kuat ya, bentar lagi sampai " Ucap Bian mencoba menenangkan Vivy, dia menggenggam erat tangan istrinya menguatkan.
"Sa-sakit Bian " Desis Vivy menahan rasa sakit di perutnya, rasanya dia sudah tidak bisa menahannya lagi.
"Jangan nakal ya? Kasian mommy " Ucap Bian di depan perus Vivy sambil mengusapnya perlahan, seakan mengajak bicara anak mereka.
Tak lama kemudian, mobil yang di kemudian pak Anton sampai di depan rumah sakit, pak Anton turun terlebih dahulu untuk memanggil perawat.
Beberapa orang berseragam perawat datang mendatangi Vivy dan membantunya masuk ke dalam. Mereka langsung ke ruang bersalin karena pasien akan segera melahirkan.
Bian ikut masuk ke dalam ruang bersalin untuk menemani Vivy, tangannya masih setia menggenggam tangan istrinya yang akan melahirkan. Dia juga membisikkan beberapa kata penyemangat untuk menguatkan Vivy.
Tapi namanya juga melahirkan, sekuat apapun Vivy, dia masihlah seorang wanita yang baru pertama kali mengalami hal ini, jadi dia tidak bisa menutupi rasa sakit yang dia rasakan.
Setelah dokter datang, Vivy di bimbing untuk menstabilkan nafasnya, setelah itu baru mengejan untuk mengeluarkan bayinya. Seperti itu terus berulang-ulang.
Di sampingnya, Bian menatap istrinya dengan kekhawatiran yang tidak bisa di sembunyikan di wajahnya. Di matanya, Vivy adalah wanita yang kuat, dan ini adalah pertama kalinya dia melihat Vivy sampai kesakitan seperti itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine (END)
FanfictionWARNING!! cerita GXB Bagi yang ga suka cowok manja, skip ___... ___... ___... ___ "Mana ada cowok yang persis sama imajinasi lo, kalo pun ada pasti maunya sama yang sejenis" "Liat aja nanti" senyum miring tersungging di bibirnya. ___...___ Vianni g...