42

1.6K 101 0
                                    

Pagi ini Bian merasakan tubuhnya sedikit lemas, namun keinginannya untuk pergi ke sekolah lebih besar, jadi dia memutuskan untuk menolak usulan Vivy agar dirinya tidak usah sekolah.

Bian hanya ingin sekolah, bukan berarti akan melakukan seluruh kegiatannya di sekolah, seperti saat jam olah raga tadi, Bian malah duduk-duduk malas di pinggir lapangan.

Saat di kelas pun Bian hanya tidur dan tidak melakukan apa-apa, bahkan penjelasan guru yang mengajar tidak ada yang masuk ke dalam otaknya.

Di tegur pun percuma, Bian hanya akan mendengarkannya lalu kembali ke aktivitas semula dan mengatakan hukum saja tidak masalah, namun meskipun begitu, siapa yang berani menghukum Bian dan mempertaruhkan pekerjaannya.

Bahkan saat bel istirahat berbunyi Bian berniat untuk tetap berada di kelas, namun Doni menyeretnya untuk pergi ke kantin, sedangkan Rean masih izin setelah acara pernikahan kakaknya kemarin lusa, entah apa yang dilakukannya di rumah, padahal bukan dia yang menikah, tapi kenapa izinnya lama sekali, pasti malas-malasan dan tidak mau ke sekolah.

"Lo mau makan apa? " Tanya Doni setelah Bian duduk di salah satu bangku yang masih kosong.

"Mau sop tapi isinya sayur pecel " Jawab Bian nyeleneh, tapi dia memang menginginkannya.

Doni menatap Bian dengan pandangan yang seolah mengatakan 'lo serius? ' karena jangankan sop isi sayur pecel, nasi pecel yang normal pun tidak ada dalam daftar menu di kantin, jadi mau mencari dimana pesanan Bian.

"Yaudah sih, kalo gak mau beliin, tadi nanya, sekarang seakan-akan aku yang maksa " Ucap Bian sewot, membuat mata Doni membelalak terkejut.

Doni tadi hanya menawarkan diri memesankan makanan untuk Bian, namun jawabannya malah di luar nalar, sekarang saat Doni bahkan belum mengatakan apapun, Bian sudah menyimpulkan sendiri bahkan berkata se sewot itu padanya, siapa yang tidak terkejut coba.

"Lo apaan sih, kayak cewek lagi pms aja "

"Siapa juga yang kayak cewek pms, emang kamunya aja yang nyebelin, tadi nawarin, pas udah dijawab malah kelihatan kesel "

"Lagian pesenan lo kayak bumil lagi ngidam! " Doni langsung meninggalkan Bian setelah menyelesaikan kalimatnya, berniat ke stan nasi goreng untuk memesan 2 porsi nasi goreng seafood untuk dirinya dan Bian.

Abaikan saja pesanan aneh Bian, biasanya juga Bian sering memakan nasi goreng seafood jika makan di kantin bersamanya dan Rean, jadi Bian pasti tidak membenci makanan itu.

"Gue udah pesenin nasi goreng kayak biasanya, gausah pesen aneh-aneh " Ucap Doni setelah mendudukkan dirinya di kursi yang berada di seberang Bian.

Didepannya, Bian mengerucut kan bibirnya karena keinginannya tidak dipenuhi, tapi jika dipikir-pikir lagi aneh juga keinginannya, mana ada sop isinya sayur pecel, jadi akhirnya hanya bisa menerima apa yang dipesankan untuknya tanpa protes.

Belum sampai memakan nasi goreng seafood yang dipesankan Doni untuknya, Bian sudah merasa mual saat mencium bau makanan itu.

Bian menutup mulutnya lalu berlalu ke kamar mandi yang letaknya tidak jauh dari kantin, dan begitu mencapai wastafel, Bian langsung memuntahkan sesuatu yang serasa mengganjal di tenggorokannya, namun tidak ada apapun keluar dari mulutnya.

Melihat Bian berlari meninggalkan kantin membuat Doni panik dan langsung mengikutinya. Doni melihat Bian yang berusaha memuntahkan isi perutnya di wastafel, namun tidak ada apapun yang keluar, Ia berinisiatif memijit tengkuk Bian siapa tau bisa membantu, namun temannya itu tidak terlihat lebih baik.

Sampai beberapa menit kemudian, Bian tidak lagi merasa mual pada perutnya, namun tubuhnya menjadi sangat lemas hingga tidak kuat menahan bobotnya sendiri, tubuhnya luruh ke lantai, di ikuti pekikan terkejut Doni yang langsung berjongkok di sampingnya.

"Lo kenapa, anjir?! " Tanpa menunggu jawaban Bian, Doni membawa temannya menuju UKS.

Siswa yang bertugas di UKS langsung membantu Doni membawa Bian ke brankar begitu melihat kedatangan mereka berdua, dia juga menanyakan apa yang terjadi sebelum bertindak lebih lanjut.

"Gapapa, biar gue aja " Doni menolak bantuan siswa yang berjaga saat ditawari bantuan untuk memberikan yang dibutuhkan Bian.

"Lo mau pulang atau gimana? " Tanya Doni menatap wajah pucat Bian yang tengah terbaring di brankar UKS.

"Pulang " Jawab Bian singkat, rasanya untuk berbicara saja sudah menguras banyak tenaganya.

"Gue bawa motor, jadi gak bisa nganter lo pulang, mau gue pesenin taksi apa minta jemput sopir? " Ucap Doni menawarkan, ia memang selalu ke sekolah membawa motor, jadi tidak mungkin untuk mengantar Bian yang kondisinya sedang tidak memungkinkan.

"Minta kak Vivy jemput aja " Ucap Bian lalu menyerahkan hp nya, mengisyaratkan Doni untuk menghubungi Vivy melalui nomornya.

Dengan ragu, Doni mengambil ponsel yang disodorkan Bian, apakah benar-benar harus menelepon Vivy, dia agak takut untuk melakukan itu.

Meskipun Bian yang menyuruhnya, bayangkan saja jika nona presdir itu melakukan sesuatu yang menakutkan karena telah berani menggunakan hp suaminya untuk menelepon.

Doni jadi ngeri membayangkannya, namun tak ayal tangannya mencari kontak Vivy lalu menekan tombol memanggil pada kontak dengan nama 'Ivy' karena setahunya itu adalah panggilan Bian untuk istrinya.

Tidak sampai dering ketiga, sebuah suara lembut terdengar dari seberang telepon, sepertinya telepon dari Bian adalah prioritas baginya, karena tidak mungkin presdir cantik itu tidak sibuk di jam segini.

"Kenapa Bian? " Suara lembut itu mengagetkan Doni yang baru pertama kali mendengarnya, karena yang pernah ia dengar hanya suara datar Vivy yang bahkan terkesan dingin saat berbicara pada orang lain.

"M-maaf, ini temennya Bian, Bian lagi sakit- " Belum selesai memberitahu kondisi Bian dan memintanya datang, sambungan telepon telah diputus sepihak oleh Vivy.

Doni menatap layar ponsel Bian dengan kening mengerut, disana menunjukkan bahwa panggilan telah berakhir.

"Telepon nya dimatiin " Ucap Doni menunjukkan layar teleponnya pada Bian.

"Yaudah biarin, kalau gak kesini berarti sibuk " Jawabnya cuek, namun dalam hati berharap kalau istrinya akan segera datang menjemputnya.

Benar saja, tak lama kemudian, pintu UKS terbuka menampilkan seorang gadis yang terlihat panik saat mendekati Bian.

"Kan udah di bilangin gausah sekolah " Mulutnya mengomel, namun tangannya malah merengkuh Bian kedalam pelukannya, Vivy mengelus puncak kepala Bian sebelum melepas pelukannya.

"Bian mau pulang... " Berdebat dengan Vivy tidak akan berakhir kemenangan untuknya, jadi lebih baik menunjukkan wajah melasnya agar Vivy menurutinya.

"Kenapa bisa sampai kayak gini? " Kali ini Vivy bertanya pada Doni, ia berpikir mungkin ada pemicu yang mengakibatkan suaminya seperti ini, apalagi tadi pagi tidak sampai seputar dan selemah ini.

Setelah tertegun karena melihat interaksi Vivy jika bersama Bian, Doni baru tersadar ketika Vivy melontarkan pertanyaan itu padanya.

Doni pun menceritakan apa yang terjadi tanpa mengurangi atau melebih-lebihkan kejadian yang sebenarnya.

Setelah mendengar cerita dari Doni, Vivy mengucapkan terima kasih karena telah menjaga suaminya, setelah itu mengajak Bian untuk ke mobilnya.

Vivy berniat untuk ke rumah sakit dahulu sebelum pulang ke rumah, karena menurutnya ada yang aneh dengan kondisi Bian, namun ia tidak ingin terlalu menyimpulkan sebelum berkonsultasi ke dokter.

Disampingnya, Bian menurut saja saat dirinya dibawa ke rumah sakit, karena menolak pun percuma, Vivy tidak suka di bantah.

Begitu sampai di ruang pemeriksaan, dokter yang memeriksa Bian sedikit mengerutkan kening lalu meminta untuk memeriksa Vivy.

Meskipun heran dan agak bingung dengan apa yang terjadi, Vivy tetap mengiyakan permintaan dokter itu untuk memeriksanya.

Setelah melakukan pemeriksaan pada Vivy dan menanyakan beberapa pertanyaan, dokter itu tersenyum lalu mengucapkan hasilnya kepada mereka berdua.

"Selamat nona, Anda hamil, dan usia kandungannya sudah memasuki minggu kedua "

Deg!!

He is Mine (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang